Suar.ID -Baru-baru ini terdengar kabar bahwa Indonesia berminat membeli 48 pesawat jet tempur Rafale dari Perancis.
Kabar ini diberitakan oleh situs berita Perancis, La Tribune,17 Januari lalu.
Diberitakan olehLa Tribune, Selasa (21/1/2020), minat Pemerintah Indonesia kepada jet tempur Rafale diutarakan oleh Menteri Pertahanan, Prabowo Subianto saat melakukan kunjungan ke Perancis.
Menurut sumber internal La Tribune, pembelian iniakan diwujudkan dalam kesepakatan antar-pemerintah Perancis dan Indonesia, yang diharapkan bisa dicapai dalam waktu dekat.
Rafale adalah jet tempur multirole buatan Dassault Aviation.
Pesawat ini telah memiliki banyak pengalaman di medan perang, seperti di Afghanistan, Libya, Mali, Irak, dan Suriah.
Nama Rafale sendiri sudah didengung-dengungkan bakal diboyong ke Indonesia, sejalan dengan dipensiunkannya armada pesawat F-5E/F II Tiger milik TNI-AU, pada 2015 lalu.
Selain Rafale, kandidat pengganti F-5E/F II TNI AU antara lain adalah F-16 Block 60 dari Amerika Serikat, Su-35 dari Rusia, Eurofighter Typhoon dari konsorsium Eropa, serta Saab Gripen dari Swedia.
Dassault Rafale sendiri sudah beberapa kali mampir ke Indonesia di pangkalan udara Halim Perdanakusuma, Jakarta, seperti pada 2015 lalu.
Saat itu, Angkatan Udara Perancis sempat mendemonstrasikan kebolehan jet tempurnya di langit Halim Perdanakusuma.
Kemudian pada 2018, Rafale AU Perancis kembali singgah di Halim Perdanakusuma, bersamaan dengan pesawat angkut Airbus A400M yang kabarnya juga diminati oleh pemerintah RI.
Pada 2019, tujuh Rafale Angkatan Laut Perancis melakukan pendaratan darurat di Lanud Sultan Iskandar Muda, Aceh Besar, akibat cuaca buruk.
Selain pesawat jet tempur Rafale, La Tribune juga memberitakan pemerintah Indonesia tertarik membeli kapal selam Scorpene.
Baca Juga: Dikritik Tidak Punya Ketegasan Soal Natuna, Begini Respon Prabowo: Enggak Apa-apa!
Spesifikasi Jet Tempur Dassault Rafale
Melansir dari Dassault-Aviation, Dessault Rafale yang dirancang sebagai pesawat tempur yang berpangkalan di daratan maupun kapal induk.
Dassault Rafale didesain bersayap delta dipadukan dengan kanard (aeronautika) aktif terintegrasi untuk memaksimalkan kemampuan manuver zero gravity atau G (+9 G atau -3 G) untuk kestabilan terbang.
Bahkan Dessault Rafale (Squall) juga bisa bermanuver hingga 11 G dalam keadaan darurat, dengan laju kecepatan pendaratan hingga 115 knot.
Jet tempur Dessault Rafale disebut memiliki panjang 15 meter dengan tinggi 5 meter.
Penerbangan perdananya terjadi pada 1986 serta memiliki kecepatan maksimal 2.130 km per jam.
Rafale juga dilengkapi sistem bantuan-pertahanan terintegrasi bernama SPECTRA, yang bisa melindungi pesawat dari serangan udara maupun darat dengan memakai teknologi siluman virtual berbasis perangkat lunak.
Kemampuan ini pernah ditunjukkan dalam sebuah pertempuran di Libya, dimana Rafale dapat melaksanakan misi secara independen untuk menghancurkan alat Pertahanan Udara Musuh (SEAD).
Rafale dapat menggunakan beberapa sistem sensor pasif.
Sistem optik-listrik bagian-depan atau Optronique Secteur Frontal (OSF), dikembangkan oleh perusahaan Thales Group.
