Suar.ID - Pada Jumat lalu, gencatan senjata antara Israel dan Hamas di Jalur Gaza akhirnya berhasil dicapai.
Kesepakatan tersebut saat ini dalam pengamatan masyarakat dunia.
Ketenangan di jalur Gaza Palestina untuk sementara ini berhasil dicapai.
Dilansir Tribunnews.com, hal ini terjadi usai Mesir yang bertindak sebagai seorang mediator berhasil menengahi gencatan senjata antara negara zionis dan organisasi militan yang mengontrol daerah ini.
Kini Hamas pun berhenti menembakkan roket ke Israel, begitu juga Israel juga mengakhiri aksi pembomannya pada target strategos di Jalur Gaza.
Seperti diketahui, akibat hal ini ada setidaknya 240 orang yang telah kehilangan nyawa dalam sebelas hari pertempuran.
Bila gencatan senjata ini berlanjut dan kedua belah pihak akhirnya mencapai kesepakatan, ketenangan pun nantinya akan dirasakan oleh warga Palestina.
Kendati demikian, bagi Ahmed al-Koulak yang merupakan remaja berusia 17 tahun ini hidupnya tak akan pernah lagi sama.
Hal ini dikarenakan pada 16 Mei lalu, pesawat tempur Israel telah menyerang sebuah gedung yang menjadi tempat tinggalnya.
Serangan ini pun akhirnya mengubur orangtua dan 4 saudaranya hidup-hidup.
"Kami berada di rumah saat mendengar ledakan besar itu.
"Saya ingat saat ibu saya bergegas pergi ke kamar saya untuk melindungi saya dan saudara-saudara saya.
"Namun ada tembok yang ambruk dan mengubur ibu saya serta kami semua.
"Lalu saya pingsan dan ketika membuka mata, saya mendengar orang-orang berteriak 'dia masih hidup', tapi bukannya bahagia, saya justru takut dan menangis sepanjang waktu," kata al-Koulak.
Mengutip dari Sputnik News pada Minggu (23/5), Israel telah berulang kali mengklaim kalau serangan udara yang mereka lakukan ini secara eksklusif menargetkan situs militer Hamas.
Negara Zionis ini pun menegaskan kalau kerusakan infrastruktur sipil seperti bangungan tempat tinggal, jalan, dan menara bukan merupakan tindakan yang disengaja.
Israel pun mengaku kalau sebelumnya mereka sudah memperingatkan warga sipil untuk mengungsi setelah menargetkan sebuah gedung.
Meski begitu, al-Koulak menegaskan kalau hal yang diungkapkan Israel ini tak terjadi.
Ia tak mendengarkan adanya peringatan apapun.
"Kami belum diberitahu oleh tentara Israel. Mereka mengatakan mereka menargetkan militan Hamas, tapi kenyataannya yang mereka bunuh di gedung itu adalah warga sipil, keluarga saya," kata al-Koulak.
Hingga kini, setidaknya diperkirakan ada sekitar 100 perempuan dan anak-anak yang telah terbunuh selama pertempuran itu.
Bahkan, banyak anak yang dipaksa menjadi yatim piatu menambah puluhan ribu anak yang kini tumbuh tanpa orangtua di jalur Gaza.
al-Koulak pun kini akan tinggal bersama kakek-neneknya yang bertanggung jawab atas pendidikannya.
Selain itu, ia juga mengandalkan bantuan dari badan pengungsi Perserikatan Bangsa-bangsa untuk Palestina (UNRWA) yang belum lama ini menerima dana dari pemerintahan baru AS Joe Biden.
Ia pun mengaku tak dapat membayangkan bagaimana masa depannya ketika stinggal di daerah di mana pemerintah ini jarang memberikan bantuan dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) berjuang untuk mendapatkan pendanaan.
Kehidupan anak yatim di sana mungkin akan sulit untuk ditanggung.
"Saya tidak tahu bagaimana melanjutkan hidup saya tanpa orang tua, saya juga takut serangan Israel lain pada akhirnya akan membunuh saya," kata al-Koulak.
Tak cuma berharap Israel dituntut bertanggung jawab atas kekacauan ini, ia pun melampiaskan kemarahannya pada komuniatas internasional.
Hal ini dikarenakan gagal menghentikan pejabat Israel dalam melakukan operasinya.
Menurutnya, komunitas internasional ini hanya duduk diam menyaksikan bagaimana Gaza dihancurkan.