Dengan rincian, penerimaan pajak yang dikelola Ditjen Pajak akan turun 5,9 persen.
Sementara penerimaan bea cukai juga akan turun 2,2 persen di tahun ini.
Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu juga mengatakan kalau penurunan pendapatan perpajakan ini disebabkan oleh kegiatan ekonomi yang mengalami tekanan.
Selain itu juga harga minyak dunia yang terus menurun.
Sedangkan di sisi lain, pemerintah juga mengguyur insentif pajak kepada dunia usaha yang turut menekan pendapatan perpajakan.
Di sisi penerimaan bea dan cukai, berkurangnya pendapatan ini disebabkan oleh stimulus pembebasan bea masuk untuk 19 industri.
Untuk Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) diperkirakan turun 26,5 persen dari realisasi tahun lalu.
Sri Mulyani menyebutkan kalau salah satu penyebab penurunan ini karena adanya perubahan asumsi ICP yan lebih rendah dari target APBN 2020.
Namun di sisi lain, ia menyebutkan, belanja negara akan mengalami lonjakan dari target APBN 2020 yang sebesar Rp 2.540,4 triliun menjadi Rp 2.613,8 triliun.
Hal ini menyebabkan adanya defisit APBN yang tahun ini ditarget sebesar 1,76 persen dari PDB atau sebesar Rp 307,2 triliun melebar menjadi Rp 853 triliun atau 5,07 persen dari PDB.