Suar.ID -Sekali lagiMenteri Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo menunjukkan janjinyauntuk kembali mengambil kebijakan yang bertentangan dengan kebijakan menteri sebelumnya, Susi Pudjiastuti.
Tidak seperti Susi Pudjiastuti, Edhy Prabowo membahasmengenai kebijakan peredaran benih lobster.
Edhy kembali mempertimbangkan peredaran benih lobster guna dibudidayakan maupun diekspor.
Meskipun saat ini masih berbentuk kajian, kebijakan ini tidakseperti dengan apa yang dilakukan oleh Susi sebelumnya.
Melansir dari Kompas.com, dalam kebijakan Menteri Kelautan dan Perikanan sebelumnya yang jelas-jelas melarang peredaran benih lobster di bawah 200 gram sesuai dengan Peraturan Menteri (Permen) 56/2019.
"Kemungkinan ada (peluang ekspor), kemungkinan tidak. Banyak hal yang kita harus luruskan. Kebijakan menteri sebelumnya banyak yang bagus dan banyak yang mesti kita teruskan. Tapi kami punya langkah-langkah untuk meningkatkan sektor kelautan," ucap Edhy di Jakarta, Rabu (4/12/2019).
Pertimbangan Edhymengenai peredaran benih lobster bukan tanpa alasan.
Menurutnya, benih lobster yang diimpor ke Vietnam dari Singapura, sebanyak 80 persennya berasal dari Indonesia.
Halini membuat harga benih lobstersemakin melambung menjadi Rp 139.000 per benih dari Rp 50.000 hingga Rp 70.000 per benih.
"Coba kalau kita mengarahkan ini, mengelola ini dengan baik, kita atur rapih-rapih, kita buat aturan. Langsung dagangnya dari Indonesia ke Vietnam. Baru kemudian kita hitung berapa pajak yang harus mereka bayar," tutur Edhy.
Edhy mengakui apabilakemungkinan mengedarkan kembali benih lobster akanmenimbulkan pro dan kontra.
Namunapabila mengenai persoalan keseimbangan ekosistem, ia berjanji akan mengambil jalan keluar yang tidak mengganggu ekosistem di alam.
"Kalau memang alasannya kehabisan induk di alam, kita minta saja bagian berapa persen untuk ditaruh lagi oleh pengekspor di alam. Sebelum itu kita tentukan kuota ekspor, siapa yang ekspor, bisa kita tunjuk. Saya pikir bukan hal yang sulit, banyak cara untuk itu," tutur Edhy.
Terlebih, menurut Edhy, benih lobster yang hidup di laut hanya 1 persen.
Sementara budidaya benih lobster dapat membuat 40-70 persen benih lobster hidup sesuai dengan jenis lobster.
"Makanya kita ingin kaji ini secara ilmiah. Karena lobster itu kalau tidak dipanen, toh tumbuhnya hanya 1 persen, sisanya mati. Kalau dibudidaya ada 40-70 persen tergantung jenis lobster. Makanya mungkin kami minta pengekspor masukkan di tempat benih-benih itu diambil," pungkas Edhy
Edhy Prabowo Merasakan Sesuatu yang Janggal dari Kebijakan Susi Pudjiastuti
Selain berbedamengenai berbagai hal,Edhy juga ingin berbeda dengan menteri sebelumnya dalam hal komunikasibersama para stakeholder di perikanan, salah satunya para pelaku usaha.
Mengutip dari Kompas.com, dia ingin memperbaiki komunikasi sebab menurutnya selama 5 tahun terakhir, komunikasi para pelaku usaha tidak terserap dengan baik.
Hal ini mengakibatkan kebijakan yang diambil menteri kurang maksimal.
"Saya merasa 5 tahun ini ada sesuatu yang janggal, yang mungkin belum terkomunikasi dengan baik. Saya tidak bermaksud meng-downgrade pendahulu saya," katanya.
Untuk membuat kebijakan secara maksimal, dia melakukan sejumlah cara untuk menjalin komunikasi.
Salah satunya menyambangi kantor Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) dan berkomunikasi pada para pengusaha yang diundang ke sana.
Menurutnya, tidak ada negara maju manapun di dunia, yang tidak mendengarkan aspirasi para pengusaha.
"Tidak ada negara maju di dunia, yang meninggalkan atau menganaktirikan pengusahanya. Untuk itu saya akan tampung yang belum terkomunikasikan," ujarnya.
Dia berharap dengan mendengarkan aspirasi para pelaku usaha, manfaat kebijakan bisa terlihat di awal tahun 2020.
Ia juga meminta maaf jika selama 5 tahun belakangan banyak aspirasi yang belum tertampung.
"Yang jelas kita berharap awal tahun itu kelihatan semua. Ini lho hadiahnya dari kami. Kami perlu dukungan para pengusaha. Kami juga mohon maaf kalau 5 tahun lalu ada hubungan komunikasi yang kurang baik," ucapnya.
Perbedaan antara Edhy dengan Susi memang bukan kali ini saja terjadi.
Sebelum perbedaan tentang penindakan kapal asing ilegal mencuat, Edhy kerap berbeda pendapat dalam beberapa hal pula.
Misalnya saja soal penggunaan alat tangkap cantrang.
Dia bilang, penggunaan alat tangkap tersebut memang perlu didiskusikan.
Bukan berarti cantrang berukuran besar akan dibebaskan kembali, dia tengah mencari alat tangkap yang lebih ramah lingkungan sebagai pengganti cantrang.
Begitu pun soal izin-izin pengoperasian kapal asing.
Dalam masa jabatan menteri-menteri sebelumnya, Edhy menemukan masalah perizinan juga terkendala karena adanya peraturan yang berbeda di setiap kepemimpinan pada KKP.
"Kalau dalam evaluasi saya soal kapal, ada pengusaha yang membuat kapal di luar negeri sesuai perintah menteri di masanya. Kemudian begitu ganti rezim, kapal ini tidak diizinkan menangkap. Ini mau digimanakan?" ucapnya.
Untuk itu, di masa kepemimpinannya, Edhy akan banyak berdiskusi untuk menyelesaikan nasib kapal tersebut.
Sebab, para pengusaha yang membuat kapalnya di luar negeri juga sudah merogoh kocek dalam.
Belum lagi bunga bank yang harus dibayar.
"Makanya ini harus kita diskusikan. Kami mau ini clear. Saya tidak mau ada nelayan kecewa dan menjerit, bagaimana kita mengakomodasinya," ucapnya.