"Dia (NK) kawin di rumahnya di Labuang, orangtuanya sendiri yang menikahkan, yang membaca khutbah nikah itu KUA dari Kecamatan Leksula bukan dari Namrole," ujarnya.
Menurut Noho, beberapa hari sebelum pernikahan, orangtua NK, AIK sempat menemuinya di rumah.
Saat itu, AIK beralasan ingin memindahkan putrinya ke pesantren terdekat.
"Jadi sebelum hal itu (pernikahan) terjadi itu, lima hari sebelumnya orangtuanya ke rumah saya lalu dia mengaku ingin memindahkan anaknya ke pesantren," kata dia.
Sebagai kepala sekolah, Noho tak bisa melarang keinginan itu.
"Karena itu hak orangtua tapi saya arahkan kalau mau dipindahkan hubungi sekolah yang bersangkutan kalau mereka bersedia menerima, baru datangkan surat keterangan siap menerima baru kita bikin surat pindah," ungkapnya.
Namun, dalam pertemuan itu, AIK menyampaikan alasan sesungguhnya ingin menikahkan putrinya dengan tokoh agama.
Beberapa hari setelah pernikahan, guru dan siswa langsung menggelar aksi di DPRD dan Kantor Wilayah Kementerian Agama Buru Selatan.
Menurut Noho, para siswa dan guru memilih berunjuk rasa karena merasa keputusan orangtua NK dan KUA telah mempengaruhi murid lainnya.
"Kasus ini menjadi perhatian semua siswa di sekolah.