Suar.ID - Ada banyak tokoh yang jasanya patut untuk terus dikenang oleh bangsa Indonesia.
Nama mereka diabadikan sebagai pahlawan nasional.
Pahlawan nasional sendiri merupakan gelar penghargaan tertinggi di Indonesia.
Gelar anumerta ini diberikan oleh Pemerintah Indonesia atas tindakan yang dianggap heroik atau berjasa sangat luar biasa bagi kepentingan bangsa dan negara.
Para pahlawan nasional itu datang dari seluruh penjuru nusantara dengan perannya masing-masing.
Dari Sabang sampai Merauke, perempuan maupun laki-laki.
Diantaranya tentu ada pahlawan yang berasal dari Papua.
Tahukah Anda siapa saja tokoh-tokoh bergelar pahlawan nasional yang berasal dari Indonesia bagian timur itu?
Baca Juga: Sama Seperti Ani Yudhoyono, Kok Bisa Pelawak Ratmi B-29 Dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata?
Berikut ini 5 pahlawan nasional yang berasal dari tanah Papua:
1. Johannes Abraham Dimara
Dilansir dari Kompas.com, Johannes Abraham Dimara dianugerahi gelar pahlawan nasional pada 11 November 2010.
Saat itu, diberikan gelar yang sama pula pada Dr. Johannes Leimena asal Ambon, Maluku.
Johannes Abraham Dimara adalah putra Papua yang lahir pada 16 April 1916 di Korem, Biak Utara, Provinsi Papua.
Setelah menyelesaikan pendidikan dasarnya di Ambon pada 1930, ia kemudian melanjutkan studinya ke sekolah pertanian Laha.
Tahun 1935 sampai 1940, Dimara menempuh pendidikan sekolah Injil. Kemudian setelah lulus ia membaktikan dirinya sebagai guru Injil di Leksuka, Pulau Buru.
Riwayat perjuangannya dimulai ketika dirinya bersama sejumlah pemuda melakukan aksi pengibaran bendera Merah Putih dan melucuti pasukan polisi di namela. Peristiwa itu terjadi pada 1940.
Selanjutnya pada 1951, ia diangkap menjadi ketua Organisasi Pembebasan Irian (OPI) yang berkedudukan di Ambon. Juga direkrut menjadi anggota TNI dengan pangkat letnan dua.
Dimara juga sempat dijebloskan ke penjara bersama pasukannya setelah rencananya melakukan infiltrasi ke Irian Barat terendus Belanda.
Tujuan infiltrasi yang ia dan pasukannya lakukan adalah untuk membangkitkan perlawanan penduduk terhadap Belanda.
Setelah keluar dari penjara, Dimara terus melanjutkan perjuangannya.
Salah satunya menggalang kekuatan dan mendukung Trikora.
Ia meninggal di Jakarta 20 Oktober 2000.
Baca Juga: Heboh! Syahrini Diusir Satpam Saat Nonton Aladdin di Singapura, Ternyata Karena Barang Ini
2. Silas Papare
Dikutip dari Tribunnews.com, Silas Papare adalah keturunan asli Papua yang lahir di Serui tahun 1918.
Saat kecil ia menempuh pendidikan di sekolah Zending, kemudian melanjutkannya ke pendidikan juru rawat.
Selesai sekolah, Silas Papare bekerja di rumah sakit Serui selama 3 tahun.
Kemudian pindah ke Sorong sebagai pegawai perusahaan minyak sampai awal tahun 1942. Saat inilah Jepang menduduki Indonesia.
Pada 1944, Silas Papare pernah direkrut oleh Amerika sebagai mata-mata untuk membantu mengusir Jepang dari Iriang (kini Papua).
Seperti Dimara, Silas Papare juga sempat dipenjara karena aksinya pada 1945.
Hal itu lantaran ia bersama teman-temannya berusaha mempengaruhi pemuda-pemuda di Irian Barat yang tergabung Batalyon Papua untuk melancarkan pemberontakan.
Di penjara, ia justru bertemu dengan Dr. Sam Ratulangi, Gubernur Sulawesi masa itu yang diasingkan oleh pemerintah Belanda.
Dari pertemuan itu, munculah tekad untuk memerdekakan Papua dan bergabung dengan Republik.
Hingga ia membentuk Partai Kemerdekaan Indonesia Irian (PKII) pada November 1946.
Melalui PKII inilah Silas Papare melakukan berbagai perjuangannya.
Ia juga pernah mendirikan Badan Perjuangan Irian, Kompi irian 17, Front Nasional Pembebas Irian Barat (FNPIB), dan sebagainya.
Ia meninggal di usia 60 pada 7 Maret 1978.
Baca Juga: Tragis! Gara-gara Rebutan Jajanan, Ayah di Palangkaraya Tusuk Anak Kandungnya Sendiri hingga Tewas
3. Frans Kaisiepo
Mungkin Frans Kaisiepo-lah yang kini wajahnya paling diketahui oleh masyarakat Indonesia. Pasalnya, wajahnya menghiasi salah satu pecahan mata uang Rupiah.
Selain itu,nama besar Frans Kaisiepo juga diabadikan sebagai nama bandara di Biak, Papua. Juga sebagau nama kapal perang Indonesia pada 2010 lalu.
Masyarakat juga mengenalnya sebagai Gubernur Irian Barat ke-4 pada masa pemerintahan Presiden Soekarno, yakni pada 1964-1973.
Ia dianugerahi gelar pahlawan nasional pada 19 Agustus 1993.
Dilansir dari Kompas.com, Frans Kaisiepo merupakan putra kelahiran Biak, Papua, pada 10 Oktober 1921.
Dalam konferensi Malino di Sumatera Utara pada 1946, dia merupakan satu-satunya perwakilan Papua.
Dalam konferensi tersebut, dia mengusulkan nama Papua diganti jadi Irian.
Selang satu tahun, tekanan Belanda di Papua meningkat sehingga pecah perang di Biak.
Frans menjadi tokoh penting pergerakan anti-Belanda. Sikap anti-Belanda ini dia tunjukkan dengan menolak dipilih sebagai wakil Belanda di Konferensi Meja Bundar (KMB).
Akibat penolakannya, dia harus merasakan pahitnya menjadi tahanan pada periode 1954 – 1961.
Ia juga merupakan pendiri Parta Politik Irian yang memiliki misi membuat Nugini bisa bersatu dengan Indonesia.
Selain itu, Pada 1972, ia juga pernah didapuk menjadi Anggota, Kepemimpinan Hakim Tertinggi, Dewan Pertimbangan Agung RI. Kemudian hingga 1973 ia menjadi Gubernur Irian Barat ke-4.