Tempat itu bukan kafe, balai, atau gedung lainnya, melainkan pinggiran jalan yang dilalui pesepeda motor yang hilir mudik.
"Ketika sekolah meminta kami untuk belajar di rumah, kami kebingungan karena tidak ada sinyal di rumah," aku Siti Salma Putri Salsabila (13).
Upaya lebih ekstrem juga dilakuksan siswa lain si Sumatera Utara.
Beberapa siswa rela memanjat pohon yang jauh dari desa mereka di pegunungan demi mendapat sinyal.
Tidak cuma siswa, guru-guru pun mengupayakan berbagai cara untuk menyampaikan ilmu.
Beberapa guru di wilayah terpencil rela berjalan kiloan meter untuk mendatangi murid mereka agar bisa memberikan materi secara tatap muka.
Masalah tidak cuma berkutat soal sinyal, tetapi juga ketersediaan perangkat.
Tidak sedikit keluarga yang hanya memiliki satu smartphone (ponsel pintar), kemudian digunakan putra-putrinya secara bergantian.
Mereka pun harus menunggu orangtua mereka pulang dari kerja, berladang atau berjualan, dan baru bisa melihat tugas-tugas sekolah yang harus mereka kerjakan.
Selain New York Times, media asing online Arab News juga menyoroti soal masalah belajar daring di Indonesia.