Suar.ID - 124 orang dari Korea Selatan ditangkap pada 23 Maret 2020 karena diduga terlibat dalam grup chat di Telegram, di mana video perempuan dan gadis di bawah umur diperas untuk melakukan tindakan seksual yangmengerikan.
Kejadian itu rupanya telah berlangsung sejak tahun 2019.
Menurut The Korea Times, tersangka utamadalam kasus initelah diidentifikasi sebagai Cho Ju-bin, seorang pria berusia 24 tahun yang menyebut dirinya sebagai "Baksa" (dokter atau guru).
Namun,seseorang yang diduga pertama kali membuat ruang obrolan (grup chat) masih buron.
Sekitar 74 korban, termasuk 16 gadis di bawah umur, telah dilaporkan dieksploitasi secara seksual dalamgrup chat yang disebut "Nth Room", di mana ribuan orang membayar sejumlah besar uang untuk memasuki ruang obrolan dan menonton video yangtidak senonoh.
Cho dilaporkan menagihpara penontonnya dalam bentuk cryptocurrency.
Hal itu membuatnya lebih sulit bagi pihak berwenang untuk melacak pelaku dibandingkan dengan metode pembayaran lain seperti kartu kredit dan pembayaran ponsel.
Cara Kerja Nth Room
Para tersangka diduga mengumpulkan informasi pribadi korban dari sekolah, tempat kerja, keluarga atau teman mereka dengan bantuan pekerja layanan publik.
Para tersangka menggunakan informasi ini untuk mengancam dan menghukum korban yang menolak untuk bekerja sama.
Para korban juga diperdaya untuk mengirimkan gambar-gambar seksual tentang diri mereka sendiri dengan imbalan pekerjaan bergaji tinggi yang sebenarnya nihil.
Para tersangka kemudian memperbudak para korban dengan mengancam akan membagikan foto-foto telanjang mereka jika mereka tidak patuh, dan memaksa mereka untuk memotret diri mereka sendiri melakukan tindakan seksual dan tidak manusiawi.
Dengan menggunakan informasi pribadi korban, para pengeksploitasi juga melacak mereka, memerkosa mereka, merekam adegan itu dan mempublikasikannya di Ntr Room.
Hal Mengerikan yang Terjadi di Ntr Room
Menurut berbagai laporan, para korban dipaksa untuk melakukan tindakan yangmengerikan seperti memotong puting susu, berhubungan seks dengan saudara laki-laki, mengukir kata "budak" di kulit mereka dengan pisau, memasukkan gunting ke dalam vagina mereka, memakan kotoran dan diperkosa.
Video-video ini diposting ke "Nth Room" di Telegram di mana sekitar 260.000 pengguna membayar dari 200.000 won (Rp 2,6 juta)hingga 1,5 juta won (Rp 20 juta)untuk menonton video ini, lapor The Korea Times.
Kasus ini telah memicu kemarahan publik dengan jutaan orang menandatangani petisi danmembuat tagar di media sosial, menuntut hukuman yang setimpal terhadap para tersangka.
Pada 23 Maret 2020, hampir 2,3 juta orang telah menandatangani petisi online di sebuah situs web yang dijalankan oleh kantor kepresidenan, menuntut polisi untuk mengungkapkan identitas para tersangka.
Jumlah tanda tangan telah menandai jumlah dukungan tertinggi untuk petisi di situs web kepresidenan.
Selain itu, lebih dari 1,5 juta orang juga telah menandatangani petisi lain yang menuntut pemerintah untuk mengungkapkan identitas 260.000 pengguna di ruang obrolan di Telegram.
Gambar yang telah beredar menunjukkan Cho dikelilingi oleh wartawan ketika ia dipindahkan ke kantor kejaksaan, di kantor polisi di Seoul, pada 25 Maret 2020.
Polisi mengatakan Cho menghadapi dakwaan termasuk paksaan, pelecehan seksual, dan pelanggaran Undang-Undang Perlindungan Anak.
Cho mengatakan satu atau dua hal tetapi tidak menunjukkan penyesalan atas tindakannya.
"Terima kasih telah mengakhiri hidupku yang tak terhentikan sebagai iblis," kata Cho.
"Saya meminta maaf kepada mereka yang terluka karena saya," tambahnya.
Namun, permintaan maafnya gagal menenangkan anggota masyarakat yang marah.
Masyarakat berkumpul di luar kantor polisi yang menyebut bahwa Cho tidak memiliki rasa penyesalan.
Beberapa orang bahkan berteriak kepadanya untuk menderita karena kesalahannya, sementara yang lain mendesak pihak berwenang untuk memberikan hukuman terberat atas kejahatannya. (Adrie P. Saputra/Suar.ID)