GridHot.ID - Indonesia tengah dilanda musibah banjir.
Bahkan, negara tetangga Timor Leste juga terkena dampak banjir bandang hebat.
Di Indonesia, banjir terjadi di wilayah Nusa Tenggara Timur dan Barat.
Dikutip dari Tribunnews.com, terdapat 10 daerah di Nusa Tenggara Timur, yang berpotensi mengalami banjir akibat hujan lebat disertai angin kencang yang melanda bagian timur Indonesia.
10 daerah tersebut mulai dariKupanghingga Lembeta.
Banjir bandang terjadi akibat cuaca ekstrem, seperti disebutkan oleh Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) bahwa siklon tropis kini sedang bergerak mendekati Selat Sawu yang terletak di selatan NTT dan utara Timor Leste.
BMKG juga mengatakan hujan deras, gelombang tinggi, dan angin kencang masih akan melanda wilayah tersebut beberapa hari ke depan.
Angin Siklon Tropis Seroja dilaporkan The Guardian, telah membunuh setidaknya 97 orang dan lusinan lainnya menghilang.
Ribuan warga melarikan diri ke tempat evakuasi, kemudian upaya penyelamatan dilanjutkan Senin kemarin dengan tim SAR menggali di antara lumpur dan puing-puing mencari korban, dan menggunakan perahu karet untuk membawa jasad yang tersapu ke laut.
Pekerjaan itu terganggu oleh mati listrik, jalan terblokir, lokasi yang tidak bisa dijangkau dan cuaca buruk.
Melansir Intisari-Online.com, setidaknya 70 warga telah meninggal di beberapa pulau di provinsi NTB dan NTT, sementara 70 lainnya tidak ditemukan, menurut Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).
Totalnya 30 ribu penduduk di Indonesia telah terdampak banjir.
Sementara itu di Timor Leste setidaknya 27 warga kehilangan nyawa, kebanyakan di ibukota Dili, sementara 7000 lainnya dipaksa melarikan diri dari rumah ujar pejabat.
Raditya Jati, juru bicara BNPB Indonesia mengatakan, “Empat kecamatan dan tujuh desa terkena dampak. Setelah dilakukan verifikasi data dengan tim kami di lapangan, ditemukan korban tewas sebanyak 41 orang. Sebanyak 27 orang masih hilang dan sembilan orang luka-luka.”
Gambar dari Lemanele menunjukkan rumah-rumah yang tertelan, puing-puing menutupi seluruh jalan, pohon tumbang, dan kabel listrik yang rusak.
Karena itulah, banyak warga tak punya pilihan lain selain mengungsi ke lokasi yang relatif lebih aman.
Di Lembata, sebuah pulau di tengah-tengah antara Flores dan Timor, sebagian desa yang terkena dampak mengungsi menuruni lereng gunung dan dekat garis pantai, menurut seorang wartawan AFP di tempat kejadian.
Pejabat setempat mengerahkan alat berat untuk membuka kembali jalan yang terputus.
Korban yang terluka telah dievakuasi ke desa-desa tetangga yang tidak terkena banjir bandang.
Gambar dari Lembata menunjukkan orang-orang mengarungi lumpur tanpa alas kaki, mengevakuasi korban dari rumah-rumah yang runtuh dengan tandu darurat.
Pemerintah Timor Leste mengungkapkan, mereka tengah fokus pada korban lansia, anak-anak, dan ibu hamil untuk dievakuasi ke tempat yang aman, lapor Tatoli mengutip pernyataan Menteri Perlindungan Rakyat Sipil Timor Leste Joaquim Gusmao.
Sementara, pejabat Perlindungan Rakyat Sipil Timor Leste belum memberikan komentar langsung terkait kejadian ini.
Aliran listrik di seluruh wilayah Timor Leste terputus.
Istana Kepresidenan Timor Leste terendam banjir.
Sementara itu memang ada wilayah di Pulau Timor yang menjadi "langganan banjir" di hampir setiap musim hujan.
Belu Selatan tepatnya di Betun dan Besikama adalah wilayah yang kerap diterjang banjir dan selalu mengalami kerusakan parah.
Kiki Syahnakri pensiunan TNI yang dulunya berpangkat Pangdam IX/Udayana tahun 1999-2000 menceritakan pada masa tugasnya banjir bandang tiba-tiba menerjang wilayah dua itu.
"Ribuan warga, termasuk para pengungsi dari Timor Timur yang tinggal di tenda-tenda pengungsian di tepi sungai, harus menyelamatkan diri semampunya. Malangnya, lebih dari seratus pengungsi dan penduduk setempat dinyatakan hilang dan tewas. Banyak harta benda dan hewan ternak hanyut dan lenyap bersama arus deras," tulisnya di bukunya Timor Timur The Untold Story.
Menariknya, Kiki bercerita masyarakat setempat dan pengungsi enggan membantu dalam proses pencarian dan pemakaman korban.
Kiki menganggap hal itu terjadi mungkin karena ada tabu di budaya Timor Leste untuk mengurus korban bencana atau kecelakaan, atau karena mereka sendiri sedang menderita.
Saat itu, korban-korban yang ditemukan pun akhirnya dikuburkan secara massal.