Suar.ID -Anggota Majelis Tinggi Partai Demokrat Syarief Hasan mengingatkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk berhati-hati dalam mengambil setiap keputusan.
Hal tersebut disampaikan Syarief menanggapi putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta yang menyatakan Presiden Joko Widodo dan Menteri Komunikasi dan Informatika melakukan perbuatan melawan hukum terkait pemblokiran atau pelambatan koneksi internet di Papua pada 2019.
"Pemerintah harus lebih berhati-hati mengambil keputusan, apalagi kalau hal yang berpengaruh langsung kepada rakyat," ujar Syarief saat dihubungi Tribunews.com di Jakarta, Kamis (4/6/2020).
Menurutnya, keputusan pemerintah yang kerap digugat dan dinyatakan kalah oleh lembaga hukum, dapat menggerus tingkat kepercayaan masyarakat terhadap Presiden dan jajarannya.
"Kalau berulang kembali, kepercayaan rakyat semakin menurun, kalau itu yang terjadi, kinerja pemerintah semakin tidak efektif," kata Wakil Ketua MPR itu.
Diketahui, PTUN menyatakan Presiden Jokowi dan Menkominfo melakukan perbuatan melawan hukum terkait pemblokiran atau pelambatan koneksi internet di Papua pada 2019.
Sidang pembacaan putusan digelar di PTUN Jakarta, pada Rabu (3/6/2020).
"Mengabulkan gugatan para tergugat untuk seluruhnya."
"Menyatakan perbuatan para tergugat adalah perbuatan melanggar hukum oleh badan dan atau pemerintahan," kata Hakim PTUN, saat membacakan putusan, Rabu (3/6/2020).
Kebebasan internet warga Papua dan Papua Barat dibatasi dengan dalih meredam hoaks, sejak 19 Agustus 2019.
Semula, pemerintah melakukan throttling atau pelambatan akses/bandwidth di beberapa daerah.
Tindakan itu dikabarkan hanya melalui siaran pers.
Pelambatan akses internet berlanjut hingga pemutusan akses internet secara menyeluruh di Papua dan Papua Barat, pada 21 Agustus 2019.
Kebijakan pemblokiran internet di Papua dan Papua Barat pada Agustus 2019 digugat SAFEnet Indonesia dan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) dan terdaftar di PTUN dengan nomor 230/6/2019/PTUN-Jakarta.
Sebagai tergugat Menkominfo dan Presiden Joko Widodo.
Pada putusan itu, hakim memerintahkan pemerintah untuk tidak mengulangi perbuatan tersebut.
"Menghukum para tergugat menghentikan dan tidak mengulangi seluruh perbuatan dan/atau tindakan pelambatan dan/atau pemutusan akses internet di seluruh wilayah Indonesia," tuturnya.
Selain itu, pemerintah diwajibkan memuat permintaan maaf atas kebijakan tersebut secara terbuka di tiga media massa, enam stasiun televisi nasional, tiga stasiun radio selama sepekan.
Ini wajib dilakukan maksimal sebulan setelah putusan.
Permintaan maaf kepada seluruh pekerja pers dan enam stasiun televisi, Metro TV, RCTI, SCTV, TV ONE, TRANS TV dan Kompas TV, maksimal satu bulan setelah putusan. Kemudian tiga stasiun radio, Elshinta, KBR, dan RRI selama satu minggu.
"Dengan redaksi sebagai berikut, Kami Pemerintah Republik Indonesia dengan ini menyatakan: 'Meminta Maaf kepada Seluruh Pekerja Pers dan Warga Negara Indonesia atas tindakan Kami yang tidak profesional dalam melakukan pemblokiran layanan data untuk wilayah Papua dan Papua Barat," bunyi amar putusan.
(Tribunnews)