"Tren kebijakan pajak disaat pandemi adalah kebijakan pajak yang progesif. Jadi memang lebih menekankan kelompok yang super kaya," beber Fajry.
Sementara dari segi waktu, pemberlakuan kenaikan tarif pajak bagi konglomerat pasca-pandemi dianggap sudah sangat tepat.
Terlebih jika merujuk negara lain, kebijakan menaikkan tarif pajak orang kaya menjadi salah satu usulan yang banyak diambil dunia pasca pandemi.
"Banyak negara yang memang meningkatkan tarif kelompok berpendapatan tertinggi bahkan Russia yang selama ini menggunakan struktur tarif flat rate merubah menjadi progresif," pungkas Fajry.
Sebagai informasi, kenaikan tarif pajak sudah disebut-sebut Sri Mulyani dalam beberapa kesempatan.
Baca Juga: Viral Perusahaan Baja Berikan 4.116 Mobil kepada para Karyawannya, Ini Alasan di Baliknya
Afirmasi dari Bendahara Negara itu semakin jelas ketika menghadiri Rapat Kerja bersama Komisi XI DPR RI.
Dalam rapat, Sri Mulyani membeberkan isi proposal yang bakal diajukan ke DPR.
Teranyar, dia mengungkapkan akan menaikkan tarif PPh OP di layer tertentu, yakni layer yang diisi oleh orang-orang tajir RI dengan pendapatan di atas Rp 5 miliar per tahun.
"Kita juga akan melakukan perubahan tarif dan bracket dari PPh OP untuk High Wealth Individual. Itu kenaikan juga tidak terlalu besar hanya 30 persen ke 35 persen untuk mereka yang pendapatannya di atas Rp 5 miliar per tahun," tutur Sri Mulyani dalam Rapat Kerja bersama Komisi XI DPR RI secara virtual.
Adapun tarif pajak yang berlaku saat ini berdasarkan UU KUP terdiri dari 4 lapisan.
Lapisan pertama adalah dikenakan tarif pajak 5 persen untuk penghasilan sampai Rp 50 juta.