Suar.ID-Bulan Maret lalu ramai desa pemborong mobil di Tuban, yang mendadak warganya menjadi kaya raya sampai bisa memborong mobil lebih dari satu.
Kini, ada desa yang rakyatnya mendapat rejeki nomplok serupa.
Inilah Desa Kalekomara, Kecamatan Polongbangkeng Utara, Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan.
Warga kampung mendadak kaya raya karena menerima ganti rugi pembebasan lahan proyek bendungan.
Namun, tanggapan warga tidak seperti para warga desa Sumurgeneng, Tuban.
Ada beberapa fakta menarik pula dari pembebasan lahan satu ini.
Dilansir dari Kompas.com, awalnya 100 hektar tanah dihargai Rp 3.500 per meter saja.
Masyarakat pun protes karena menganggap harga sangat merugikan dan tidak adil.
Akibatnya malah lima warga ditangkap dan harus menjalani hukuman.
Sementara itu warga lainnya menempuh jalur hukum dikarenakan menilai pembayaran tahap ketiga tidak adil.
Unjuk rasa juga beberapa kali digelar di kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan kantor Pengadilan Negeri (PN) yang mengakibatkan kedua gedung itu rusak.
Warga yang memperjuangkan haknya pun ditangkap lagi.
"Pembayaran tahap pertama hanya dibayar dengan harga Rp 3.500 permeter dan kami harus berdarah-darah untuk mendapat perbaikan harga. Lima warga kami ditangkap dan menjalani hukuman saat melakukan unjuk rasa dan saya secara pribadi menganggap bahwa media sosial terlalu berlebih-lebihan faktanya hanya beberapa orang warga yang menerima miliaran pada pembayaran tahap kedua ini," kata Parawansyah (27), warga yang dikonfirmasi langsung Kompas.com, Kamis (27/5/2021).
BPN juga membenarkan jika warga awalnya hanya menerima Rp 3.500 per meter.
"Pembayaran tahap pertama seluas 100 hektar memang telah dibayarkan dengan nilai Rp 3.500, Rp 5.000 dan ada juga Rp 8.000 per meter tergantung letak strategis lahan yang dibebaskan. Namun pada pembayaran tahap kedua ini harga telah naik menjadi Rp 100.000 dan harga terendah yakni Rp 18.000 per meter," kata Kepala BPN Kabupaten Takalar Muhammad Naim yang dikonfirmasi langsung Kompas.com pada Kamis (27/5/2021).
Meskipun bakal mendapatkan durian runtuh, tapi ratusan miliar pembayaran tahap ketiga untuk lahan seluas 269 meter juga belum dibayarkan.
Sementara warga juga sudah ada yang melakukan gugatan hukum karena menilai pembayaran tidak adil.
"Lahan saya seluas 4 hektar lebih hanya dibayar Rp 18. 000 per meter, padahal berdasar sertifikat sementara yang di sampingnya yang hanya berdasar STTP (surat pajak) itu dinilai dengan harga Rp 25.000 per meter. Ini kan tidak adil sebab dalam aturan yang berdasar sertifikat yang lebih mahal dan saya telah melakukan gugatan di Pengadilan dengan nomor W.22-U.16/607/HPDT/IV/2021" kata H Jamaluddin, seorang warga, Kamis (27/5/2021).
BPN sendiri masih menunggu hasil keputusan pengadilan gugatan salah seorang warga ini.
"Memang ada salah seorang warga yang menggugat dan sementara ini kami masih menunggu hasil putusan Mahkamah Agung karena gugatannya sudah pada tingkat kasasi," ujar Muhammad Naim.
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini