Dari 76 tindak kekerasan yang dihimpun berbagai sumber itu, tercatat 100 orang luka-luka.
Sementara 43 orang tewas, empat orang ditangkap, dan delapan orang tak memiliki berkas pemeriksaan kasus secara fisik.
Rivan mengatakan, hal yang harus dilakukan ke depan yakni peningkatan pengawasan personel di masing-masing matra serta pengurangan porsi pelibatan TNI dalam ranah sipil.
Selain itu, perlu dilakukan reformasi peradilan militer, khususnya bagi tindak kekerasan yang memumculkan korban dari warga sipil.
"Peristiwa tindak kekerasan oleh TNI ini tidak dibarengi dengan tingkat pengawasan di antarsatuan tingkatan," ucap Rivan.
"Dan mengingat angka kekerasan oleh anggota TNI ini selalu tinggi di matra Angkatan Darat ketimbang di Angkatan Laut dan Udara, hal itu mengindikasikan ketika Angkatan Darat selalu diindikasikan dengan kegiatan ranah sipil justru melakukan tindakan intimidatif," kata dia.
Reaksi Kontras terkait penempatan eks Tim Mawar di Kemenhan
Tak hanya itu, Kontras juga menilai keputusan Presiden Joko Widodo menyetujui dua eks anggota tim mawar menjabat di Kementerian Pertahanan semakin menjauhkan supremasi sipil dari mandat reformasi.
"Kita sudah masuk ke dalam rezim militerisme semenjak Presiden memilih berbagai mantan jenderal TNI duduk di posisi-posisi strategis pada masa kepemimpinan Jokowi. Dengan ditambahnya eks tim mawar memperburuk situasi ini dan menjauhkan supremasi sipil dari mandat reformasi," ujar Koordinator Kontras Fatia Maulidiyanti kepada Kompas.com, Selasa (29/9/2020).
Tim Mawar merupakan Grup IV Komando Pasukan Khusus (Kopassus) TNI AD yang dipimpin Prabowo Subianto saat masih menjabat Komandan Kopassus.