Follow Us

TNI Siaga Tempur, 3 Kapal Perang dan 1 Pesawat Intai Maritim Disiagakan, Indonesia Tegas Tak Akui Klaim China Soal Natuna

Rina Wahyuhidayati - Sabtu, 04 Januari 2020 | 11:00
Cuplikan gambar detik-detik KRI Tjiptadi-381 mengusir kapal pengawas perikanan pemerintah Tiongkok
(Sumber: Kompas.TV)

Cuplikan gambar detik-detik KRI Tjiptadi-381 mengusir kapal pengawas perikanan pemerintah Tiongkok

Suar.ID - Secara hukum China tidak meiliki hak mengklaim perairan Natuna di Kepulauan Riau, hal tersebut disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD.

Pemerintah Indonesia dengan tegas tak mengakui klaim China atas hak historis perairan Natuna.

Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengatakan, kapal-kapal China yang memasuki Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI) di perairan Natuna, jelas melanggar batas wilayah.

Oleh karenanya, pemerintah Indonesia meminta China mematuhi United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) pada 1982, yang menyatakan bahwa perairan Natuna merupakan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI).

Baca Juga: Menewaskan 16 Jiwa hingga Membuat Lebih dari 30.000 Warga Dievakuasi, Benarkah Banjir Jakarta 2020 adalah yang Terparah?

"Tiongkok merupakan salah satu part dari UNCLOS 1982 oleh sebab itu merupakan kewajiban bagi Tiongkok untuk menghormati UNCLOS 1982," kata Retno usai rapat koordinasi di Kemenko Polhukam, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Jumat (3/1/2019).

Senada dengan Retno, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengatakan, secara hukum China tidak memiliki hak mengklaim perairan Natuna di Kepulauan Riau.

Mahfud menjelaskan, putusan konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang Hukum Laut yang tertuang dalam UNCLOS 1982 memutuskan perairan Natuna adalah Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI).

Baca Juga: Dulu Pernah Menjajah Indonesia, Kini Negara Ini Tawarkan Bantuan Berupa 'Rancangan Proyek Gila' untuk Selamatkan Jakarta dari Banjir

Selain itu, ia menyinggung sengketa Laut China Selatan yang pernah terjadi antara China dengan Vietnam, Malaysia, Filipina, Taiwan, dan Brunei Darussalam.

Dalam sengketa itu, diputuskan dalam South China Sea Tribunal 2016 menyatakan bahwa China tak memiliki hak atas Laut China Selatan.

Dengan demikian, menurut Mahfud, sudah sewajarnya China taat pada aturan hukum internasional tersebut.

"South China Sea Tribunal itu keputusannya China tidak punya hak atas itu semua sudah selesai," ucap dia.

Baca Juga: Ikut-ikutan Blusukan Tengok Korban Banjir, Eko Patrio Malah Dapat Peringatan Keras dari Warga, Tanggapan Sang Komedian jadi Sorotan

Pemerintah Indonesia melalui Menteri Luar Negeri sebelumnya sudah memanggil Dubes China terkait konflik Natuna dan melayangkan nota protes.

Namun, pemerintah China melalui Juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Geng Shuang mengatakan, China memiliki sejarah yang tak terpisahkan dengan perairan Laut China Selatan.

"China mempunyai hak historis di Laut China Selatan. Para nelayan China sudah lama terlibat dalam kegiatan perikanan di perairan-perairan terkait di dekat Kepulauan Nansha, yang selama ini legal dan absah." kata Geng Shuang dalam konferensi pers di Beijing, Selasa (31/12/2019).

Indonesia perketat penjagaan di Natuna

Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengatakan, para kementerian dan lembaga terkait sepakat untuk memperketat patroli di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI) di perairan Natuna.

Hal ini juga dibenarkan oleh Kepala Bakamla RI, Laksamana Madya (Laksdya) Achmad Taufieqoerrochman.

Ia mengatakan, Bakamla akan menambah jumlah personil untuk melakukan patroli di perairan Natuna, Kepulauan Riau.

Baca Juga: Viral Detik-detik Mengharukan Saat Bayi Diselamatkan dari Rumah yang Terendam Banjir

"Jelas, saya saja sudah kirim lagi kok. Itu dinamika. Jadi tidak usah rapat pun sudah otomatis itu. Itu kewenangan di satuan masing-masing," kata Taufieqoerrochman di Kantor Kemenko Polhukam, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Jumat (3/1/2020).

Dalam kondisi seperti sekarang ini, Taufieq mengatakan, Bakamla tetap berada di depan dalam memimpin patroli.

Meski, tetap dibantu oleh personil TNI.

"Pasti ada. TNI pun pasti mengerahkan kekuatan juga. Tapi dalam kondisi saya bilang memang bakamla di depan. Orang sekarang lebih senang menggunakan white hull (strategi pendekatan), daripada grey hull," ujarnya.

Secara terpisah, Panglima Komando Gabungan Wilayah Pertahanan (Pangkogabwilhan) I Laksdya TNI Yudo Margono memimpin pengendalian operasi siaga tempur di perairan Natuna Utara.

"Operasi siaga tempur dilaksanakan oleh Koarmada1 dan Koopsau 1," kata Yudo dalam keterangan tertulis, Jumat (3/1/2020).

Baca Juga: Perang Dunia III Trending di Twitter setelah Amerika Serikat dengan Sengaja Tembak Mati Petinggi Militer Iran di Baghdad, Iran Ancam Begini!

Menurut Yudo, operasi siaga tempur tersebut menggunakan Alat Utama Sistem Senjata (Alutsista) yang sudah tergelar yaitu 3 Kapal Republik Indonesia (KRI) dan 1 Pesawat intai maritim dan 1 pesawat Boeing TNI AU.

Sedangkan, dua KRI masih dalam perjalanan dari Jakarta menuju Natuna hari ini.

"Operasi ini digelar untuk melaksanakan pengendalian wilayah laut khususnya di Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) laut Natuna Utara," ujarnya.

Yudo juga mengatakan, wilayah Natuna Utara menjadi perhatian bersama, sehingga operasi siaga tempur diarahkan ke Natuna Utara mulai tahun 2020.

Selain itu, kata dia, Operasi ini salah satu dari 18 operasi yang akan dilaksanakan Kogabwilhan I di wilayah yang menjadi tanggung jawabnya.

Baca Juga: Anies Baswedan Menampik Pendapat Jokowi Soal Sampah yang Sebabkan Banjir di Jakarta: Apakah Ada Sampah di Bandara? Rasanya Tidak

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Ketegasan Indonesia Tak Akui Klaim China soal Natuna hingga Siaga Tempur TNI"

Source : Kompas.com

Editor : Suar

Baca Lainnya

PROMOTED CONTENT

Latest

Popular

Hot Topic

Tag Popular