Suar.ID - Belum lama ini masyarakat Indonsia dibuat heboh dengan munculnya rencana anggaran bidang pertahanan yang mencapai Rp 1.700 triliun.
Sebagai Menteri Pertahanan, Prabowo Subianto pun menjawab kehebohan tersebut.
Prabowo Subianto mengungkapkan kalau hal tersebut masihlah sebatas rencana.
Bahkan hingga kini rencana tersebut masih belum juga disetujui.
Tak cuma itu, Prabowo juga menceritakan kalau dirinya pernah menolak memberikan persetujuan pengadaan alat utama sistem persenjataan (Alutsista).
Ia menolak karena adanya unsur mark up atau penggelembungan anggaran.
Hal ini diungkapkan Prabowo langsung dalam video yang diunggah di kanal YouTube Deddy Corbuzier pada Minggu (13/6).
Dalam podcast ini Prabowo menjawab kehebohan yang terjadi di masyarat.
Kehebohan ini diakibatkan munculnya rencana anggaran bidang pertahanan yang mencapai Rp 1.700 triliun.
Prabowo pun mengungkapkan kalau sebenarnya hal ini masih cuma sebatas rencana dan belum juga disetujui.
"Ada yang mengatakan Prabowo ingin bikin anggaran 1.700 triliun, sudah heboh. Itupun belum disetujui, masih digodok," ungkap Prabowo.
Selanjutnya Prabowo pun menyebutkan kalau bernegara ini tak mudah.
"Bernegara itu ada prosesnya, ada prosedurnya, ada sistemnya, ada tata cara, tata kelola."
"Jadi kita pihak yang teknis, saya sebagai Menteri Pertahanan diwajibkan menyusun rencana pertahanan, anggarannya berapa saya ajukan," ungkapnya.
Selanjutnya, rencana tersebut juga perlu disetujui oleh presiden dan kabinet.
"Presiden setuju apa enggak, tapi presiden pasti minta saran, bagaimana Menteri Keuangan, gimana Menteri Bappenas, nanti ditanya lagi menteri-menteri lain."
"Itu belum disetujui," ungkap Prabowo.
Kemudian, pun menceritakan kalau dirinya pernah menolak memberikan persetujuan pengadaan alat utama sistem persenjataan (alutsista).
Ia menolak hal tersebut karen memuat unsur mark up atau penggelembungan anggaran hingg 600 persen.
"Saya enggak mau tanda tangan, saya tidak akan loloskan," kata Prabowo yang menolak pengadaan alutsista tersebut.
Prabowo sendiri tak menampik kalldi dalam lembaga pemerintahan ini memang terdapat potensi untuk melakukan mark up.
Terkait penolakan ini, Prabowo sendiri mengaku kalau banyak pihak yang saat itu tak suka dengan keputusannya.
Kendati demikian, Prabowo pun tetap pada pendiriannya untuk menolak hal tersebut dan memilih melaporkan kejadian ini pada Presiden Jokowi.
"Pak (Jokowi), saya enggak mau pak, itu kan tanggung jawab saya kepada bapak presiden, kepada rakyat, kepada sejarah," ujarnya.
Prabowo pun selanjutnyan mengakui kalau produsen ataupun agen ini emmang mencari keuntungan dalam kegiatan jual beli alutsista.
Namun, upaya menggelembungkan anggaran ini dilakukan tak wajar hingga hal ini malah rawan memuat unsur penipuan.
"Gua enggak mau kalau gila-gilaan," kata Prabowo tegas.
Kemudian, Prabowo pun mengatakan kalau pihaknya lebih memilih melakukan negosiasi langsung ke produsen alutsista.
Baca Juga: Anji Ditangkap Karena Narkoba, Netijen Malah Soroti Twit Lamanya, 'Jejak Digital Memang Seram'
Bahkan, Prabowo pun mengaku akan mengundang Kejaksaan, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), dan Badan Pengawas Keuangan (BPKP), dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
"Saya rencananya mau mengundang Kejaksaan, BPKP, sama BPK untuk periksa semua kontrak kita sebelum kontrak itu efektif," kata Prabowo.