Suar.ID - ZA, pelajar asal Malang dikabarkan batal mendapat hukuman penjara seumur hidup lantaran membunuh begal.
Kasus ZA tersebut berawal saat ia dan sang kekasih dibegal sejumlah orang saat melintas di ladang tebu Desa Gondanglegi Kulon, Kecamatan Gondanglegi, Kabupaten Malang, Jawa Timur pada 8 September 2019 malam.
"ZA minggu malam sama pacarnya di areal tebu. Tiba-tiba didatangi oleh dua orang yang naik sepeda motor. Ceritanya mau dibegal," terang Kapolres Malang, AKBP Yade Setiawan Ujung seperti dikutip dari Tribunnews.com.
Melansir dari Kompas.com, seorang begal bernama Misnan, meminta barang berharga milik ZA dan kekasihnya.
Saat terjadi adu mulut ketika ZA mempertahankan motornya, Misnan mengatakan ia akan memperkosa kekasih ZA secara bergilir.
Merasa tidak terima, ZA mengambil pisau di jok motor dan menusuk Misnan.
"Terjadi perkelahian di situ, sama ZA ditusuk. Teman-teman yang lain lari dan ZA pulang ke rumah sampai kemudian kita tangkap," ujar AKBP Yade.
Jenazah Misnan ditemukan keesokan harinya pada 9 September 2019.
ZA terancam hukuman penjara seumur hidup setelah didakwa empat pasal berlapis.
Yakni Pasal 340 KUHP, Pasal 351 KUHP, Pasal 338 KUHP, dan Pasal 2 Ayat 1 UU Darurat No 12/1951.
Melansir dari Suryamalang.com, Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Malang memberikan klarifikasi dakwaan terhadap ZA.
Kasi Pidum Kejari, Sobrani Binzar memastikan bahwa tidak ada dakwaan seumur hidup terhadap ZA.
"Didakwa dengan dakwaan seumur hidup. Itu saya pastikan tidak ada," tegas Sobrani Binzar, Senin (20/1/2020).
Sobrani menegaskan, ZA dalam kasus ini sebagai anak yang berhadapan dengan hukum dan diproses melalui sistem peradilan anak.
Sementara itu, Sobrani mengatakan ancaman hukuman ZA berbeda dengan jatuhan hukuman orang dewasa.
"Dimana ancaman hukuman peradilan anak yang berhadapan hukum ini setengah dari orang dewasa," jelas Sobrani.
Sobrani mengaku ada pasal 340 KUHP tentang Pembunuhan Berencana dalam dakwaan terhadap ZA.
Namun, ancaman hukuman yang berlaku separuh untuk sistem peradilan pidana anak.
Hal itu sesuai dengan Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.
Pasal 340 KUHP memuat ancaman maksimal penjara seumur hidup, maka untuk peradilan apidana anak hanya berlaku setengahnya, yakni ancaman maksimalnya 10 tahun penjara.
Kuasa hukum ZA, Bhakti Riza mengungkapkan beberapa hal yang terjadi selama sidang agenda pembacaan tuntutan dari Jaksa Penuntut Umum yang telah usai pada Selasa (22/1/2020).
"Tadi JPU dalam persidangan membacakan tuntutan kepada ZA serta menjelaskan terkait dakwaan primer, subsider dan yang lebih subsider. Dimana JPU menyampaikan bahwa Pasal 340 dan Pasal 338 tidak terbukti di kasus ZA tersebut," ujarnya seperti dikutip dari TribunJatim.
"Namun pihak JPU ingin membuktikan Pasal 351 ayat 3 terkait penganiayaan yang menyebabkan hilangnya nyawa seseorang dengan ancaman hukuman pidana penjara tujuh tahun," sambung kuasa hukum ZA.
Ia menjelaskan oleh pihak JPU, ZA hanya dituntut satu tahun pembinaan di Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak (LKSA) Darul Aitam di Wajak, Kabupaten Malang.
"Meski begitu terkait apa yang disampaikan oleh JPU dalam persidangan, kita tetap akan menanggapi tuntutan jaksa tersebut. Kita tetap dalam pendirian bahwa Pasal 351 ayat 3 harus dihubungkan dengan Pasal 49 ayat 1 dan 2 terkait dengan unsur pembenar dan pemaaf," jelasnya.
Bhakti Riza juga mengaku unsur-unsur pada Pasal 351 ayat 3 itu adalah terjadi proses penganiayaan.
Menurutnya ada peristiwa pukul memukul atau hajar menghajar.
"Namun dalam BAP dari Polres Malang yang kita terima, peristiwa itu hanya terjadi proses penikaman saja. Sehingga kita tetap berencana mengajukan tanggapan atau pledoi terhadap Psal 351 ayat 3 yang disangkakan JPU kepada ZA," tandasnya.