3 Nelayan Indonesia Jadi Tawanan Abu Syyaf, Eks Tim Mawar Kopasus Sebut Peran Penting Prabowo: Ini Sesuatu yang Sulit Tapi Bisa Dilakukan

Kamis, 19 Desember 2019 | 08:45
Kompas.com

3 Nelayan Indonesia Jadi Tawanan Abu Syyaf, Eks Tim Mawar Kopasus Sebut Peran Penting Prabowo: Ini Sesuatu yang Sulit Tapi Bisa Dilakukan

Suar.ID -Sejak bulan September 2019 lalu, 3 orang nelayan asal Indonesia dikabarkan telah diculik oleh kelompok Abu Sayyaf.

Kelompok tersebut menculik ketiga nelayan Indonesia ini di perairan Malaysia.

Pemerintah Indonesia pun hingga kini masih berusaha membebaskan ketiga nelayan tersebut.

Ketiga pelayan ini adalahMaharudin Lunani (48), anaknya Muhammad Farhan (27), dan kru kapal Samiun Maneu (27).

Baca Juga: Soal Ekspor Benih Lobster Dikritik Susi Pudjiastuti, Jokowi Beri Tanggapan: Yang Penting Mendapat Manfaat

Mereka disandera saat mencari ikan di wilayah perairan Malaysia.

Eks anggota Tim Mawar Kopassus, Fauka Noor Farid mengatakan ada dua cara pembebasan nelayan yang bisa ditempuh pemerintah.

"Ada dua kategori berbicara pembebasan, pertama tindakan persuasif, kedua melakukan tindakan reperesif. Berbicara persuasif berarti ada beberapa hal, yaitu kita berbicara negoisasi," kata Fauka di Pasar Rebo, Rabu (18/12/2019).

Pembebasan dengan cara persuasif lebih sulit, terlebih pemerintah Indonesia menolak membayar tembusan sebesar Rp 8,3 miliar yang diminta.

Baca Juga: Nyelonong ke Selat Sunda dengan Kapal Perang Modern Pertama di Dunia, Pangeran Inggris Tantang Perang Indonesia! Tapi Akhirnya Malah Bikin Malu Armada Laut Ratu Elizabeth setelah TNI AL Menunjukkan Tajinya

Namun pembebasan secara persuasif dinilai Fauka masih memungkinkan, tergantung pada sosok yang melakukan negoisasi dengan kelompok Abu Sayyaf.

Peran Penting Prabowo dan Budi Gunawan

Dalam pembebasan sandera, menurutnya Menteri Pertahanan Prabowo Subianto dan Kepala Badan Intelejen Negara (BIN) Budi Gunawan berperan penting.

"Ini sesuatu yang sangat sulit tapi bisa dilakukan, tergantung peran daripada orang yang diberikan mandat untuk negoisasi. Utama adalah Menhan dan Kepala BIN," ujarnya.

Mantan anggota Tim Mawar Kopassus ini menyebut kiprah Budi selama tiga tahun memimpin BIN terbilang moncer.

Pun Prabowo yang merupakan bekas komandan Kopassus sehingga paham persoalan intelejen dan memiliki pengalaman pembebasan sandera.

Baca Juga: Tak Kuat Berurusan dengan 3 Rentenir Sekaligus, Sekretaris Cantik ini Akhirnya Memilih Mengakhiri Hidupnya dengan Lompat dari Gedung, Begini Pesan Terakhirnya yang Menyanyat Hati: Teman, Keluarga, Aku Pergi, Hidupku Telah Gagal

"Pak Prabowo, kita sudah tahu beliau ini adalah pakar pembebasan sandera. Kopassus, kemampuan Intelejen ada dan pengalaman daripada operasi itu sendiri beliau sudah jelas," tuturnya.

Fauka mencontohkan peran Prabowo dalam memimpin operasi pembebasan peneliti dari dari Ekspedisi Lorentz 95 di pegunungan Mapenduma, Jayawijaya.

Dalam hal pembebasan secara represif, dia juga menyebut sosok Prabowo dan Budi berperan penting membebaskan ketiga sandera.

"Berbicara tentang represif ada dua hal yang harus bisa kita lakukan, melibatkan Intelejen dan pasukan pemukul. Karena pasukan pemukul tanpa intilejen tidak mungkin dia bisa bergerak," lanjut Fauka.