Sistem perlindungan diri elektronik SPECTRA memberi pesawat ini kemampuan untuk bertahan melawan ancaman dari udara maupun daratan.
Dari sisi elektronik, pesawat ini dilengkapi sistem Thales RBE2 berjenis passive electronically scanned array (PESA).
Oleh pabrikannya, Thales, alat ini dapat meningkatkan kewaspadaan terhadap jet tempur lainnya dan dapat mendeteksi secara cepat serta mampu melacak berbagai target dalam pertempuran jarak dekat.
Sebagai pelengkap, sistem radar juga dilengkapi RBE2 AA, berupa active electronically scanned array (AESA).
Alat ini memiliki kemampuan mendeteksi musuh hingga 200 km.
Radar ini diklaim sangat andal dalam mendeteksi lawan dan mengurangi perawatan dibandingkan jenis sebelumnya.
Mengutip dari militaryfactory, untuk menambah kemampuan supremasi udara, pabrikan juga memasang sejumlah sistem sensor pasif, yakni sistem optik-elektro berupa Optronique Secteur Frontal (OSF), yang terintegrasi dengan pesawat.
OSF ini bisa mendeteksi dan mengidentifikasi target-target udara.
Sementara, untuk mendukung penerbangan dipasang modular avionik terintegrasi (IMA), atau biasa dikenal MDPU (Modular Data Processing Unit).
IMA ini diklaim dapat membantu pilot selama operasi pertempuran berupa data analisis dari seluruh sistem sensor yang terpasang di dalam pesawat.
Selain menyerang musuh di udara, Rafale juga mampu menarget musuh-musuh di darat dengan peralatan mereka bernama alat intai Thales Optronics's Reco New Generation dan Damocles electro-optical.
Secara bersamaan, kedua alat ini memberikan informasi mengenai posisi target, membuka misi pengintaian dan telah terintegrasi dengan sistem IMA.
Rafale dilengkapi dua unit mesin Snecma M88, mesin ini membuat pesawat ini mampu melesat hingga 1,8 mach atau 1.912 km per jam dengan ketinggian puncak, dan ketinggian rendah 1,1 mach atau 1.390 km per jam.
Adapun soal persenjataan, peswat ini memiliki GIAT 30/719B cannon dengan 125 bulatan hingga rudal nuklir ASMP-A.
Melansir dari Aircraftcompare, harga satu pesawat ini mencapai US$ 115 juta atau setara dengan Rp 1,5 Triliun.
Sejauh ini negara yang sudah membeli pesawat Rafale adalah India, Libya, Inggris, dan Swiss.
Dassault Rafale, yang disebut sebagai satu-satunya pesawat tempur yang bisa menghindari sistem rudal S-200 milik Libya inidinilai lebih bagus dari pesawat tempur milik empat negara Eropa (Inggris, Jerman, Italia dan Spanyol) Eurofighter Thypoon.
Namun, ada beberapa kelemahan yang ada pada Rafale, salah satuya yaitu corong pengisian BBM (air refuelling probe) yang tidak dapat dilipat atau dimasukkan ke dalam body pesawat (non retractable probe).
Baca Juga: Kapal Asing Mulai Berani Masuk ke Natuna, Edhy Prabowo: Kita Sudah Lakukan Pengawasan
Corong BBM tersebut cukup mengganggu visual, yang tentu saja dapat mengganggu pandangan pilot di kokpit pesawat.
Non retractable probe yang terpasang 'tetap' tersebut dapat menciptakan large blind spot (titik buta yang besar) pada cockpit view.
Belum lagi ada anggapan non retractable probe akan menciptakan drag (hambatan) udara.
Meski secara visual tampak cacat, namun desain Rafale lebih murah biaya perawatannya karena lebih mudah untuk dibongkar pasang.
Sedangkan yang memakai moncong model retractable lebih mahal biaya perawatanya dan rawan macet.
Perancis sendiri menerapkan desain ini pada semua tipe jet tempur garis depan seperti Rafale, Mirage 2000 dan Mirage F1, mengusung model non retractable probe.