Suar.ID -Terancam jadi Negara Bangkrut, Sumber Uang Terbesar di Timor Leste Rupanya Pernah jadi Tempat Pembantaian Massal.
Beberapa waktu terakhir, santer diberitakan Timor Leste terancam bangkrut.
Tak banyak yang tahu, ternyata Sumber Uang utamanya jadi tempat Pembantaian paling Mengerikan.
Diberitakan upstreamonline.com, Perusahaan swasta Timor Resources menjelaskan, pihaknya mengumumkan penemuan minyak dan gas di Timor Leste dengan dua sumur eksplorasi.
Dalam pernyataan singkat operator menyatakan, penemuan tersebut terdiri atas minyak dan gas.
Selanjutnya, pihak Schlumberger telah memasang pipa besar di sumur untuk membantu menghitung jumlah minyak dan gas yang ditemukan.
Pihak Timor Resources tak membeberkan data sumur yang lain.
Mereka hanya mengatakan, penemuan ini "mewakili penemuan pertama dari wilayah tersebut".
Bor telah berpindah ke lokasi sumur berikutnya.
Persiapan untuk eksplorasi kedua sebelum Natal, yang diyakini disebut Liurai.
Pihak operator dan mitra gabungan Timor Gap mengebor sumur eksplorasi Feto Kmaus pada 27 Oktober di Blok PSC TL OT 17 08 di wilayah Suai.
Di sisi lain, perusahaan dari Australia Eastern Drilling sedang menyediakan cincin pengeboran dan tim operasi.
Kontraktor lain termasuk Schlumberger, Parama Data Unit, Matra Unikatama, Petroil, Saga Trade, York Transport dan OTE.
Operator mengindikasikan sebelumnya, jika cincin pengebor Loadcraft dengan daya 1100 horsepower (hp) dibangun di AS dipakai dalam operasi ini.
Bor ini dipindahkan ke Timor Leste tahun lalu dan dapat memulai operasi jauh lebih awal.
Namun, pandemi Covid-19 dan persetujuan perizinan membuat tertunda.
Perusahaan pengatur migas Timor Leste, ANPM mengatakan, ketika sumur digali, penggalian ini merupakan penggalian di daratan pertama dalam 50 tahun.
Ini merupakan penggalian di daratan pertama sejak merdeka dari Indonesia.
Terungkap pula lokasi penemuan tambang ini, Suai, menyisakan cerita mengerikan.
Ada kisah dendam yang begitu keji.
Suai ternyata pernah menjadi saksi menyaksikan pembantaian para pengungsi gerejapada 1999.
Bapa muda Dewanto adalah yang pertama meninggal, ujar Suster Mary Barudero, diberitakan The Guardian.
Anggota militan berbaris di luar gereja kayu tua yang menjadi tempat persembunyian pengungsi di kota Suai, Timor Leste.
Para paroki menyaksikan saat Yesuit Indonesia muda, berpakaian dalam jubahnya, keluar bertemu para anggota militan.
Tembakan terdengar dan ia langsung tewas.
Selanjutnya, Bapa Fransisco yang keluar.
Anggota militan menunggu pendeta senior, Bapa Hilario keluar.
Ketika ia tidak keluar, seorang saksi mengatakan, para anggota militan menendang pintu gereja.
Lalu, mereka memborbardir dengan tembakan api.
Seorang suster yang menyaksikan pembantaian itu dari rumahnya menggambarkan, kejadian tersebut kepada Barudero setelah pembunuhan yang terjadi pada siang harinya.
Suster mengatakan kepadanya, anggota militan memasuki gereja.
Mereka mulai menembakkanpeluru laras panjang dari senjatanya ke kerumunan pengungsi.
Mereka juga melemparkan granat tangan di antara para korban yang berkerumun.
Di dalam gereja, Barudero mengatakan, hanya ada anak-anak kecil dan wanita, bayi-bayi yang digendong ibunya dan wanita-wanita hamil.
Para pria dikabarkan telah melarikan diri sebelumnya.
Barudero, seorang suster, telah mengirim 4 wanita hamil kembali ke gereja dari rumah sakit tempatnya bekerja hanya dua jam sebelumnya untuk menunggu prosesi melahirkan.
"Mereka pergi ke gereja karena merasa aman di sana,"
"Mereka merasa, dekat para pendeta adalah perlindungan," ujar suster yangpada 1999, berusia 64 tahun.
Cerita pembantaian massal darinya dikonfirmasi oleh agen berita misionaris Vatikan, Fides.
Bahkan, hal ini merupakan salah satu penggambaran paling brutal mengenai kekerasan di Timor Leste yang muncul di waktu sejak pasukan militan melawan kemerdekaan dari Jakarta dan mulai menjarah dengan dukungan dari militer Indonesia.
Juru tulis Katholik Roma yang dianggap para militan sebagai pendukung kemerdekaan, merupakan korban-korban yang pertama.