Kris dan keluarganya meninggalkan rumah mereka di Wamena dan mengungsi di Sentani, Jayapura, setelah Wamena dilanda kerusuhan.
"Kalau saya akan tetap kembali, sudah jadi tugas saya yang harus dilaksanakan. Di sana kekurangan guru, semua mata pelajaran saya ajarkan," kata Kris.
Bagaimanapun, Kris tidak menampik bahwa dirinya mengalami trauma sehingga masih memulihkan diri di tempat pengungsian di Sentani, Jayapura.
"Perasaan masih trauma. Di sini kami merasa aman sekali, ada lingkungan keluarga. Kami sudah baik," ujar Kris.
Pria itu sejatinya tidak mengalami kerusuhan di Wamena pada 23 September karena dia datang ke kota itu sebelum ricuh dan sudah kembali ke Yahukimo saat terjadi kerusuhan.
"Saya tiba di Wamena sehari sebelum Wamena rusuh untuk pencairan dana BOS.
Setelah di Yahukimo baru saya dengar Wamena rusuh.
Tidak ada penerbangan ke Wamena.
Terpaksa saya langsung ke Jayapura karena tidak ada akses untuk ke Wamena, baik darat maupun udara," paparnya.
Dari istrinya yang tinggal di Wamena dan belakangan menyusul ke Sentani, Krisanthus mengetahui rumahnya sudah rata dengan tanah.
"Istri saya dari Wamena dua hari lalu tiba di Sentani hanya baju di badan. Harta benda, rumah dan segala isinya sudah hangus dan rata dengan tanah. Saya bersyukur karena kami sekeluarga masih selamat, dan untuk sementara kami tinggal di Sentani sampai kondisi aman dulu baru kembali lagi ke Wamena," ucapnya.