Suar.ID -Belum lama ini sebuah pabrik tembakau dilempari emak-emak dengan batu.
Meski begitu, pabrik tembakau UD Mawar Putra yang diketahui berada di Dusun Nyiur, Desa Wajageseng, Kabupaten Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat (NTB) ini tak mengalami kerusakan berarti.
Tak cuma aman dari kerusakan, menurut pantuan Tribunlombok.com, gudang milik pabrik ini pun masih berdiri dengan kokoh.
Bahkan aktivitas produksi masih tetap berjalan, tapi hari itu, Sabtu (20/2/2021), tidak ada bau menyengat tercium.
Beberapa seng penutup pabrik memang tampak penyok, namun tidak sampai jebol atau rusak parah.
Meski demikian, pemilik pabrik tetap melaporkan kasus pelemparan itu ke polisi karena merasa sudah tidak tahan karena pihak pabrik merasa terganggu.
H Ahmad Suardi, pemilik UD Mawar Putra yang dikonfirmasi menjelaskan, aksi pelemparan itu membuat buruh pabrik tidak nyaman dan ketakutan.
Pelemparan batu ke pabrik tidak hanya dilakukan sekali, tetapi sudah sering.
”Bukan sekali ini saja, dia juga sudah mengaku. Kalau dikumpulkan batunya sudah banyak. Tapi saya biarkan saja, serahkan kepada Allah SWT,” kata Ahmad Suardi, yang ditemui di rumahnya, Sabtu (20/2/2021).
Ia selalu mengingatkan karyawannya, meski terus dilempar tidak usah membalas melempar.
Baca Juga: Lion Air Tujuan Balikpapan-Surabaya Batal Terbang, Inilah Penyebabnya
”Biarkan saja,” katanya.
Pada satu waktu, terjadi pelemparan pada jam istirahat, sekitar pukul 09.00 Wita.
Suardi yang tidak berada di lokasi pun ditelepon, para karyawan merasa ketakutan.
Was-was batu tersebut menimpa mereka saat bekerja.
Dia sempat melapor polisi, namun disarankan tidak perlu ditanggapi terlebih dahulu.
Baca Juga: Bukan Drama, Ternyata Ini Alaasan Kalina Ocktaranny Gagal Nikah dengan Vicky Prasetyo
Kemudian sore harinya terjadi pelemparan lagi berkali-kali.
Pekerja yang ketakutan ingin membalas dan mendatangi warga, tetapi Suardi mencegahnya.
”Saya bilang jangan. Mereka (pekerja) pun akhirnya pulang dan saya juga rugi hari itu,” katanya.
Itulah yang membuatnya tidak tahan sehingga melaporkan ke kepolisian.
Suardi sendiri menunggu warga datang untuk membicarakan persoalan itu secara baik-baik untuk membuka kemungkinan damai.
”Kita tunggu berbulan-bulan, tidak ada yang datang, mungkin mereka juga merasa benar. Ya kita ikuti saja aturan, makannya dilanjutkan ke kejaksaan,” katanya.
Ia pun mengaku tidak tahu ternyata keempat ibu-ibu tersebut telah ditahan oleh kejaksaan.
”Saya tidak pernah tahu mereka ditahan, cuma itu saja,” katanya.
Akibat pelemparan itu, kata Suardi, beberapa bagian pabrik rusak.
Ada bagian yang bocor tapi sudah diperbaiki. ”Kalau tidak nanti rusak tembakau kita,” katanya.
Kerugian akibat pelemparan itu hanya Rp 4 juta lebih namun bukan nilai kerugian yang dipersoalkan.
”Cuma masalahnya, kenapa saya dihujat terus. Mereka merasa benar, saya juga bekerja sesuai prosedur,” katanya.
Akhirnya permasalahan tersebut diserahkan ke aparat penegak hukum.
Mediasi Buntu
Upaya mediasi sebenarnya sudah dilakukan beberapa kali, pertemuan di kantor kepala desa hingga ke kantor polisi.
Tapi menurut Suardi, warga justru tidak mau menunjukkan niat baik menyelesaikan secara damai.
Sekarang, permasalahan tersebut bisa diselesaikan secara damai atau tidak diserahkan ke warga.
”Tergantung mereka, kalau mereka mau bertahan, bagaimana? masa saya sendiri,” katanya.
Mediasi di DPRD Lombok Tengah pun pernah dilakukan, dia akan sangat senang karena bisa menyelesaikan persoalan itu dengan baik.
Kemudian di kantor Polsek Praya Tengah, saat mediasi, warga hanya meminta perusahaan ditutup.
Tapi permintaan itu terlalu berat bagi dirinya. Karena hanya akan merugikan usahanya.
Padahal yang bekerja di pabrik itu juga sebagian besar merupakan penduduk setempat.
Pabrik Sudah Berizin
Terkait lokasi pabrik yang berdekatan dengan permukiman warga, Suardi menjelaskan, semua izin usaha sudah diurusnya.
Kalau tanpa izin, tidak mungkin dia berani beroperasi,
Pemerintah sudah turun mengecek dan dianggap tidak masalah.
Tembakau yang diproduksi pun sudah punya cukai resmi. sehingga usahanya benar-benar legal dari hulu ke hilir.
”Ini hanya usaha pengolahan tembakau, tidak ada limbahnya, cuma tembakau kering biasa saja yang dibungkus,” katanya.
Karena itu, Suardi sendiri merasa heran kenapa warga akhir-akhir ini memprotes usahanya.
Sejak berdiri tahun 2013, pabriknya tidak pernah mendapat penolakan warga.
”Kok baru sekarang ada komplain tahun 2020,” katanya.
Dia merasa usahanya tidak menimbulkan kerusakan lingkungan atau limbah.
Meski demikian, dia tidak mau membeberkan proses produksi tembaku iris atau rokoknya kepada wartawan.
Menurutnya, hal itu merupakan rahasia dapur perusahaan.
Tembakau-tembakau rajangan kering yang dibeli dari petani diolah dalam bentuk kemasan kecil.
Produk itu kemudian dia kirim ke beberapa daerah seperti Surabaya.
Di luar daerah, tembakau ini dikenal dengan nama tembakau kiss Lombok.
Usahanya cukup lancar karena tembakau kiss Lombok sangat diminati di pasaran.