Beda Dengan Era Ahok Kini Anggaran Pemprov DKI Jakarta Tak Bisa Diakses Publik, Begini Alasan Anies Baswedan

Kamis, 31 Oktober 2019 | 15:02
Kompas TV

Anies dan Ahok saat debat calon Gubernur Jakarta.

Suar.ID -Sistem penganggaran Pemerintah Provinsi DKI Jakarta pernah meraih penghargaan sebagai salah satu inovasi perencanaan terbaik di Indonesia.

Pada April 2017, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) memberikan Pemerintah Provinsi DKI Jakartapenghargaan tersebut.

Inovasi perencanaan yang meraih penghargaan adalah sistem penganggaran dengan e-budgeting, e-planning, e-musrenbang, dan e-komponen.

Dilansir dari Kompas.com pada Kamis (31/10/2019), sistem ini diperkenalkan di DKI Jakarta ketika Joko Widodo dan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) menjabat sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur.

Baca Juga: Setelah Viral Rancangan Anggaran Lem Aibon Rp 82,8 Miliar di Pemprov DKI Kini Muncul Rancangan Anggaran Beli Pulpen yang Jumlahnya Lebih Mengagetkan, Pria Ini pun Langsung Geram

Sistem tersebutjuga digunakan di Jakarta saat Ahok menjadi gubernur.

Adapun dengan e-budgeting ini, semua perencanaan penganggaran, diinput secara digital ke dalam sistem.

Setiap perubahan angka yang terjadi akan terekam, lengkap dengan informasi identitas pengubahnya.

Siapa saja yang melakukan mark up anggaran pasti dapat diketahui identitasnya.

Baca Juga: Anies Baswedan 'Ngamuk' saat Lihat Anggaran Beli Bolpoin 635 Miliar dan Tinta 407 Miliar, Begini Komentarnya yang Menohok

Sistem e-budgeting di DKI Jakarta juga membuat perencanaan anggaran masuk ke detail komponennya sejak awal.

Detail yang dimaksud sering disebut dengan satuan ketiga.

Katakanlah ada sebuah program pelaksanaan festival musik tahun baru yang dimasukkan dalam sistem e-budgeting itu.

Anggaran untuk program itu tidak bisa hanya ditulis totalnya, misalnya Rp 100 juta, tetapi harus lengkap dengan komponen atau satuan ketiganya, seperti biaya panggung, lampu, dan pengisi acara.

Dengan begitu, anggaran sebuah program bisa diukur wajar atau tidaknya.

Pada 2017, jelang akhir masa jabatan Djarot Saiful Hidayat sebagai Gubernur, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyampaikan apresiasinya terhadap sistem ini.

Pimpinan KPK yang datang ke Balai Kota saat itu, Basaria Pandjaitan, berharap sistem ini terus digunakan pada periode selanjutnya dalam kepemimpinan Anies Baswedan-Sandiaga Uno.

Baca Juga: Kocak! Akibat Anggarannya di DKI Jakarta Mencapai Rp 82 Miliar, Pencarian Lem Aibon Meledak di Google, Begini Datanya

Transparansi anggaran

Salah satu nilai plus sistem ini, masyarakat bisa melihat prosesnya melalui situs apbd.jakarta.go.id.

Lewat situs tersebut, perencanaan anggaran bisa dilihat oleh publik sejak tahap perencanaan.

Setiap tahun, berbagai anggaran aneh terungkap.

Baca Juga: Jangan Sok-Sokan Jadi Koboi di Jalanan, Perhatikan 12 Jenis Pelanggaran Ini agar Kamu Tak Ditilang Polisi saat Operasi Zebra Jaya Nanti

Sebut saja anggaran ratusan juta rupiah untuk revitalisasi kolam air mancur di Gedung DPRD DKI Jakarta yang masuk ke perencanaan anggaran 2 tahun berturut-turut, pada 2017 dan 2018.

Anggaran itu pun dicoret dua kali selama pembahasan karena derasnya protes warga Jakarta.

