Follow Us

facebookinstagramyoutube_channeltwitter

Pemberian Terapi Plasma Konvalesen Pada Pasien Covid-19 ini Sering Kali Salah Kaprah, Bukannya Diberikan Saat Kritis Namun Saat Pasien Dalam Keadaan Ini

Aditya Eriza Fahmi - Sabtu, 17 Juli 2021 | 12:33
Ilustrasi terapi plasma konvalesen
pixabay

Ilustrasi terapi plasma konvalesen

Suar.ID - Permintaan Terapi Plasma Konvalesen (TPK) ini kini sedang meningkat.

Terlebih di tengah melonjaknya kasus Covid-19 seperti sekarang ini.

Ahli Terapi Plasma Konvaselen (TPK) yang bernama Dr dr Theresia Monica Rahardjo SpAn KIC MSi mengungkapkan kalau banyak informasi soal TPK yang beredar ini sering kali misinformasi.

Padahal keberhasilan terapi tambahan Covid-19 ini dipengaruhi 3 faktor.

Mulai dari dosis, kadar antibodi dan pemberian plasma di waktu yang tepat.

Baca Juga: Jangan Asal Telan Kalau Tak Mau Nyawa Taruhannya, Ini Obat-obatan Yang Harus Dihindari Oleh Para Pasien Covid-19 Yang Sedang Isolasi Mandiri Di Rumah

Dilansir Tribunnews.com, hal ini disampaikan dr Monica dalam perbincangannya bersama Tribun Network pada Jumat (16/7).

"Sering salah juga, salah pemahaman di masyarakat kita, teman sejawat dokter misalnya kalau sudah kritis baru dikasih plasma, ya enggak begitu," ujarnya.

Ia pun memaparkan kalau terapi plasma konvalesen atau TPK ini merupakan teknik memindahkan antibodi dari dalam plasma penyitas Covid-19 pada pasien Covid-19 yang masih sakit.

Intinya yaitu booster antibodi atau antibodi instan yang dimasukan ke dalam tubuh pasien yang sakit.

Sehingga pasien ini memiliki antibodi tambahan untuk membasmi virus.

Baca Juga: Kadung Pede Sembuh dari Virus Corona, Waspadai Gejala Long Covid Menyerang, Mudah Lelah hingga Rambut Rontok

Diharapkan melalui terapi sederhana, spesifik, terjangkau, setra memiliki banyak sumber daya manusia ini, seorang pasien bergejala sedang hingga kritis dapat tertolong.

Lalu hal-hal apa sajakah yang perlu diperhatikan dalam proses pemberian terapi ini?

Dosis yang diberikan

TRIBUNNEWS.COM/MUHAMMAD NURSINA Ilustrasi: Penyintas COVID-19 mendonorkan plasma konvalesen di kantor Palang Merah Indonesia (PMI) Kota Surakarta, Jawa Tengah, Kamis (15-6-2021). PMI Kota Surakarta melayani warga yang mendonorkan plasma konvalesen dari pagi hingga pukul 21.00 setiap harinya. Kegiatan ini merupakan langkah dari Palang merah Indonesia (PMI) untuk memenuhi ketersediaan plasma darah diseluruh daerah di Jawa Tengah.
TRIBUNNEWS.COM/MUHAMMAD NURSINA

TRIBUNNEWS.COM/MUHAMMAD NURSINA Ilustrasi: Penyintas COVID-19 mendonorkan plasma konvalesen di kantor Palang Merah Indonesia (PMI) Kota Surakarta, Jawa Tengah, Kamis (15-6-2021). PMI Kota Surakarta melayani warga yang mendonorkan plasma konvalesen dari pagi hingga pukul 21.00 setiap harinya. Kegiatan ini merupakan langkah dari Palang merah Indonesia (PMI) untuk memenuhi ketersediaan plasma darah diseluruh daerah di Jawa Tengah.

dr Monica pun menjelaskan kalau pemberian dosis plasma ini sangat tergantung pada kondisi penerima TPK.

Semakin seorang pasien Covid-19 ini bergejala, maka makk banyak pula plasma yang dibutuhkan.