Pasalnya pasukan pemukul yang bertugas membebaskan sandera butuh informasi terkait kelompok yang menawan sandera.

Baca Juga: Mengejutkan, Pembalap yang Pernah Berjaya dengan Ducati dan Suzuki Ini Terbukti Menggunakan Doping! Karier Balapnya di MotoGP Terancam Berakhir

Informasi yang berasal dari intelejen, dalam hal ini BIN pimpinan Budi Gunawan menentukan keberhasilan tim pemukul.

Fauka yakin Budi telah mengutus jajarannya ke Filipina untuk mencari segala informasi terkait kelompok milisi Abu Sayyaf.

"Karena perintah pak Jokowi sudah jelas, bebaskan tawanan dengan aman. Jadi dua hal ini, saya pikir tidak perlu diragukan lagi bagaimana peran daripada pak Prabowo dan pak BG," sambung dia.

Sementara peran Prabowo sebagai Menteri Pertahanan memungkinkan dia memilih pasukan pemukul yang sesuai berdasarkan informasi yang diberikan BIN.

Pengalaman terlibat dalam pembebasan sandera selama tergabung di korps baret merah dinilai Fauka membuat Prabowo memiliki pertimbangan yang tepat.

Baca Juga: Viral Video Bayi Menangis Sesenggukan Memeluk Jenazah Ibunya, Ternyata Sang Ibu Tinggalkan Surat Terakhir yang Isinya Sangat Menyayat Hati

"Saya percaya pak Prabowo dan pak Budi Gunawan bisa melaksanakan tugas dengan sukses. Berdasarkan pengalaman yang sudah pernah mereka lakukan," kata Fauka.

Kopassus Hanya Butuh 10 Menit

TRIBUNJAKARTA.COM/BIMA PUTRA
TRIBUNJAKARTA.COM/BIMA PUTRA

Mantan anggota Kopassus Fauka Noor Farid saat memberi keterangan di Pasar Rebo, Jakarta Timur, Rabu (18/12/2019).

Pengamat intelejen sekaligus mantan anggota Komando Pasukan Khusus (Kopassus), Fauka Noor Farid mengatakan Kopassus dipastikan siap bila ditugaskan membebaskan tawanan.

"Kalau tim Kopassus kita pasti sudah sangat siap. Indonesia kan sudah terkenal dengan perang geriliya, ini yang dilakukan kelompok Abu Sayyaf juga sama," kata Fauka di Pasar Rebo, Jakarta Timur, Rabu (18/12/2019).

Tak hanya terlatih dalam perang geriliya, korps baret merah dinilai mampu membebaskan ketiga sandera dalam keadaan selamat.

Fauka menuturkan kiprah Kopassus dalam tugas pembebasan sandera di berbagai medan tak perlu diragukan karena sudah terbukti.

Baca Juga: 10 Tahun Pacaran sebelum Menikah, Ternyata Aktor Tampan Ini Pernah Kerja Serabutan di Luar Negeri Demi Sang Pacar, Salah Satunya Jadi Buruh Pabrik!

"Di kondisi sesulit apa pun, contoh Mapenduma, itu sulitnya bagaimana. Tapi Kopassus mampu untuk membebaskan. Meskipun ada korban, tapi kecil," ujarnya.

Perihal waktu pembebasan, eks anggota Tim Mawar ini menyebut waktu yang dibutuhkan anggota Kopassus untuk pembebasan tak sampai 10 menit.

Keyakinannya didasari gembelengan keras selama tergabung dalam Kopassus yang memang dituntut siap menghadapi segala medan.

"Kalau kita diajarkan di Kopassus, pembebasan tawanan enggak ada sampai 10 menit. Enggak ada 10 menit, paling lama 15 menit. Habis itu pelolosan. Kalau Kopassus diturunkan," tuturnya.

Namun keberhasilan setiap misi pembebasan tergantung dari informasi yang diberikan intelejen sebelum melaksanakan tugas.

Baca Juga: Bangunan Kepatihan yang Memiliki Sejarah Luar Biasa Ini, Kini telah Rata dengan Tanah! Terungkap Inilah Alasan Pembongkarannya

Dalam hal ini, Fauka mengatakan Badan Intelejen Negara (BIN) diyakini sudah bergerak dan mengantongi informasi terkait kelompok Abu Sayyaf.

Pasalnya kehebatan pasukan pembebasan tak berarti bila tak punya informasi lengkap terkait musuh yang dihadapi.