Dan itu baru satu saja.

Beberapa program lain yang anggarannya tak wajarhingga akhirnya menjadi viral, akhirnya dibatalkan.

Baca Juga: Polisi Akan Adakan 'Operasi Patuh Jaya 2019': Catat, Inilah Beberapa Pelanggaran yang akan Diincar Kepolisian

Anggaran itu bisa diawasi karena Pemprov DKI Jakarta telah mengunggah rancangan anggaran yang bernama Kebijakan Umum Anggaran-Plafon Prioritas Anggaran Sementara (KUA-PPAS) ke dalam situs APBD tersebut.

Untuk lebih memahami ini, ada baiknya mengetahui alur penganggaran secara umum.

KUA-PPAS berisi rancangan program hasil musrenbang di tingkat masing-masing kota dan kabupaten di Jakarta.

KUA-PPAS disusun oleh Tim Anggaran Pemerintah Daerah yang isinya berasal dari eksekutif atau dalam hal ini Pemprov DKI Jakarta.

Baca Juga: Pemprov DKI Jakarta Mengajukan Anggaran untuk Formula E yang Mencapai Rp 1,6 Triliun

Pada 2016, 2017, dan 2018, draft KUA-PPAS yang berada dalam tahapan ini langsung diunggah di situs apbd.jakarta.go.id.

Setelah KUA-PPAS selesai disusun dan diserahkan ke DPRD DKI Jakarta, pembahasan pun dilakukan.

Rancangan anggaran yang disusun sebelumnya pun masih sangat mungkin berubah, mengikuti dinamika dalam rapat anggaran antara eksekutif dan legislatif itu.

Program yang anggarannya dinilai terlalu besar bisa dikurangi, sedangkan yang dinilai tak perlu juga bisa dicoret.

Baca Juga: PKL Dibolehkan Berjualan di Trotoar, Anies Baswedan: Kita Ingin Jakarta Dibangun dengan Prinsip Keadilan

Setelah pembahasan KUA-PPAS selesai, dibuat semacam Memorandum of Understanding (MoU) antara Gubernur dan Ketua DPRD.

Kesimpulan pembahasan ini biasanya berupa, berapa total APBD pada tahun berikutnya, nilai belanja, dan pendapatannya.

Dalam tahap ini, KUA-PPAS setelah pembahasan, biasanya akan diunggah kembali ke situs apbd.jakarta.go.id.

Dengan begitu, masyarakatdapat membandingkan seperti apa rencana anggaran sebelum dan sesudah dibahas dengan DPRD.

Baca Juga: Leonardo DiCaprio Soroti Kondisi Sampah di Bantar Gebang, Tanggapan Anies Baswedan: Semua Orang Tahu

Pembahasan anggaran akan dilanjutkan dengan pembahasan Rancangan APBD (RAPBD).

Draft RAPBD yang telah disahkan bersama DPRD DKI juga akan diunggah ke dalam situs.

Selanjutnya RAPBD yang sudah disahkan menjadi APBD itu akan dikirim ke Kementerian Dalam Negeri untuk dievaluasi.

Nantinya, hasil evaluasi akan diunggah kembali.

Baca Juga: Anies Baswedan akan Membuat Trotoar Khusus PKL yang Terinspirasi dari Kota New York

Ada yang berbeda di tahun ini

Sampai dengan tahun 2018, semua draft di setiap tahapan penganggaran itu masih rutin diunggah satu per satu ke dalam situs apbd.jakarta.go.id.

Situasinya mulai berbeda untuk anggaran tahun 2019.

Dalam situs yang diakses pada Rabu (30/10/2019) malam, draft yang diinput ke dalam situs adalah RKPD, KUA-PPAS hasil pembahasan bersama DPRD DKI, APBD, dan APBD Perubahan.

Baca Juga: PKL akan Kembali Berjualan di Trotoar DKI Jakarta? Anies Baswedan: Trotoar Bisa Multifungsi

Tidak ada draft KUA-PPAS versi sebelum pembahasan DPRD DKI Jakarta.

