Rakyat Myanmar juga semakin waswas setelah junta militer membebaskan 23.000 tahanan pada Jumat (12/2/2021) melalui amnesti.
Salah satu warga Hlaing di Yangon, Aye Kyu (54) mengatakan bahwa tetangganya berjaga-jaga di wilayah tempat tinggalnya setiap malam.
"Itu sangat mirip dengan situasi hanya beberapa hari sebelum penumpasan brutal militer terhadap pengunjuk rasa pada 1988."
“Mereka sekarang membutuhkan alasan untuk menindak kami. Jadi mereka menciptakan situasi kacau dengan membuat orang merasa tidak aman dan merespons dengan panik,” kata Aye.
“Kami tidak memiliki siapa-siapa lagi untuk melindungi kami. Polisi dan tentara bertindak layaknya preman bagi kami,” tutur Aye.
Hal senada juga diungkap warga Mingalar Taung Nyunt di Yangon, Ko Phyo.
"Kami akan mengadakan serangkaian pertemuan hari ini dan dalam beberapa hari mendatang untuk membuat patroli lebih sistematis," katanya kepada Arab News, Minggu (14/2/2021).
Junta Militer Myanmar mendesak pegawai negeri untuk kembali bekerja.
Mereka yang nekat mogok kerja terancam mendapat sanksi tegas.
"Tindakan dapat diambil karena melanggar etika, peraturan, dan kegagalan tugas Pegawai negeri sesuai dengan... undang-undang dan kode etik pengawai negeri," kata pernyataan itu, dikutip Tribunnews dari Reuters, Minggu (14/2/2021).