Suar.ID -Hukuman Juliari Batubara Diringankan Hakim, Divonis 12 Tahun Penjarahanya karena Sudah Dihina Masyarakat , ICW Kecewa Berat.
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Kurnia Ramadhana menilai, putusan majelis hakim memberikan vonis 12 tahun penjara dan sejumlah denda untuk eks Menteri Sosial (Mensos) Juliari Batubara tidak masuk akal.
Memang, bekas Menteri Sosial (Mensos) Juliari Batubara divonis 12 tahun penjara dalam perkara dugaan suap pengadaan bantuan sosial (bansos) sembako Covid-19 di Jabodetabek.
Pembacaan vonis dilakukan oleh hakim dalam persidangan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Senin (23/8/2021) siang secara virtual.
Juliari Batubara disebut terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut sebagaimana dakwaan penuntut umum.
"Menjatuhkan pidana oleh karenanya terhadap terdakwa dengan pidana penjara selama 12 tahun dan pidana denda sejumlah Rp 500 juta dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar, diganti dengan pidana kurungan enam bulan," ungkap Hakim dalam tayangan Kompas TV.
Juliari juga dijatuhi pidana tambahan untuk membayar uang pengganti sejumlah Rp 14.597.450.000 dengan ketentuan, apabila tidak dibayar selama paling lama satu bulan, maka harta benda terpidana dirampas untuk menutupi kekurangan.
Apabila tidak terbayarkan, akan diganti penjara 2 tahun.
Tak cuma itu, Juliari juga dijatuhi pidana tambahan berupa pencabutan hak dipilih dalam jabatan publik selama empat tahun setelah terdakwa selesai menjalani pidana pokok.
Menanggapi vonis hakim, Kurnia menilai, penerimaan suap pengadaan bantuan sosial (bansos) Covid-19 oleh Juliari harusnya membuat ia dihukum seumur hidup.
"ICW beranggapan, putusan 12 tahun penjara yang dijatuhkan majelis hakim kepada mantan Menteri Sosial, Juliari P Batubara, benar-benar tidak masuk akal dan semakin melukai hati korban korupsi bansos," ungkap Kurnia saat dihubungi Tribunnews, Selasa (24/8/2021).
"Betapa tidak, melihat dampak korupsi yang dilakukan oleh Juliari, ia sangat pantas dan tepat untuk mendekam seumur hidup di dalam penjara," sambungnya.
Bagi ICW, lanjut Kurnia, ada empat argumentasi untuk mendukung kesimpulan Juliari harus dihukum seumur hidup penjara.
Pertama, Juliari melakukan kejahatan saat menduduki posisi sebagai pejabat publik.
"Sehingga, berdasarkan Pasal 52 KUHP hukuman Juliari mesti diperberat," ungkap Kurnia.
Kedua, praktik suap bansos dilakukan di tengah kondisi pandemi Covid-19.
"Hal ini menunjukkan, betapa korupsi yang dilakukan Juliari sangat berdampak, baik dari segi ekonomi maupun kesehatan, terhadap masyarakat," ujar Kurnia.
Ketiga, hingga pembacaan nota pembelaan atau pledoi, Juliari tak kunjung mengakui perbuatannya.
"Padahal, dua orang yang berasal dari pihak swasta, Ardian dan Harry, telah terbukti secara sah dan meyakinkan menyuap Juliari," ungkap Kurnia.
Keempat, hukuman berat bagi Juliari akan memberikan pesan kuat bagi pejabat publik lain agar tidak melakukan praktik korupsi di tengah situasi pandemi Covid-19.
"Berangkat dari hal ini, maka semakin lengkap kebobrokan penegak hukum, baik KPK maupun Pengadilan, dalam menangani perkara korupsi bansos," ungkap Kurnia.
Lebih lanjut, Kurnia juga menyebut, alasan meringankan yang dibacakan majelis hakim pengadilan tipikor kepada Juliari Batubara terlalu mengada-ngada.
"Betapa tidak, majelis hakim justru menyebutkan Juliari telah dicerca, dimaki, dan dihina oleh masyarakat," ungkapnya.
Kurnia menilai ekspresi semacam itu dari masyarakat merupakan hal wajar.
"Terlebih mengingat dampak yang terjadi akibat praktik korupsi Juliari."
"Bayangkan, praktik suap menyuap itu dilakukan secara sadar oleh Juliari di tengah kondisi kesehatan dan ekonomi masyarakat ambruk karena pandemi Covid-19," ungkapnya.
Cercaan, makian, dan hinaan kepada Juliari, lanjut Kurnia, tidak sebanding dengan penderitaan yang dirasakan masyarakat karena kesulitan mendapatkan bansos akibat ulah mantan Menteri Sosial dan kroni-kroninya.
"Dari putusan ini, masyarakat kemudian dapat melihat bahwa proses penegakan hukum belum sepenuhnya berpihak kepada korban kejahatan," ungkap Kurnia.