SUAR.ID - Tunjangan Hari Raya atau THR menjadi salah satu sumber kebahagiaan para pegawai negeri maupun pegawai swasta menjelang lebaran.
Tunjangan di luar gaji bulanan itu biasanya akan digunakan untuk membeli segala keperluan lebaran, seperti baju anak hingga pernak-pernik lainnya.
Adanya THR tentu membuat kita bisa lebih menikmati indahnya Hari Raya Lebaran.
Meski begitu, ternyata awal mulanya THR tak bisa dirasakan oleh semua orang.
Baca Juga: Sediakan Budget Rp100 Juta, Nagita Slavin Belanjakan THR Untuk Semua Karyawan di Rumahnya
Ya, THR dahulu hanya bisa dinikmati oleh kalangan pegawai negeri atau PNS saja.
Dikutip dari Kompas.com, Berdasarkan informasi dari Lembaga Ilmu Penelitian Indonesia (LIPI), THR pertama kali diadakan pada era Kabinet Soekiman Wirjosandjojo dari Partai Masyumi sekitar tahun 1950-an.
THR saat itu diberikan sebagai salah satu program pemerintah yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan aparatur sipil negara, yang pada saat itu disebut pamong pradja.
Besar uang yang diberikan kepada para pamong pradja yaitu Rp125 - Rp200, kira-kira sekarang setara Rp1,1 Juta - Rp1,75.
Bukan hanya berupa uang, saat itu THR berupa beras juga diberikan kepada para pamong pradja.
Sama seperti sekarang, pemberiannya dilakukan pada akhir Bulan Ramadhan atau menjelang Lebaran.
Hingga kemudian program tersebut mendapatkan protes dari masyarakat pekerja dan buruh.
Mereka menuntut hak yang sama dengan para pamong pradja.
Puncaknya terjadi pada 13 Februari 1952.
Baca Juga: Misteri Kematian Ibu Tien Akhirnya Terungkap, Begini Kesaksian Ajudan Soeharto
Ketika itu para buruh melakukan mogok kerja dalam rangka menuntut pemerintah memberikan uang THR juga untuk kelompoknya.
Meski begitu, upaya tersebut tak berjalan mulus.
Upaya mereka sempat mendapat hambatan dari tentara yang diturunkan pemerintah.
Barulah pada 1994 pemerintah secara resmi mengatur perihal THR untuk kalangan umum.
Peraturan mengenai THR akhirnya dituangkan di dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI No. 04/1994 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan bagi Pekerja di Perusahaan.
Peraturan tersebut menjelaskan bahwa perusahaan wajib memberikan THR kepada para pekerja yang telah bekerja selama tiga bulan secara terus menerus maupun lebih.
Besar THR bagi pekerja yang telah bekerja selama 12 bulan atau 1 tahun secara terus menerus ditentukan sebesar satu bulan gaji.
Sementara yang kurang dari 12 bulan disesuaikan dengan masa kerja.
Baca Juga: Bikin Adem, Meski Beda Keyakinan Bella Saphira Mendapat Kiriman Takjil dari Ibundanya
Selanjutnya, pada 2016, pemerintah melalui Kementrian Ketenagakerjaan, merevisi peraturan mengenai THR tersebut.
Perubahan ini tertuang dalam peraturan menteri ketenagakerjaan No.6/2016.
Sementara tahun ini, Kemenaker menerbitkan Surat Edaran (SE) Nomor 2 Tahun 2019 tentang Pelaksanaan Tunjangan Hari Raya dan ditujukan pada para gubernur di seluruh Indonesia.
"Pemberian THR Keagamaan merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan pengusaha kepada pekerja. Hal ini sebagai upaya untuk memenuhi kebutuhan pekerja atau buruh dan keluarganya dalam merayakan hari raya keagamaan," kata Menaker M Hanif Dhakiri dalam keterangan tertulisnya.