Suar.ID - Penemuam penjara pribadi Bupati Langkatnon aktif Terbit Rencana Perangin Angin ini memanglah sempat membuat satu Indonesia heboh.
Penjara pribadi ini diklaim sebagai fasilitas rehabilitasi yang digunakan untuk mengurung puluhan tahanan dalam kondisi yang tak layak.
Diketahui, penjara pribadi ini terletak di Desa Raja Tengah, Kecamatan Kuala, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara.
Bardasarkan temuan Komnas HAMIndonesia, fasilitas rehabilitasi ini menggunakan cara ekstrem untuk merehabilitasi para tahanannya.
Dilansir TribunMedan.com, fakta ini pun disampaikan oleh Komisioner Pemantauan dan Penyelidikan Komnas HAM, Choirul Anam pada Sabtu (29/1/2022).
Peganiayaan sistematis
Choirul sampaikan kalau ditemukan adanya dugaan penganiayaan yang dilakukan secara terstruktur dan sistematis.
Ia pun menjelaskan kalau ada lebih dari satu tahanan yang meninggal selama dikurung di penjara pribadi milik Terbit ini.
Baca Juga: Nasib Ironi Puluhan Tahanan Penjara Bupati Langkat, 1 WC untuk Puluhan Orang hingga Ibadah Dibatasi
"Cara merehabilitasi penuh dengan catatan kekerasan, kekerasan yang sampai hilangnya nyawa.
"Sehingga emang jika kalau ditanya yang meninggal berapa, pasti lebih dari satu," kata Komisioner Pemantauan dan Penyelidikan Komnas HAM, Choirul Anam, Sabtu (29/1/2022).
Ia juga menambahkan kalau pihak kepolisian juga menemukan temuan yang serupa.
Komnas HAM kini meminta agar polisi dan instansi terkait memberikan perlindungan pada saksi yang berani memberikan penjelasan.
"Kami mohon beberapa yang memberikan kesaksian kepada kami untuk diberikan perlindungan hukum agar mereka memberikan kesaksian lancar," ucap Choirul.
Dipaksa kerja 10 jam tanpa gaji
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Migrant CARE menemukan setidaknya ada 2 penjara pribadi milik Terbit.
Menurut pernyataan Migrant CARE, apa yang dilakukan oleh Terbit ini telah melanggar Undang-undang nomor 21 tahun 2007.
"Ada dua sel di dalam rumah Bupati yang digunakan untuk memenjarakan sebanyak 40 orang pekerja setelah mereka bekerja," ungkap Penanggung Jawab Migrant CARE, Anis Hidayah, melalui sambungan telepon genggam, Senin (24/1/2022).
Tak cuma dipenjara, para pekerja ini pun sering disiksa dan dihajar oleh orang-orang suruhan sang bupati.
"Para pekerja yang dipekerjakan di kebun kelapa sawitnya, sering menerima penyiksaan, dipukuli sampai lebam-lebam dan sebagian mengalami luka-luka," jelas Anis.
"Para pekerja tersebut dipekerjakan di kebun kelapa sawitnya selama 10 jam, dari jam 8 pagi sampai jam 6 sore," ujarnya.
Setelah bekerja, para pekerja sawit ini kembali dimasukkan ke dalam sel agar tak bisa pergi ke mana-mana.
Bahkan, para pekerja ini diberikan makanan yang tak layak untuk manusia dan bila ada yang berani tanya atau minta gaji akan dihajar.
"Setiap hari mereka hanya diberi makan 2 kali sehari.k
"Selama bekerja mereka tidak pernah menerima gaji," kata Anis.
Pihak Migrant CARE pun kini berharap Komnas HAM dapat mengambil sikap tegas.