Suar.ID - Hingga kini Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) Papua masih jadi masalah di Indonesia.
Pasalnya, KKB Papua ini masih sering membuat onar.
Dikutip Tribunnews.com, beberapa kali Satgas Namangkawi yang kini mendapatkan tugas memburu mereka juga melakukan kontak senjata dengan kelompok kriminal yang satu ini.
Kendati kini banyak anggotanya yang gugur dan juga tertangkap, KKB Papua pun masih saja terus melakukan serangan.
Bahkan di sejumlah kawasan pegunungan tengah Papua, KKB ini masih saja eksis dan terus meresahkan dikarenakan aksi mereka ini kerap menimbulkan jatuhnya korban jiwa dan benda.
Hingga kini masih ada beberapa kabupaten yang rawan dari aksi KKB Papua ini.
Mulai dari Puncak, Yahukimo, Nduga dan Intan Jaya.
Dilansir GridHot.ID, Satgas Nemangkawi yang dibentuk pemerintah untuk menani KKB sejak 2018 telah melakukan pemetaan kekuatan kelompok-kelompok yang umumnya memiliki persenjataan modern ini.
Setidaknya ada 5 kelompok besar yang telah dipetakan oleh Satgas Nemangkawi dengan para pemimpinnya.
Kelima kelompok besar ini antara lainLekagak Telenggen, Egianus Kogoya, Jhony Botak, Demianus Magai Yogi dan Sabinus Waker.
Kendati begitu, dari daftar kelompok yang ada ini ada 2 nama kelompok yang dianggap paling berbahaya.
"Kelompok Egianus dan Lekagak yang paling berbahaya. Kelompok Egianus ini anak muda semua, kalau kelompok Lekagak strukturnya lengkap," ujar Kepala Satgas Penegakan Hukum (Gakum) Nemangkawi, Kombes Faisal Ramadhani, di Jayapura, Rabu (18/8/2021).
Egianus Kogoya
Meski tak diketahui secara pasti, usia Egianus Kogoya ini tergolong masih muda dan diperkirakan masih berusia 20 tahunan.
Wilayah operasional kelompok Egianus berada di Kabupaten Nduga.
Beberapa lokasi yang kerap didatangai kelompok ini adalah Distrik Mbua, Mapanduma dan Keneyam.
Militasi Egianus Kogoya ini dikarenakan ia adalah anak dari Silas Kogoya yang juga merupakan tokoh gerakan Organisasi Papua Merdeka (OPM) yang telah meninggal dunia.
Tak seperti KKB lain yang kerap mendapatkan suplai senjata dari oknum-oknum tertentu, Egianus Kogoya ini malah tak pernah terdeteksi melakukan jual-beli senjata api.
Seluruh persenjataan kelompoknya ini didapat dari hasil rampasan aparat keamanan.
"Kalau Egianus memang dia maju di depan, dia senjatanya makin banyak karena dia banyak merebut senjata, kelompok ini jarang terdengar membeli," kata Faisal.
Salah satu senjata api yang dipegang kelompok Egianus ini adalah Minimi.
Sejata api Minimi ini mampu menembak secara otomatis dengan kecepatan hingga 1.000 butir peluru per menit.
Senjata ini juga pernah digunakan Egianus Kogoya ketika menghadang rombongan TNI di Danau Habema pada 23 Agustus 2018 dan mengakibatkan 2 anggota TNI gugur.
Tak cuma itu, sosok Egianus ini juga diakui Faisal sulit ditangkap atau dilumpuhkan karena dirinya sangat menguasai geografis daerahnya dan kelompok ini pun tak pernah keluar dari Kabupaten Nduga.
"Egianus tidak pernah keluar dari Nduga, bahkan pada 2019 saat beberapa KKB berkumpul di Tembagapura, hanya Egianus yang tidak datang," kata Faisal.
Lekagak Telenggen
Tak seperti Egianus Kogoya yang masih sangat muda, Lekagak Telenggen usianya diperkirakan sudah cukup berumur.
Menurut Faisal, kelebihan pemimpin KKB Yambi, Kabupaten Puncak ini adalah ia memimpin kelompok yang lebih terstruktur atau bisa dikatakan Lekagak ini lebih memiliki pengetahuan organisasi dan militerisme.
Jadi salah satu orang yang paling dicari aparat keamanan, Lekagak pun sangatlah sulit untuk ditangkap karena penjaganya yang berlapis.
"Beberapa kali penindakan, Lekagak lolos terus, dia memang dijaga, jadi kalau kami lakukan penindakan ternyata layernya banyak.
"Jadi, paling tidak 3 KM di depan dia sudah punya pengintai yang siap mengamankan Lekagak," kata Faisal.
Halin lain yang juga membedakan Lekagak dengan Egianus Kogoya ini adalah Lekagak ini tak pernah terlihat langsung dalam aksi kriminal bersenjata di Kabupaten puncak.
Sedangkan Egianus kerap turun langsung bersama pasukannya saat melakukan aksinya.
Di tahun 2019, Lekagak Telenggen ini dipastikan menjadi inisiator berkumpulnya beberapa KKB dari bebragai kabupaten untuk melakukan aksi di Tembagapura, Kabupaten Mimika yang merupakan operasional PT Freeport Indonesia.
Mengenai persenjataan sendiri, kelompok ini diperkirakan memeghang sekitar 70 senjata api dalam berbagai jenis.