Sekitar 90 menit setelah penerbangan kami, kami medapatkan kantong udara, dan kemudian saya mendengar pilot berteriak, "Beri saya kekuatan."
Para penumpang yang selamar saling berkorban dan bekerja sama untuk tetap hidup
Saya merasa pesawat berada di tanjakan yang curam dan kami langsung menuju ke sebuah gunung. Kemudian terjadi tabrakan besar saat sayap menghantam bebatuan.
Kembali ke kursi, saya meletakkan kepala di antara kedua kaki dan memejamkan mata, yakin, pada usia 24 tahun, saya akan mati.
Saya merasakan udara dan salju meluncur melewati saya saat pesawat meluncur menuruni gunung.
Kemudian, saat berhenti, ada saat keheningan total yang dengan cepat diikuti oleh teriakan minta tolong.
Di depan saya, saya melihat tumpukan mayat, koper dan kursi pesawat yang terlepas, tetapi ketika saya melihat ke belakang tidak ada apa-apa.
Bagian belakang pesawat benar-benar hilang, membawa Gaston dan teman-teman kami bersamanya.
Kami melompat keluar ke salju tapi kami tenggelam sampai pinggang kami, jadi kami bergegas kembali ke badan pesawat, tempat kami merawat yang terluka.
Ada 27 dari kami yang hidup, dengan 24 tidak terluka. Saya memiliki luka kecil di lutut saya.
Waktu malam tiba dengan cepat, jadi saya mengacak-acak jaring di badan pesawat. Dalam kegelapan saya merasakan panas tubuh pria lain, Roberto Canessa, 19 tahun.