Menurut buku Arnold C. Brackman Indonesian Communism, sekitar tahun 1949 itu Aidit keluar negeri. “I left Indonesia because I was eager to learn about the world.” (Saya meninggakan Indonesia karena saya ingin sekali mempelajari dunia) katanya kepada Brackman menurut buku itu.
Setelah terjadinya “peristiwa Madiun” 1948, PKI kehilangan poros pimpinan. Pada 1950 Aidit mulai menyusun konsep anggaran dasar baru.
Dan pada sidang CC tahun berikutnya ia terpilih menjadi Sekretaris. Tahun 1951 bersama Njoto ia hendak menghadiri kongres partai komunis Nederland.
Waktu itu kalau mau ke Belanda tak diperlukan visum. Sampai di lapangan terbang Schiphol keduanya tak dibolehkan turun. Disuruh pulang kembali.
Komentarnya, “Kami disuruh bayar lagi. Tentu saja kami tolak. Kan mereka yang memulangkan kami.”
Pada Kongres IV PKI 1954 peremajaan pimpinan PKI berhasil. Sekjen D.N. Aidit (31 tahun), kedua wakilnya MH Lukman (34 tahun), dan Njoto (29 tahun).
Sekali waktu Sekjen Aidit pergi ke Manado. Orang bertanya kepadanya, “Bung kapan datang jenderalnya?”
Orang kira sekjen berarti sekretarisnya jenderal. Nama itu ternyata tak sesuai dengan pengertian masyarakat kita.
Pada 1959 diubah menjadi Ketua Rekan dan anak buah menyebutnya “Kawan ketua Aidit”. Salam mereka bukan membungkuk (ini feodal bukan?) tetapi angkat tangan sambil tersenyum.
Agitas, organisasi, dan mobilisasi massa adalah garis baru yang ditegaskan PKI selama ini. Sebelum diterima oleh Aidit ada beberapa kali saya menunggu di ruang penerima tetamu.
Percakapan mereka selalu segar. Penuh keyakinan, optimisme, dan hari depan yang gemilang!
Dalam kedudukan sebagai Ketua CC, Aidit sering kali melawat ke luar negeri. Menghadiri kongres-kongres di Moskow dan negara-negara komunis lainnya.