Follow Us

facebookinstagramyoutube_channeltwitter

Bocor, Bocor! Media Asing dari Amerika dan Arab Saudi Ikut Soroti soal Sulitnya Siswa dan Guru di Indonesia Belajar Online di Masa Pandemi Virus Corona

Moh. Habib Asyhad - Selasa, 15 September 2020 | 14:13
Media asing dari Amerika Serikat dan Arab Saudi menyoroti persoalan sulitnya guru dan siswa di Indonesia belajar online di masa pandemi.
Kompas.com

Media asing dari Amerika Serikat dan Arab Saudi menyoroti persoalan sulitnya guru dan siswa di Indonesia belajar online di masa pandemi.

Suar.ID -Kesulitan guru dan siswa di Indonesia di era belajar online karena pandemi virus corona turut disorot media asing.

Mulai dari media asing yang berbasis di Amerika Serikat sampai yang berbasis di Arab Saudi.

Separah itukah kondisi pendidikan kita?

Baca Juga: Tak Perlu Khawatir Habis Kuota saat Belajar Online, Hanya dengan Rp 10 Telkomsel Berikan Paket 10Gb!

Seperti dilaporkan Kompas.com, sejak Maret 2020 lalu,Pemerintah Indonesia meminta semua sekolah memberlakukan sistem belajar online dari rumah.

Kebijakan itu merupakan salah satu upaya untuk menekan laju penyebaran Covid-19 yang hingga hari ini di Indonesia tetap menyentuh angka ribuan kasus baru tiap harinya.

Namun, belajar daring menyimpan banyak ganjalan, terutama soal keterjangkauan sinyal seluler.

Hal ini pun menjadi sorotan beberapa media asing.

Apa yang menjadi sorotan media - media asing ini?

Salah satunya adalah media asing yang berbasis di Amerika Serikat, New York Times, yang menyoroti tiga siswi di Desa Kenalan, Yogyakarta.

Mereka harus mengendarai motor untuk mencari lokasi yang terjangkau oleh sinyal seluler.

Tempat itu bukan kafe, balai, atau gedung lainnya, melainkan pinggiran jalan yang dilalui pesepeda motor yang hilir mudik.

Baca Juga: Pendaftaran Diperpanjang, Begini Cara Mendapatkan Kuota Gratis dari Pemerintah bagi Siswa dan Mahasiswa untuk Belajar Online

"Ketika sekolah meminta kami untuk belajar di rumah, kami kebingungan karena tidak ada sinyal di rumah," aku Siti Salma Putri Salsabila (13).

Upaya lebih ekstrem juga dilakuksan siswa lain si Sumatera Utara.

Beberapa siswa rela memanjat pohon yang jauh dari desa mereka di pegunungan demi mendapat sinyal.

Tidak cuma siswa, guru-guru pun mengupayakan berbagai cara untuk menyampaikan ilmu.

Beberapa guru di wilayah terpencil rela berjalan kiloan meter untuk mendatangi murid mereka agar bisa memberikan materi secara tatap muka.

Masalah tidak cuma berkutat soal sinyal, tetapi juga ketersediaan perangkat.

Tidak sedikit keluarga yang hanya memiliki satu smartphone (ponsel pintar), kemudian digunakan putra-putrinya secara bergantian.

Baca Juga: Terima Banyak Keluhan dari Orangtua, Siswa dan Guru, Mendikbud Nadiem Makarim Blak-blakan Pertaruhkan Hal Ini: Saya Berkomitmen untuk Memperjuangkan Ini

Mereka pun harus menunggu orangtua mereka pulang dari kerja, berladang atau berjualan, dan baru bisa melihat tugas-tugas sekolah yang harus mereka kerjakan.

Selain New York Times, media asing online Arab News juga menyoroti soal masalah belajar daring di Indonesia.

Dewi Listiani (14), seorang siswi kelas IX SMP, harus memajang ponselnya di dinding dapur rumahnya karena hanya titik itu yang terjangkau sinyal yang kuat.

Dia pun harus mendongak selama kegiatan belajar mengajar daring berlangsung.

Susah sinyal juga dialami beberapa siswa yang tinggal di Desa Pranten, Batang, Jawa Tengah.

Salah satunya adalah Fika Nur Aini yang mengaku kesulitan mendapat sinyal untuk belajar daring.

