Begitulah, saya mulai menjalani masa SMA layaknya remaja pada umumnya. Saat baru masuk kelas 1, saya mengenal seorang pemuda, kakak kelas saya di kelas 3.
Sejak itu kami berpacaran hingga saya lulus SMA. Waktu itu saya tinggal di daerah yang mayoritas masyarakatnya sangat taat beragama.
Dalam kultur masyarakat setempat, berpacaran, apalagi dalam waktu yang lama, tidak dianjurkan.
Karena itulah, Mohammad Riefki, pria yang sudah merebut hati saya, langsung memutuskan untuk melamar begitu saya lulus SMA.
Lamaran Riefki saya terima dengan senang hati. Tepatnya tahun 1968, kami resmi menikah. Walau masih relatif muda, kami merasa sudah siap membangun mahligai rumah tangga, termasuk siap mendapat momongan.
Cukup lama juga kami menanti anak pertama dari Yang Kuasa. Tiga tahun setelah menikah, barulah anak pertama lahir dan kami beri nama Novi Kusuma.
Setelah putra pertama lahir, untuk mengisi kesibukan sebagai ibu rumah tangga, sekaligus belajar mengurus keluarga, saya mulai ikut berbagai kursus Segala kursus yang berbau kewanitaan saya ikuti. Mulai dari menjahit, memasak, hingga kursus kecantikan.
Waktu itu, suami saya masih kuliah. Saya sempat berpikir, jika punya satu keahiian, mungkin nantinya bisa membantu perekonomian keluarga. Nah, setelah menjalani berbagai kursus, entah mengapa, hati saya hanya tertarik dengan kecantikan.
Mungkin juga saya memang tidak berbakat di bidang lain. Walau sudah kursus, hingga sekarang saya sama sekali tidak bisa menjahit, apalagi memasak. Ha...ha...ha... Kedua bidang tersebut tidak berkembang dalam hati dan pikiran saya.
Setelah selesai kursus, untuk membantu biaya kehidupan sehari-hari keluarga kami, saya membuka salon kecil-kecilan di garasi rumah. Pelanggan salon saya awalnya hanya teman-teman sendiri dan tetangga kanan-kiri.
Setelah itu, beberapa anak-anak teman meminta saya untuk merias mereka saat menjadi pengantin. Tanpa disangka, banyak di antaranya yang mengaku puas dengan hasil riasan saya.
Lama kelamaan, makin banyak orang yang meminta saya merias pengantin. Sampai akhirnya saya berpikir, kenapa tidak memperdalam ilmu merias pengantin saja?