"Kita bergerak kalau informasi sudah A1. A1 tentang tentang jumlah, posisi, medan, keamanan yang menyandera. Di situ kita bisa tahu, ditentukan struktur pasukan," lanjut Fauka.

Dalam kasus pembebasan tiga nelayan, Fauka mengatakan peran Menteri Pertahanan Prabowo Subianto dan Kepala BIN Budi Gunawan berperan penting.

Alasannya Prabowo memiliki kemampuan pengalaman dalam kasus pembebasan dan kewenangan mengerahkan Kopassus.

Baca Juga: Jenazah Artis Cantik Ini Harus 3 Kali Dimandikan Pakai Detergen, Terungkap Ada Fakta Sangat Menyedihkan di Baliknya

Sementara Budi sebagai pemimpin BIN memiliki jajaran yang sudah bergerak mengumpulkan segala informasi terkait kelompok Abu Sayyaf.

"Dipastikan (pembebasan) berhasil, Insya Allah berhasil. Saya yakin, karena pak Prabowo punya pengalaman, BG pun punya pengalaman. Kunci pembebasan sandera pertama intelejen, kedua gerakan pasukan," sambung dia.

Kelompok Abu Sayyaf Diyakini Tak Bunuh 3 Nelayan Indonesia yang Ditawan

TRIBUNJAKARTA.COM/BIMA PUTRA
TRIBUNJAKARTA.COM/BIMA PUTRA

Fauka Noor Farid saat ditemui di Jakarta Timur, Senin (10/6/2019)

Tiga nelayan Indonesia yakni, Maharudin Lunani (48), anaknya Muhammad Farhan (27), dan kru kapal Samiun Maneu (27) ditawan kelompok milisi Abu Sayyaf sejak September 2019 lalu.

Pemerintah Indonesia hingga kini masih berupaya membebaskan ketiganya tanpa perlu membayar uang tebusan Rp 8,3 miliar yang diminta.

Pengamat intelejen sekaligus mantan anggota Komando Pasukan Khusus (Kopassus), Fauka Noor Farid mengatakan ketiganya berpeluang selamat atau tak dibunuh.

Baca Juga: Selama 16 Tahun Dipendam, Denny Cagur Utarakan Rasa Kesalnya Ketika Beddu Keluar dari Cagur: Separuh Mimpi Saya Hancur

"Saya pikir kalau dia menawan orang Indonesia ada kultur, makannya bahwa Indonesia dan Filipina masih dalam satu rumpun dan mayoritas Islam, Muslim. Saya pikir mereka masih punya hati," kata Fauka di Pasar Rebo, Jakarta Timur, Rabu (18/12/2019).

Selain masalah kultur, dia menilai kelompok Abu Sayyaf tak murni kelompok teroris yang langsung membunuh tawanan.

Fauka menuturkan permintaan uang tebusan jadi bukti kelompok Abu Sayyaf lebih tepat digolongkan sebagai bajak laut atau perompak.

"Teroris itu kelompok memperjuangkan ideologi. Abu Sayyaf ini arahnya sudah bagaimana sudah ke arah bagaimana untuk hidupnya mereka. Jadi mereka menawan hanya untuk meminta tembusan," tuturnya.

Fauka membenarkan bila kelompok Abu Sayyaf pernah membunuh tawanan karena otoritas terkait ogah membayar uang tebusan.

Baca Juga: Ternyata Banyak yang Tidak Setuju, Sosok Ini Beberkan Alasan Mau Nikah dengan Desta Meski Usianya Masih 19 Tahun

Namun dia mencontohkan pembebasan sandera sepuluh warga negara Indonesia lewat negoisasi yang melibatkan Mayor Jenderal (Purn) Kivlan Zein jadi negosiator.

Menurutnya keberhasilan negoisasi yang dilakukan tahun 2016 lalu jadi bukti kelompok Abu Sayyaf tak menutup upaya negoisasi.

"Kejadian kemarin juga yang kapal kita disandera juga bisa dibebaskan, yang melibatkan Kivlan Zen dengan cara negoisasi. Tidak perlu kita menurunkan pasukan, kita pendekatannya bisa pendekatan kultur dan agama," lanjut Fauka.

Dalam setiap kasus penawanan, Fauka mengatakan ada cara pembebasan sandera yakni negoisasi dan represif atau berupa tindakan.