Baca Juga: Kabar Bahagia bagi Seluruh Pelajar di Indonesia yang Menjalankan Sekolah dari Rumah, Mendikbud Nadiem Makarim akan Alihkan 100 Persen Dana Bos untuk Beli Kuota Internet

Kendati demikian, beberapa guru juga masih tetap melakukan pelajaran tatap muka.

Kepala sekolah salah satu SD di Pranten, Kumpul Edy Suwanto, mengatakan bahwa beberapa muridnya tidak memiliki ponsel pintar.

"Mereka yang tidak memiliki smartphone sering berkumpul dalam kelompok kecil untuk melihat layar smartphone bersamaan, dan itu sebenarnya melanggar protokol kesehatan," kata Suwanto kepada Arab News.

"Jadi kami meminta tolong kepada guru-guru untuk mengunjungi mereka untuk belajar di rumah," lanjut Suwanto.

Suwanto juga mengatakan, tidak ada pengawasan saat belajar daring.

Sebab, di daerahnya, orangtua atau wali murid kebanyakan bekerja sebagai petani yang pergi ke sawah sejak pagi buta.

Menurut Luhur Bima, peneliti senior dari Smeru Research Institute, kesenjangan mendapatkan hak pendidikan bukan baru terjadi saat pandemi menyerang.

Baca Juga: Ngeri, Heboh Kabar Pria Berpisau yang Incar Wanita Sendirian di Luar untuk Layani Nafsu Birahinya saat Pandemi

"Bahkan tanpa pandemi pun, ada gap yang besar antara wilayah terpencil dan urban. Siswa belajar sangat sedikit saat waktu normal dan ketika pandemi, kegiatan belajar mengajar berhenti," kata Luhur.

Selain mengandalkan pelajaran secara daring, pemerintah pun memberikan alternatif dengan menayangkan acara pendidikan di saluran televisi TVRI setiap harinya.

Sinyal 4G belum merata

Dirangkum KompasTekno, New York Times menyoroti kesenjangan belajar daring di kala pandemi antara negara maju dan berkembang.

Bagi negara maju, guru-guru berusaha untuk memberikan pengalaman belajar jarak jauh sebaik mungkin.

Namun, di negara berkembang seperti Indonesia, tantangannya lebih sulit dikarenakan berbagai faktor, seperti minimnya infrastruktur.

Lebih dari sepertiga siswa di Indonesia memiliki internet yang terbatas, bahkan belum terjamah sinyal seluler.

Baca Juga: Kabar Bahagia bagi Seluruh Pelajar di Indonesia yang Menjalankan Sekolah dari Rumah, Mendikbud Nadiem Makarim akan Alihkan 100 Persen Dana Bos untuk Beli Kuota Internet

Kekurangan infrastruktur ini membuat pemerintah dan para ahli khawatir bahwa banyak siswa akan tertinggal jauh, terutama di daerah terpencil.

Staf Khusus Menteri Kominfo Dedy Permadi mengatakan, secara geografis, lebih dari 50 persen dari keseluruhan wilayah daratan Indonesia belum terjangkau 4G.

"Apabila dilihat dari pendekatan geografis, sinyal 4G itu baru menjangkau 49,33 persen dari luas wilayah daratan di Indonesia," ujar Dedy dalam sebuah acara bertajuk "Peran Sektor Telekomunikasi dalam Pemulihan Ekonomi Nasional" yang digelar di Sekolah Politik Indonesia, Jumat (11/9).

Edy mengatakan, secara administratif, dari total ada 83.218 desa dan kelurahan yang ada di Indonesia, ada sekitar 12.548 desa dan kelurahan yang belum terjangkau sinyal 4G.

Dari 12.548 sendiri, 9.113 desa dan kelurahan berada di wilayah 3T (tertinggal, terdepan, terluar), sedangkan 3.435 lainnya berada di wilayah non-3T.

Pemerintah menargetkan wilayah-wilayah yang belum terjangkau tadi akan ter-cover sinyal 4G pada tahun 2022.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Media Asing Soroti Kesulitan Siswa dan Guru di Indonesia Belajar Online

Editor : Suar

Baca Lainnya





PROMOTED CONTENT

Latest

Popular

Hot Topic

Tag Popular

x