Suar.ID -Menurut penelitian terbaru University of Alberta,Menunda pernikahandapat membuat Anda lebih bahagia dalam jangka panjang!
Lho, kok bisa?
Dalam sebuah survei yang dilakukan terhadap 405 orang Kanada pada akhir sekolah menengah dan di awal usia paruh baya, mereka yang menikah pada usia yang sama atau lebih lambat dari teman sebayanya memiliki tingkat kebahagiaan dan harga diri yang lebih tinggi serta lebih jarang depresi daripada yang menikah lebih awal, menurut peneliti ekologi keluarga, Matt Johnson.
Temuan ini diambil dari Edmonton Transitions Study, sebuah studi jangka panjang untuk orang dewasa yang berasal dari Kanada yang telah disurvei tujuh kali antara usia 18 dan 43 tahun, dimulai pada 1984.
"Rata-rata mereka cenderung menikah pada akhir 1980-an atau awal 1990-an," kata Johnson.
Di samping itu, usia rata-rata pernikahan untuk kelompok pria adalah 28 tahun, sedangkan untuk wanita yaitu 25 tahun.
Johnson mengatakan bahwa studinya bertujuan untuk menentukan usia optimal pernikahan terhadap teman sebaya dari generasi yang sama, bukannya menentukan sebuah usia mutlak yang berlaku untuk generasi manapun.
"Usia tertentu bermasalah karenaanak muda zaman sekarang menikah di usia yang berbeda denganzaman dahulu, dan usia rata-rata untuk pernikahan menjadi semakin ‘tua’," katanya.
Pada abad ke-21, para generasi muda akan pulang ke rumah dan menghabiskan lebih banyak waktu untuk menyelesaikan pendidikan dan mendapatkan pekerjaan fulltime.
Diterbitkan tahun lalu di Journal of Family Psychology, studi yang berjudul "Better Late Than Early: Marital Timing and Subjective Well-Being in Midlife" memiliki asumsi bahwa waktu yang ideal untuk berpasangan atau menikah kira-kira sama dengan teman sebayanya.
"Orang-orang yang melakukan sesuatu pada waktunya, akan mendapatkan penerimaan sosial seperti penerimaan dari keluarga dan teman yang akan membuatnya mudah dan tanpa beban menjalani transisi ini,” katanya.
"Mereka yang melakukan transisi terlalu awal atau terlalu akhir mungkin menerima sanksi sosial yang halus atau terbuka."
"Namun, Kami tidak menemukan bahwa telat menikah adalah hal yang negatif dalam hal kesejahteraan subjektif masa depan."
"Bahkan, sebenarnya, menikah terlambat lebih baik dibanding menikah lebih awal," ucap Johnson.
"Meskipun mereka yang menikah pada umumnya lebih bahagia daripada mereka yang tidak, mengikat hubungan terlalu dini dapat mempersulit kehidupan nantinya, karena "mempercepat atau mencegah terjadinya transisi kehidupan," kata Johnson.
"Orang yang menikah lebih awal cenderung tidak mendapatkan pendidikan lebih tinggi, memiliki anak lebih awal, dan akibatnya terjebak dalam karir yang tidak mereka inginkan."
"Ketika telah menginjak usia pertengahan, mereka menjadi sedikit lebih tertekan atau memiliki rasa rendah diri bukan karena mereka melanggar norma sosial, tetapi karena mereka memulai jalan menuju kehidupan keluarga lebih awal," jelas Johnson.
"Sementara mereka yang menunda pernikahan tidak tampak menderita atau kurang normal dari rekan-rekan mereka yang lain, dan juga dapat memperoleh lebih banyak pendidikan dan pekerjaan dengan bayaran lebih tinggi."
"Kedua indikator ini untuk kesejahteraan subjektif jangka panjang yang lebih besar, kata Johnson.
Ia meneruskan "Analisis kami menunjukkan bahwa mereka yang mendapatkan gelar sarjana atau gelar yang lebih tinggi memiliki kemungkinan untuk telat menikah."
"Mereka yang meluangkan waktu untuk menikmati hidup sendiri dianggap lebih dewasa, dan mampu memahami dirinya sendiri."
"Anda lebih mampu menavigasi hidup dan hubungan Anda dengan cara yang cenderung mengarah pada hasil yang baik," Johnson menjelaskan.
"Meskipun begitu, menunda waktu menikah dalam waktu yang lama tidak menjamin bebas dari risiko."
"Menunda pernikahan, seperti yang banyak orangkatakan, dapat menjadikan seseorang lebih kurus seiring bertambahnya usia."
"Ini hanyalah masalah tentang keseimbangan dalam hidup. Menikmati hidup sebagai lajang, juga tidak perlu dalam waktu yang lama,” ucap Johnson.
(National Geographic)