Mantan anggota Tim Mawar Kopassus ini yakin pemerintah sudah mempertimbangkan untung, rugi setiap langkah pembebasan.

Baca Juga: Banyak Ular Kobra Masuk Rumah, Ini Lafal Doa Melihat Ular dan Cara Jitu Mengusir si Hewan Melata, Jangan Tabur Garam

"Pembebasan tawanan dengan cara tindakan represif atau dengan pengerahan pasukan adalah jalan terakhir manakala negoisasi yang dilakukan pemerintah tidak berjalan dengan baik," sambung dia.

Cegah Kasus Penyanderaan Nelayan Terulang

Kasus penyanderaan tiga nelayan warga negara Indonesia pada September 2019 lalu yang hingga kini belum bebas menambah panjang masalah keamanan di wilayah Asia.

Belum diketahui pasti bagaimana langkah pemerintah Indonesia yang menolak pembayaran uang tebusan Rp 8,3 miliar guna membebaskan ketiganya.

Pengamat intelejen sekaligus mantan anggota Kopassus, Fauka Noor Farid menyarankan pemerintah Indonesia bekerja sama dengan seluruh negara di Asia dalam meningkatkan keamanan.

Yakni membentuk wadah pertahanan dan keamanan yang melibatkan seluruh negara Asia guna mencegah kasus penawanan terulang.

Baca Juga: Tajir Melintir hingga Miliki Villa di Bali, Jessica Iskandar Ungkap Doorprize Pernikahannya, Lain Daripada yang Lain

"Bagaimana negara-negara Asia bersatu membentuk suatu wadah atau sering berkoordinasi tentang bagaimana mengamankan wilayah. Terhadap itu tadi, mungkin teroris, bajak laut," kata Fauka di Pasar Rebo, Jakarta Timur, Rabu (18/12/2019).

Menurutnya wacana kerja sama pembentukan wadah pertahanan seluruh negara di Asia sudah dinyatakan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto.

Yakni saat pertemuan Ke- 20 Kepala Staf Angkatan Darat se-Asean atau 20th ASEAN Chief of Army Multilateral Meeting 2019 di Bandung, November lalu.

"Supaya kejadian tak terulang pak Prabowon kemarin mengusulkan bagaimana kita memperkuat kerja sama tentang pertahanan dan keamanan Asia," ujarnya.

Baca Juga: Saat 'Suara Macho' Lucinta Luna Keluar di Tengah Syuting, Pacar Abash itu Panik Bukan Kepalang, Andhika Pratama: 'Nelen Kodok ya?'

Fauka menuturkan kerja sama ini nantinya tak hanya melibatkan tentara angkatan laut dari masing-masing negara, tapi juga pertukaran informasi.

Termasuk peningkatan patroli di wilayah perairan tempat kelompok seperti Abu Sayyaf, perompak Somalia lainnya kerap beraksi.

"Mereka (Negara) bertanggung jawab keamanan laut dari tindakan-tindakan seperti yang dilakukan kelompok Abu Sayyaf. Bagaimana mengamankan nelayan se-Asia intinya," tuturnya.

Mantan anggota Tim Mawar Kopassus ini mengatakan wadah pertahanan gabungan penting mengingat luas wilayah perairan Indonesia.

Baca Juga: Beda Usia 32 Tahun Tak Jadi Masalah, Inilah yang Bikin Mantep Pelawak Ginanjar Mau Nikah dengan Gadis Muda Belia

Pembentukan wadah juga mengantisipasi masalah penyeludupan barang-barang ilegal, termasuk narkoba yang kerap dikirim lewat perairan.

"Wilayah Indonesia ini kan luas, enggak mungkin kita bisa mengamankan sendiri. Tapi kalau kita bersatu, intinya bagaimana semua negara Asean terlibat menjaga tentang laut Asia," lanjut Fauka.

Baca Juga: Banyak Dibilang Horor dan Misterius, Drummer Sheila on 7 Bagikan Pertemuannya dengan Sephia, Brian: Siapa Bilang Horor

(Ferdinand Waskita)

Artikel ini telah tayang di Tribunjakarta.com dengan judul "Eks Tim Mawar Kopassus Blak-blakan Soal 3 Nelayan Tawanan Abu Sayyaf, Ceritakan Pengalaman Prabowo".

Editor : Aditya Eriza Fahmi

Baca Lainnya