Rancangan anggaran untuk tahun 2020 lebih parah lagi.

Tidak ada satu pun rencana anggaran untuk tahun 2020 yang diunggah ke dalam situs tersebut.

Padahal, saat ini Pemprov dan DPRD DKI Jakarta sedang melakukan pembahasan KUA-PPAS.

Baca Juga: Ada Kejadian Unik ketika Jokowi Umumkan Ibu Kota Baru: Anies Baswedan Mau Cabut dari Ruangan tapi Diprotes, Gesturnya Setelah Itu Curi Perhatian

Perbedaan ini juga dibenarkan oleh Ketua Fraksi PDI-P DPRD DKI Jakarta, Gembong Warsono.

Adapun Gembong merupakan salah satu anggota Dewan yang mengikuti pembahasan anggaran para periode pemerintahan sebelumnya dan sekarang.

"Sekarang Pak Anies merasa karena belum ada pembahasan dengan DPRD, maka info itu tidak disampaikan ke publik," kata Gembong ketika dihubungi Kompas.com.

Ternyata, ini memang merupakan keinginan Anies Baswedan.

Baca Juga: Pijit Jidat, Reaksi Anies Baswedan saat Presiden Jokowi Umumkan Pemindahan Ibu Kota dari Jakarta ke Kalimantan Timur Jadi Sorotan

Anies mengaku khawatir draft KUA-PPAS yang belum disepakati dengan DPRD DKI hanya akan menimbulkan kehebohan.

"Justru karena ada masalah-masalah seperti ini yang menimbulkan keramaian, padahal tidak akan dieksekusi," ujar Anies di Balai Kota, Jakarta, Rabu (30/10/2019).

Anies baru akan mengunggah draft tersebut setelah Pemprov DKI dan DPRD DKI menyelesaikan pembahasan anggaran.

Akhirnya, masyarakat hanya bisa mengetahui rencana anggaran yang tak wajar dari anggota DPRD DKI Jakarta.

Fraksi Partai Solidaritas Indonesia menjadi yang paling sering menyebarkannya.

Sebut saja anggaran lem Aibon sebesar Rp 82,8 miliar, bolpoin sebesar Rp 124 miliar, dan komputer sebesar Rp 121 miliar.

Baca Juga: Jakarta Terancam Kekeringan, Anies Baswedan Lakukan Antisipasi dengan Melakukan Pemetaan

Sistem yang disalahkan

Anies tidak ingin mengunggah rencana anggaran yang belum disahkan.

Itu artinya, masyarakat hanya akan mengetahui program apa saja yang akan dikerjakan Pemprov DKI Jakarta setelah pembahasan selesai.

Tak ada ruang untuk mengkritik dan memberi masukan.

Baca Juga: Jakarta Mati Listrik, Anies Baswedan: Jutaan Kulkas Tak Berfungsi, Jangan Mengonsumsi Makanan atau Minuman Basi

Selain soal transparansi anggaran, Anies juga berbicara tentang sistem e-budgeting itu sendiri.

Menurut Anies, sistem digital ini tidak 'smart' karena masih mengandalkan penelusuran manual untuk pemeriksaannya.

Dia juga mengkritik soal rancangan yang terlalu detail sampai satuan ketiga.

Dia memberi contoh program pentas musik dengan nilai anggaran Rp 100 juta.

Baca Juga: Gubernur Anies Baswedan Pakai Lidah Mertua Atasi Polusi Udara Jakarta, Ternyata Tanaman 'Galak' Ini Harganya Selangit dan Punya 11 Manfaat Lain

Dalam sistem e-budgeting, anggaran tersebut harus diturunkan dalam bentuk komponen.

Menurut dia, rancangan anggarannya tidak perlu detail sampai pada satuan ketiga terlebih dahulu karena itu yang akan dibahas bersama DPRD DKI.

"Sehingga setiap tahun, staf itu banyak yang memasukkan, yang penting masuk angka Rp 100 juta dulu. Toh nanti yang penting dibahas," ujar Anies.

