Suar.ID -Warga Buton Tengah Sulawesi Tenggara sempat dihebohkan dengan sebuah kejadian ditemukannya 2 balita dalam keadaan terluka.
Kejadian memilukan tersebut terjadi pada bulan Februari 2020 lalu.
Bahkan yang lebih mengenaskan lagi salah satu balita tadi ditemukan dalam keadaan tak bernyawa.
Si ibu bernama Mulfia (23) lah yang tega menyakiti kedua buah hatinya.
Menikah di usia muda, Mulfia mengalami banyak perubahan hingga tega menyakiti sang buah hati.
Mulfia sebelumnya dikenal sebagai gadis periang.
Namun perangainya berubah sejak ia melahirkan anak keduanya.
Mulfia diketahui menikah muda saat baru berusia 17 tahun.
Ibu muda berusia 23 tahun ini menjadi perbincangan setelah tega menyakiti kedua anaknya yang baru berusia satu tahun dan empat bulan.
Bahkan bayi Mulfia yang baru berusia empat bulan harus meregang nyawa di tangan sang ibu.
Sedangkan si sulung mendapat luka sayat di bagian lehernya.
Sepulang dari melaut pada Selasa (25/2/2020), sang suami, Haris (24), menemukan anak sulung mereka, Alfin, dalam kondisi tersayat di bagian leher, sementara si bungsu Askaira, tewas terendam di bak mandi.
"Mulfia hanya tertunduk diam seperti tidak terjadi apa-apa," kata Hardin (37), saudara Mulfia kepada BBC Indonesia.
Hardin yang pertama kali mendapati situasi tersebut, langsung meminta Haris kembali dari laut.
Alfian ditemukan terbaring di atas ranjang dalam kondisi menangis dengan luka sayat di bagian belakang leher. Sementara Askaira di dalam ayunan sarung dalam kondisi tubuh basah tak bernyawa.
Berubah setelah melahirkan
Sebelum menikah di usia 17 pada 2014 lalu, Mulfia dikenal sebagai seorang gadis yang periang dan senang bersosialisasi.
Ia mengandung dan melahirkan anak pertama di tahun ke-4 pernikahan dan, selang setahun kemudian, melahirkan anak kedua.
"Setelah kelahiran anak pertama sudah terlihat [perubahannya]. Suka marah, membentak seperti kerasukan. Pada saat itu mendapat pengobatan kampung dan mulai pulih. [Setelah] melahirkan anak kedua kambuh lagi," ungkap Hardin.
Perubahan sikap Mulfia juga ditandai dengan keengganannya memberi makan atau susu untuk anaknya.
Sebagian kerabat dan tetangga menyangka perubahan sikap yang Mulfia kerap tunjukkan sebagai akibat "kerasukan" dan memutuskan untuk memanggil dukun setempat untuk memberikan pengobatan tradisional.
Setelah menikah dan melahirkan, sepanjang hari Mulfiah hanya tinggal di rumah bersama kedua anak mereka dan kerap ditemani ibu mertua membantu menjaga anak.
Sementara Haris, suaminya, pergi melaut sejak siang hingga malam hari.
Satu minggu sebelum peristiwa nahas terjadi, kerabat Mulfia datang menemani karena khawatir.
Tapi Mulfia melakukan sesuatu yang membuat orang-orang makin khawatir.
Saat itu bayi Mulfia dibaringkan di atas kakinya yang terjulur. Tapi ia mendadak melebarkan kedua kakinya hingga anaknya terjatuh setelah ia berselisih pendapat dengan orang di sekitarnya.
Beberapa hari kemudian, Mulfia sekeluarga ditempatkan di rumah kosong, setelah seminggu mereka ditampung sementara di rumah kakak Mulfia.
Tindakan itu dilakukan untuk mencoba menenangkan Mulfia.
Namun ternyata keputusan itu berakhir celaka.
Gangguan mental pasca melahirkan
Dugaan pembunuhan bayi berusia 4 bulan oleh ibunya, Mulfia, ditangani Polres Baubau, yang kemudian mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan menyusul rekomendasi Rumah Sakit Jiwa Kendari yang menyatakan Mulfia mengalami gangguan kejiwaan.
Psikolog Universitas Muhammadiyah Buton (UMB) Ria Safaria memperkirakan 50%-80% perempuan mengalami depresi pasca melahirkan. Kelelahan dan perubahan hormon menjadi penyebab utamanya.
Ia menjelaskan, seorang ibu baru dikatakan mengalami sindrom baby blues jika menangis terus menerus selama 14 hari tanpa kontrol jelas dan tidak bisa menjalankan fungsinya sebagai ibu secara alami.
Namun, jika situasi itu terus berlangsung selama lebih dari 14 hari, lanjutnya, maka ia diperkirakan mengalami depresi pasca melahirkan.
"Gejalanya memang hampir sama, hanya frekuensi dan durasinya yang membedakan. Kalau depresi pasca melahirkan itu lebih berat dan terasa sekali. Kalau baby blues syndromme wajar dan ringan," kata Ria.
Ria menyebut lingkungan di sekitar ibu sangat menentukan.
Dukungan suami dan orang-orang terdekat sangat penting, yang artinya, tak adanya dukungan juga dapat memperburuk kondisi mental ibu.
Jarak melahirkan yang terlalu dekat juga sangat menguras tenaga dan pikiran si ibu.
Ria menyebutkan rendahnya kesadaran akan akibat negatif perkawinan di usia dini mendorong berbagai masalah yang akhirnya ditanggung oleh perempuan.
"Orang banyak menyalahartikan bahwa menikah ya sudah yang penting kamu sudah menikah, berhubungan badan halal punya anak. Ya sudah urus [anak].
"Jadi seorang ibu tidak mudah, dia harus siap dengan kondisinya. Hormon juga memengaruhi. Jadi baby blues itu juga bisa memengaruhi ketika ibunya berusia dini."Peran pemerintah untuk pemulihan
LSM APPAK (Lembaga Swadaya Masyarakat Aliansi Peduli Perempuan dan Anak) di Pulau Buton menyebut kurangnya perhatian pemerintah terhadap isu kekerasan terhadap anak dan perempuan tercermin dalam anggaran daerah.
Menurut Sri Nurmala dari APPAK, pemerintah setempat tidak menyiapkan anggaran untuk program pemulihan korban kekerasan baik mental dan fisik, meski sudah diamanatkan dalam Undang-undang Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA).
"Mulfia merupakan korban dari ketidakpedulian kita, ketidakpedulian pemerintah," katanya.
Sementara itu, Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kota Baubau Wa Ode Soraya menyatakan dinasnya sudah memiliki mekanisme untuk menangani kasus-kasus kekerasan dalam rumah tangga.
"Untuk pemulihan korban, DP3A Kota Baubau mempunyai satgas sebanyak enam orang. Mekanismenya [perlu] ada laporan baik korban atau keluarganya. Satgas akan menjangkau," katanya.
Ia menambahkan psikolog juga dilibatkan dalam program pemulihan korban.
Artikel ini telah tayang di Tribunnewsmaker.com dengan judul "Kasus Mulfia yang Tega Bunuh Bayinya, Nikah di Usia 17 Tahun, Gangguan Mental Setelah Melahirkan".