Suar.ID -Tak banyak yang tahu bahwa pasukan khusus milik TNI AD, Kopassus, pernah menyamar sebagai pengawal presiden Filipina.
Aksi penyamaran itu bertujuan untuk melindungi sang presiden dari ancaman kudeta.
Sebagai informasi, sepanjang tahun 1980-1987-an Filipina terus dinaungi awan kelam.
Keadaan dalam negeri Filipina bergejolak hebat di bawah rezim diktator Ferdinand Marcos yang korup.
Keadaan Filipina semakin runyam seiring datangnya tokoh opisisi yang juga musuh bebuyutan Marcos bernama Benigno "Ninoy" Aquino.
Ia baru saja pulang ke Manila dari pengasingannya pada 1983.
Baca Juga : Pretty Asmara Meninggal Dunia: Dimanja Sejak dalam Kandungan karena Dianggap Membawa Keberuntungan
Tapi nasib sial menghampiri Ninoy Aquino. Belum juga keluar dari bandara di Manila, ia sudah ditembak mati oleh sniper anak buah Jenderal Fabian Ver, Kastaf Ferdinand Marcos.
Sontak hal ini membuat rakyat Filipina marah, lebih-lebih mereka mereka sudah muak atas kepemimpinan tirani Marcos.
Dari situ, lahirlah gerakan rakyat bernama 'People's Power', yang menuntut penggulingan rezim Marcos.
Ketika Ferdinand Marcos semakin goyah, militer Filipina di bawah kepimpinan Jenderal Fidel Ramos dan Kolonel Juan Ponce pun melancarkan kudeta.
Ferdinand Marcos tumbang dan melarikan diri bersama istrinya ke luar negeri.
Karena terjadi vacuum of power alias kekosongan kekuasan, rakyat pun memilih Corazon Aquino (janda Benigno Aquino) sebagai presiden baru Filipina.
Tapi Corzaon juga menghadapi berbagai ancaman kudeta tapi tak pernah berhasil.
Pemerintahan Corazon juga dirundung berbagai macam pemberontakan, jadi pemerintah melawan dua hal langsung yaki kudeta dan pemberontakan separatis.
Tahun 1987 Filipina ketiban giliran menjadi tuan rumah Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN ke-3.
Dalam KTT itu pemimpin-pemimpin negara di Asia Tenggara akan bertemu di Manila.
Baca Juga : Pretty Asmara Meninggal Dunia, Sebelumnya Ia Punya Keinginan Makan Ikan Bakar dan Dibelikan Pampers
Namun keadaan keamanan Filipina yang tak menentu dan rawan membuat para pemimpin ASEAN enggan menghadiri pertemuan tersebut dengan alasan keselamatan.
Indonesia sebagai 'tetua' ASEAN yang melihat hal ini kemudian mengambil inisiatif.
Presiden Soeharto kemudian memerintahkan TNI di bawah kepemimpinan Jenderal L.B Moerdani untuk mengamankan jalannya KTT ASEAN ke-3 di Filipina.
Marinir juga tak mau ketinggalan, dua batalion disiagakan di Teluk Manila dan siap siaga melancarkan operasi pendaratan amfibi memasuki Manila jika diperintahkan.
TNI AU menyiagakan jet tempur A-4 Skyhawk bermuatan bom Mk.82 untuk berjaga-jaga membom para pengacau jika menganggu jalannya KTT.
Baca Juga : Inilah Boneka Okiku, 'Jenglot' Jepang yang Rambutnya Bisa Bertambah Panjang
Satuan ini juga mempersiapkan ambulans udara dadakan di perut pesawat angkut C-130 Hercules untuk pertolongan medis sewaktu-waktu.
Dari TNI AD, dua pekan sebelum KTT berlangsung satu tim dari Kopassus tiba di Filipina.
Tim Kopassus itu awalnya bertugas melatih para pengawal presiden Filipina.
Meski sudah menjalani pelatihan singkat namun performa dan kemampuan para pengawal presiden Filipina dinilai kurang mumpuni.
Mau tak mau tim Kopassus harus diterjunkan langsung untuk memberikan pengawalan ketat kepada Corazon Aquino.
Walhasil tim Kopassus ini menyamar menjadi Paspampres Filipina dengan mengenakan pakaian tradisional Barong Tagalog.
Selain itu tim Kopassus juga diugaskan menjaga para pemimpin ASEAN lainnya di hotel tempat mereka menginap.
Bukan hanya militer Indonesia yang mengirim pasukannya untuk suksesnya KTT.
Angkatan perang Singapura dan negara ASEAN lainnya juga mengirimkan kekuatan militernya namun tetap komando teratas dipegang oleh TNI.
Seriusnya pengamanan KTT ASEAN ke-13 Filipina membuat para pemimpin anggota ASEAN lainnya lega, mereka kemudian memastikan bakal hadir dalam KTT.
Baca Juga : Sisi Lain Geisha si Wanita Penghibur Jepang: Makin Tua 'Tarifnya' Justru Makin Mahal!
KTT ASEAN ke-13 Filipina kemudian berjalan sukses dan lancar tanpa kendali berkat pengamanan yang dilakukan TNI beserta angkatan perang negara lainnya.
Hal ini juga menunjukkan dukungan Indonesia kepada Corazon sebagai presiden resmi Filipina dari bayang-bayang ancaman kudeta dan pemberontakan.