Itu artinya, masyarakat hanya akan mengetahui program apa saja yang akan dikerjakan Pemprov DKI Jakarta setelah pembahasan selesai.
Tak ada ruang untuk mengkritik dan memberi masukan.
Selain soal transparansi anggaran, Anies juga berbicara tentang sistem e-budgeting itu sendiri.
Menurut Anies, sistem digital ini tidak 'smart' karena masih mengandalkan penelusuran manual untuk pemeriksaannya.
Dia juga mengkritik soal rancangan yang terlalu detail sampai satuan ketiga.
Dia memberi contoh program pentas musik dengan nilai anggaran Rp 100 juta.
Dalam sistem e-budgeting, anggaran tersebut harus diturunkan dalam bentuk komponen.
Menurut dia, rancangan anggarannya tidak perlu detail sampai pada satuan ketiga terlebih dahulu karena itu yang akan dibahas bersama DPRD DKI.
"Sehingga setiap tahun, staf itu banyak yang memasukkan, yang penting masuk angka Rp 100 juta dulu. Toh nanti yang penting dibahas," ujar Anies.
Dengan kata lain, KUA-PPAS diserahkan ke DPRD DKI secara gelondongan.