Suar.ID - Penderitaan warga Kota Wuhan karena virus corona menjadi semakin parah.
Infeksi virus corona tak hanya mengisolasi warga Wuhan dari aktivitas sehari-hari.
Untuk sekadar makan pun, warga Wuhan mengalami kesulitan.
Virus corona (Covid-19) benar-benar membuat warga Wuhan serba susah.
Untuk makan saja, mereka harus selektif memilih makanan yang tidak busuk.
Kisah pilu warga Wuhan ini diungkap oleh AFP, Jumat (28/2/2020).
Di pinggiran Kota Wuhan, kualitas makanan tidak baik dan harganya bikin geleng-geleng kepala.
"Di lingkungan tempatku tinggal, kenyataannya benar-benar mengerikan," kata David Dai, yang berdomisili di pinggiran Wuhan.
Lebih lanjut, keluarga dari perempuan berusia 49 tahun ini harus benar-benar bergantung pada diri mereka sendiri.
Untuk stok bahan makanan, mereka telah mengeringkan dan menyimpan kulit lobak sebagai tambahan nutrisi di makanan.
Meski kompleks apartemennya sudah memiliki kelompok pembelian, Dai mengatakan penduduk setempat tidak puas dengan harga dan kualitas makanan yang beredar.
"Banyak tomat, banyak bawang, mereka sudah busuk," katanya pada AFP.
Dai juga mengatakan lebih dari sepertiga makanan harus dibuang karena tidak layak dikonsumsi.
Kelompok pembelian merupakan grup obrolan yang dibentuk untuk membeli makanan dan keperluan sehari-hari di Wuhan.
Mereka melakukannya via aplikasi WeChat.
Di Wuhan, diberlakukan pembatasan untuk pengiriman barang-barang belanjaan dari supermarket, termasuk makanan.
Masing-masing supermarket memiliki harga dan ketentuan masing-masing, untuk paket pembelian barang dalam jumlah besar.
Biasanya yang dibeli adalah daging, sayuran, susu, dan "mie kering panas" hidangan khas Wuhan.
Deretan supermarket itu juga ada yang punya aplikasi sendiri di WeChat, sehingga pengguna bisa memilih paket dengan harga berdasarkan berat, yang akan dikirim dalam jumlah besar.
Di daerah tempat tinggal Guo Jing misalnya, lima macam sayuran termasuk kentang dan kol seberat 5,5 kilogram (kg), dibanderol 50 yuan (sekitar Rp102 ribu).
"Kau tidak punya pilihan makanan."
"Kau tidak punya keinginan pribadi lagi," keluh Guo dikutip dari AFP.
Selain minim pilihan, model pembelian kelompok seperti ini juga kurang mengakomodasi kelompok-kelompok kecil, sebab supermarket memiliki persyaratan minimum pesanan di setiap pengiriman.
"Sejujurnya, tidak ada yang bisa kita lakukan," kata Yang Nan, manajer supermarket Lao Cun Zhang, yang butuh minimal 30 pesanan dalam satu pengiriman.
"Kami cuma punya empat mobil," imbuhnya.
Ia juga menerangkan bahwa tokonya tidak punya karyawan untuk melayani pesanan porsi kecil.
Sementara supermarket lain yang ditelusuri AFP menyebutkan, mereka membatasi pengiriman maksimal 1.000 pesanan per hari.
"Sulit mempekerjakan karyawan baru," ujar Wang Xiuwen, yang bekerja di divisi logistik toko.
Dia menuturkan, mempekerjakan terlalu banyak orang bisa meningkatkan risiko terkena infeksi virus corona (Covid-19). (Tribun Bali)