Menurut Junus, pelacuran di Jakarta memiliki hirarki.
Apalagi yang lokasinya berada di dalam benteng kota, itu khusus untuk orang Belanda.
Sedangkan yang di luar benteng, seperti di pelabuhan, pelacuran dengan hirarki yang rendah.
"Ada wanita dalam dan luar tembok."
"Dalam tembok itu yang elit, luar tembok yang agak kurang keren."
"Dari situ muncul bordil, yang dikelola secara profesional oleh pengusaha Belanda."
"Mereka membayar pajak, oleh karena itu sah."
"Rumah bordil menjadi rumah kesenangan," ucap Junus.
Risiko penyakit tertular, seperti sifilis, saat itu pun sudah rawan terjadi.
Junus menambahkan, pelacur yang digemari saat itu adalah yang berbadan gemuk.