Suar.ID - Ogah Dijebloskan ke Penjara, Para Anggota Cakrabirawa Lebih Pilih Tinggalkan Indonesia dan Hidup Bertani sebagai Warga Negara Thailand Sampai Ajal Menjemput.
Zaman dahulu, anggota Cakrabirawa/Tjakrabirawa sangat terkenal dan dihormati.
Pasalnya, pasukan tersebut mempunyai tugas berat semasa bekerja, yaitu menjaga Presiden Soekarno.
Namun setelah purna tugas, kehidupan mereka jauh dari kata indah.
Pada 28 Maret 1966 di lapangan Markas Besar Direktorat Polisi Militer Jalan Merdeka Timur, Jakarta, pasukan pengawal Presiden Soekarno, Tjakrabirawa, secara resmi dibubarkan.
Tugas pengaman bagi Presiden Soekarno kemudian diberikan kepada Batalyon Para Pomad yang dikomandani oleh Letkol CPM Norman Sasono.
Tapi dibubarkannya Tjakrabirawa melalui upacara serah terima itu ternyata tidak “seindah” yang dibayangkan.
Biasanya jika ada resimen pasukan yang dilikuidasi, para anggotanya akan dikembalikan kepada satuannya masing-masing mengingat personel Tjakrabirawa berasal dari satuan AD, AL, AU, dan kepolisian.
Namun, yang justru terjadi kepada para personel Tjakrabirawa adalah malapetaka.
Hal ini karena semua personelnya dianggap terlibat dalam Gerakan 30 September.
Maka yang terjadi setelah Tjakrabirawa dibubarkan, para personelnya diburu dan ditangkap oleh TNI AD.
Kemudian, mereka akan diinterogasi, disiksa, dan dipenjara tanpa perikemanusiaan.
Personel Tjakrabirawa yang dianggap telah melakukan pelanggaran berat seperti terlibat penculikan dan pembunuhan para jenderal TNI AD umumnya langsung dieksekusi.
Mereka pun menyadari bahwa jika sampai ditangkap tim pemburu, akan mendapatkan siksaaan berat saat diinterogasi.
Maka, banyak mantan personel Tjakrabirawa berusaha melarikan diri tanpa jejak.
Sebagai anggota militer dari kesatuan yang terbaik, cara melarikan diri para anggota mantan Tjakrabirawa itu juga tidak sembarangan.
Beberapa orang bahkan menyusun strategi supaya bisa melarikan diri secara terencana.
Hal ini demi sampai di tempat pelarian yang dituju dan mereka tetap bisa survive.
Salah satu “rombongan” mantan personel Tjakrabirawa, berkat bantuan pejabat tertentu yang pro-Soekarno, bisa lari sampai Thailand secara legal.
Bahkan, mereka kemudian bisa menjadi warga Thailand!
Agar pelarian di Thailand tidak menimbulkan masalah dan sekaligus tidak kebingungan mencari pekerjaan serta tetap bisa makan, pada awalnya para mantan anggota Tjakrabirawa banyak yang menjadi menjadi biksu.
Sedangkan anggota lainnya, banyak yang langsung membuka lahan di hutan.
Kebetulan pada 1970-an, untuk mengolah lahan di hutan-hutan Thailand tidak dipungut biaya.
Lebih dari itu, lahan dibuka dan diolah pun bisa menjadi milik para pengolahnya.
Umumnya, para mantan Tjakrabirawa saat ini, terutama yang masih hidup, telah menjadi petani sukses dan memiliki lahan luas.
Para mantan anggota Tjakrabirawa di Thailand pun menikah dengan warga setempat dan menjadi warga negara resmi.
Salah satu ciri yang bisa ditandai pada mantan personel Tjakrabirawa adalah memiliki kebiasaan berburu di hutan dan dikenal sangat mahir menembak.
Jika bertemu orang Indonesia yang sedang ke Thailand, mereka sangat merahasiakan jati diri sebagai mantan Tjakrabirawa.
Meskipun kadang-kadang, terutama yang berasal dari Jawa Tengah, sangat ingin berbahasa Jawa ketika bertemu turis Indonesia yang sedang berkunjung ke Thailand.
Selayaknya para prajurit yang pernah di satuan elit Paspampres, dalam waktu tertentu mereka berkumpul dan kadang-kadang membahas perkembangan kehidupan sosial-politik di Indonesia.
Sejumlah mantan anggota Tjakrabirawa yang tersebar di Thailand karena usia lanjut telah meninggal.
Namun kendati suasana Indonesia telah berubah, para mantan personel Tjakrabirawa di Thailand ternyata memiliki satu prinsip, “tidak akan pernah pulang lagi ke Indonesia”.
Alasannya hanya satu, mereka yakin pasti akan ditangkap, dinterogasi, dan dijebloskan ke penjara.