Dengan kata lain, KUA-PPAS diserahkan ke DPRD DKI secara gelondongan.

Baca Juga: Inilah Asteria Fitriani, Sosok yang Ajak Turunkan Foto Presiden dan Suruh Pajang Foto Anies Baswedan di Sekolah-sekolah

"Itu dokumen ada, harus dicek manual, apakah panggung, mic, terlalu detail di level itu, ada beberapa yang mengerjakan dengan teledor (karena) toh diverifikasi dan dibahas," ujar Anies.

"Cara-cara seperti ini berlangsung setiap tahun. Setiap tahun muncul angka aneh-aneh," kata dia.

Anies pun memberi sinyal tidak akan terus menggunakan sistem ini.

Dia ingin memakai sistem yang bisa memberi notifikasi langsung ketika ada anggaran yang tak wajar.

"Ini tinggal dibuat algoritma saja, if item-nya itu jenisnya Aibon, harganya Rp 82 miliar (padahal) sebenarnya harganya kan enggak semahal itu. Harganya Rp 20.000 atau Rp 30.000, terus totalnya mencapai puluhan miliar, pasti ada salah. Harusnya ditolak itu sama sistem," kata Anies.

Baca Juga: Enggan Ngaku Gubernur Saat Pesan Ambulans Padahal Ibunya dalam Keadaan Darurat, Anies Baswedan Bikin Petugas Kaget!

Bagaimana pantau uang rakyat?

KUA-PPAS berisi rencana Pemprov DKI dalam menggunakan uang rakyat Jakarta.

Dengan demikian, Ketua Fraksi PDI-P DPRD DKI Jakarta, Gembong Warsono mengatakan sejatinya ini merupakan informasi publik.

Apalagi program yang diinput ke dalam sistem ini adalah hasil dari aspirasi masyarakat dalam musrenbang (musyawarah rencana pembangunan).

Baca Juga: Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan: 6 Meninggal dan 200 Luka-luka Akibat Bentrok dalam Aksi 22 Mei

Adapun musrenbang merupakan forum bagi masyarakat yang menyampaikan usulan program kepada pemerintah.

Usulan tersebut disesuaikan dengan permasalahan yang ada di wilayah setempat, misalnya meminta perbaikan jalan, pembangunan jembatan, sekolah, dan lainnya.

Beberapa usulan nantinya akan masuk ke rencana anggaran Pemprov DKI dan dikerjakan pada tahun berikutnya.

Musrenbang digelar di tiap kota dan kabupaten.

Baca Juga: Sosok Naufal Rosyid yang Jenazahnya Ditandu Anies Baswedan, Tak Malu Jadi Petugas Kebersihan Meski Masih Muda

"Maka, seharusnya hal itu dipublikasikan sejak perencanaan karena prosesnya ini dimulai dari musrenbang.

Masyarakat harus tahu apakah aspirasinya saat musrenbang masuk atau tidak ke rancangan anggaran," kata dia.

Tanpa publikasi lewat situs apbd.jakarta.go.id, masyarakat tidak bisa ikut memantau.

Tinggal terima jadi ketika perencanaan uang rakyat itu sudah disahkan.

Baca Juga: Ikut Berduka, Anies Baswedan Gotong Keranda Jenazah Petugas Penyapu Jalan yang Ditabrak Pengendara Motor

Ketika sudah disahkan, program dalam APBD bisa dikerjakan, termasuk yang anggarannya tidak wajar.

Kini harapannya tinggal ada di anggota Dewan, wakil rakyat yang memiliki akses untuk melihat penyusunan anggarannya.

Mampukah benar-benar mengawasi uang rakyat Jakarta?(Kompas.com/Jessi Carina)

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judulBeda Transparansi Anggaran Era Ahok dan Anies: Awalnya Bebas Diakses, Kini Harus Tunggu Sah Dulu

Editor : Moh. Habib Asyhad

Sumber : Kompas.com

Baca Lainnya