Suar.ID -Pernyataan tegas disampaikan oleh Komisi Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (Kontras) terkait pelanggaran HAM di Indonesia.
Melalui salah satu penelitinya, Kontras menyatakan,kekerasan dan pelanggaran HAM yang dilakukan atau melibatkan anggota TNI atau tentara meningkat dalam setahun terakhir.
Dari ketiga matra, seperti dilaporkan Kompas.com pada Minggu (4/10), pelanggaran HAM yang melibatkan TNI Angkatan Darat disebut paling tinggi.
Baca Juga: Pasukan Militernya Mengerikan, Inilah Rahasia Kekuatan Angkatan Darat Israel yang Bikin Musuh Gentar
"Selama periode Oktober 2019 dan September 2020, Kontras mencatat ada 76 peristiwa kekerasan dan pelanggaran HAM yang dilakukan atau meibatkan anggota TNI," kata peneliti Kontras, Rivanlee Anandar lewat konferensi pers virtual dalam rangka peringatan HUT TNI ke-75.
"Angka ini meningkat dari sebelumnya ketika ulang tahun TNI yang ke 74 ada 58 peristiwa."
Tindak kekerasan tersebut berupa penembakan, intimidasi, penyiksaan, konflik agraria, perusakan.
Kemudian bentrokan dengan anggota polisi, tindakan tidak manuasiawi, kekerasan seksual, dan pembubaran paksa.
Diamengatakan, dari 76 peristiwa tersebut, paling banyak melibatkan TNI dari matra Angkatan Darat.
Menurut Rivan, hal itu terjadi lantaran matra Angkatan Darat banyak terlibat dalam pengamanan sipil sehingga tindak kekerasan pun terjadi.
Dari 76 tindak kekerasan yang dihimpun berbagai sumber itu, tercatat 100 orang luka-luka.
Sementara 43 orang tewas, empat orang ditangkap, dan delapan orang tak memiliki berkas pemeriksaan kasus secara fisik.
Rivan mengatakan, hal yang harus dilakukan ke depan yakni peningkatan pengawasan personel di masing-masing matra serta pengurangan porsi pelibatan TNI dalam ranah sipil.
Selain itu, perlu dilakukan reformasi peradilan militer, khususnya bagi tindak kekerasan yang memumculkan korban dari warga sipil.
"Peristiwa tindak kekerasan oleh TNI ini tidak dibarengi dengan tingkat pengawasan di antarsatuan tingkatan," ucap Rivan.
"Dan mengingat angka kekerasan oleh anggota TNI ini selalu tinggi di matra Angkatan Darat ketimbang di Angkatan Laut dan Udara, hal itu mengindikasikan ketika Angkatan Darat selalu diindikasikan dengan kegiatan ranah sipil justru melakukan tindakan intimidatif," kata dia.
Reaksi Kontras terkait penempatan eks Tim Mawar di Kemenhan
Tak hanya itu, Kontras juga menilai keputusan Presiden Joko Widodo menyetujui dua eks anggota tim mawar menjabat di Kementerian Pertahanan semakin menjauhkan supremasi sipil dari mandat reformasi.
"Kita sudah masuk ke dalam rezim militerisme semenjak Presiden memilih berbagai mantan jenderal TNI duduk di posisi-posisi strategis pada masa kepemimpinan Jokowi. Dengan ditambahnya eks tim mawar memperburuk situasi ini dan menjauhkan supremasi sipil dari mandat reformasi," ujar Koordinator Kontras Fatia Maulidiyanti kepada Kompas.com, Selasa (29/9/2020).
Tim Mawar merupakan Grup IV Komando Pasukan Khusus (Kopassus) TNI AD yang dipimpin Prabowo Subianto saat masih menjabat Komandan Kopassus.
Adapun dua eks tim mawar tersebut adalah Brigjen TNI Dadang Hendrayudha dan Brigjen TNI Yulius Selvanus.
Berdasarkan catatan Kontras, saat bergabung dengan tim mawar, keduanya yang saat itu masih berpangkat kapten melakukan operasi penculikan dan penghilangan paksa terhadap aktivis pada era Orde Baru.
Atas tindakannya itu, melalui Mahkamah Militer Tinggi (Mahmilti) II Jakarta, Yulius Selvanus dihukum 20 bulan penjara dan dipecat dari dinas ABRI.
Sementara itu, Dadang Hendrayudha dihukum 16 bulan penjara tanpa pemecatan.
Namun, dalam putusan tingkat banding, pemecatan terhadap Yulius Selvanus dianulir oleh hakim, sehingga keduanya masih menjabat aktif sebagai anggota militer.
Berdasarkan rekam jejak tersebut, Kontras lantas mempertanyakan langkah Presiden yang membiarkan pelanggar HAM menduduki jabatan strategis.
"Bagaimana bisa Presiden membiarkan orang yang memiliki rekam jejak buruk pada masa lalu menjalani pemerintahan hari ini, mengakibatkan pemerintahan hari ini tidak kredibel dalam mengatur tatanan pemerintahan," tegas Fatia.
Jokowi sebelumnya memutuskan dua eks anggota tim mawar menjabat di Kemenhan, yakni Brigen TNI Dadang Hendrayudha dan Brigjen TNI Yulius Selvanus.
Keputusan itu tertuang dalam salinan surat Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor: 166/TPA Tahun 2020 tentang Pemberhentian dan Pengangkatan Dari dan Dalam Pimpinan Tinggi Madya di Lingkungan Kementerian Pertahanan yang ditandatangani Jokowi pada Rabu (23/9/2020).
Adapun keputusan ini berdasarkan usulan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto melalui dua surat kepada Presiden bernomor SR/479/M/VII/2020 pada 28 Juli 2020 dan SR/568/M/IX/2020 tanggal 7 September 2020.
Dadang Hendrayudha saat ini menjabat Kepala Biro Umum Sekretariat Utama Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).
Ia mendapat promosi sebagai Direktur Jenderal Potensi Pertahanan Kemenhan dengan menggantikan Prof Bondan Tiara Sofyan.
Sementara, Yulius Selvanus saat ini menjabat Komandan Korem (Danrem) 181/Praja Vira Tama. Ia akan menggantikan Mayjen TNI (Mar) Joko Supriyanto sebagai Kepala Badan Instalasi Strategis Pertahanan Kemenhan.