"Kalau misalnya stadium sedang umumnya dikasih 2 atau 3 kantong, kalau ada komorbid stadium berat itu sudah bisa 3-4 kantong, dan kalau stadium kritis bisa 5-6 ini," jelas dr Monica.

Baca Juga: Bupati Puncak Papua Ungkap Ganasnya Serangan KKB Papua, Sebut Banyak Warganya yang Ngungsi Akibat Trauma dan Takut: Situasi Belum Kondusif!

Kadar antibodi pendonor

Salah satu syarat untuk menjadi pendonor plasma ini adalah penyitas Covid-19 dengan gejala sedang hingga berat.

Makin berat gejala yang dialami oleh penyitas maka diharapkan pula kadar antibodi yang terbentuk ini juga makin banyak.

Selanjutnya, pendonor pun diutamakan pria atu wanita yang single belum pernah hamil, melahirkan ataupun keguguran.

"Karena skrining awal pendonor adalah memiliki antibodi atau tidak," ujarnya.

Kemudian, disampaikan dr Monica meski belum ada penelitian lebih lanjut terkait kadar antibodi spesifik yang terbentuk dari seorang penyitas.

Baca Juga: BERITA TERPOPULER: Hamil Duluan, Alasan Nadia Christina Mau Dikawini Alfath Fathier Yang Baru Kenal 3 Bulan | Gisel Dituding Berhubungan Badan Dengan Nobu Lebih Dari 5 Kali, Gading Marten Disebut Dekat Dengan Sosok Ini

PMI pun membatasi hanya pendonor bergejala sedang sampai kritis yang diterima.

"Dan waktunya 3-4 bulan, karena antibodi dalam kadar maksimal stabil selama 3-4 bulan," ungkapnya.

Waktu pemberian plasma

Selanjutnya, dr Monica ini juga menjelaskan kalau masyarakat ini sering kali salah kaprah terkait waktu pemberian plasma.

Kebanyakan saat pasien mulai kritis barulah mencari.

Padahal terapi ini sangat dianjurkan diberikan di awal pengobatan.

Baca Juga: Rakyat Jelata yang Kesulitan Dapat Akses Faskes Cuma Bisa Iri, Maia Estianty Langsung Kirim Nakes dan Obat-obatan untuk Al Ghazali Ketika Terkonfirmasi Positif Covid: Ngebut Kayak Ferrari!

"Terapi plasma konvalesen atau TPK itu diberikan terutama pada pasien stadium Covid-19 Sedang.

"Pedomannya seperti apa? Kalau nafasnya sudah mulai sesak, susah idungnya mampet napas nggak enak itu udah lebih dari 20 kali per menit itu udah merupakan salah satu indikasi mendapatkan plasma," ujarnya.

Kemudian, suhu tubuh tinggi yang tak kunjung turun seta pasien memiliki komorbid kencing manis, darah tinggi ataupun obesitas.

Ilustrasi pasien covid-19
Freepik.com

Ilustrasi pasien covid-19

"Lebih baik dini, kapan? satu minggu pertama kalau demam, paling telat 3 hari sejak nafas, saat merasa tidak enak atau sesak," kata dia.

Ia juga mengungkapkan saat pasien kritis baru diberikan plasma ini maka organ vital seperti paru-paru, jantung, dan lainnya telah rusak karena Covid-19.

Baca Juga: Selama Ini Jarang Ditampilkan ke Publik, Krisdayanti Tiba-tiba Kabarkan Berita Duka di Akun Instagramnya, Istri Raul Lemos Ini Merasa Kehilangan Sosok yang Begitu Berarti dalam Hidupnya

"Karena prinsipnya antibodi dari plasma ini untuk membasmi virusnya bukan memperbaiki organ yang rusak.

"Jadi kalau dikasih saat kritis ya virusnya hilang oleh antibodi di dalam plasma tapi organ yang rusak akan bisa kembali," terangnya.

Baca Juga: Model Seksi Ini Akhirnya Jujur Soal Hubungan Badan di Penjara dengan Gembong Narkoba: Aku Cerita ya

Source :Tribunnews.com

Topic :Covid-19

Editor : Suar

Baca Lainnya





PROMOTED CONTENT

Latest

Popular

Hot Topic

Tag Popular

x