Suar.ID -Sebelum akhirnya jenazah Yasinta Intan korban susur sungai ditemukan, sang ayah rupanya sempat berusaha mencari sendiri selepas salat subuh di sepanjang Sungai Sempor.
Perasaan duka masih berkecambuk di hati Suraji, ayah dari Yasinta Intan siswi SMPN 1 Turi yang jadi korban tewas susur sungai.
Tak pernah Suraji membayangkan dirinya akan kehilangan Yasinta Intan secepat itu.
Jenazah Yasinta Intan ditemukan paling akhir oleh Tim SAR Gabungan setelah mengevakuasi 9 korban susur sungai lainnya.
Siswi SMPN 1 Turi ini akhirnya dimakamkan hari itu juga, Minggu (23/2/2020) pukul 14.00 WIB di pemakaman umum Dadapan Wetan.
Di hadapan pusara sang anak, Suraji tak mampu menutupi kesedihannya.
Bahkandiwartakan dari TribunJogja.com, pria berusia 61 tahun ini tak sanggup melihat peti jenazah putrinya diturunkan ke liang lahat.
Beberapa sanak saudara pun terlihat menemani dan menguatkan Suraji.
Kesedihan Suraji begitu kentara lantaran Yasinta adalah anak semata wayangnya.
Kepergian Yasinta begitu menorehkan duka yang mendalam bagi Suraji.
Sebelum Yasinta ditemukan, rupanya Suraji sempat berusaha mencarinya seorang diri.
Ia menceritakan selepas salat Subuh Sabtu pagi, Suraji memutuskan untuk turun sendiri ke sungai yang telah menewaskan 10 siswi SMPN 1 Turi tersebut.
Rasa gelisah yang begitu besar membuat Suraji nekat mencari anaknya tanpa peralatan khusus.
Ketika sedang dalam proses pencarian, ia justru merasakan kakinya kram lantaran terendam terlalu lama di dalam air.
Beruntungnya ayah satu anak ini langsung ditolong oleh anggota keluarga yang ikut menyusul.
“Saya gelisah. Pas habis Subuh, saya langsung ke dekat posko itu. Turun lewat jembatan. Saya nyusur sendiri, sampai saya keram di sana, hampir nggak gerak. Untung ternyata ada keluarga yang ikut juga,” katanya.
Sehari sebelum akhirnya nekat menyusuri sungai Sempor, Suraji sudah mencoba mencari ke semua posko, puskesmas hingga sekolahan.
Ada harapan besar bagi Suraji untuk melihat salah satu korban selamat adalah anaknya.
Namun sayang, harapannya hanyalah tinggal harapan.
Baca Juga: Mengapa semua Korban Susur Sungai SMPN 1 Turi adalah Perempuan? Beginilah Alasannya
“Mulai Jumat sore itu, saya sudah tidak sabar. Saya cari infonya di mana-mana, sekolah saya datang, ke SWA (klinik), posko SAR, Puskesmas, semua lah. Setiap ada kabar ada korban ketemu, saya datang, ternyata bukan anak saya."
"Ada lagi korban di Puskesmas, 3 kali saya bolak-balik, terakhir jam 2 malam, katanya ada yang mau dicocokin, ternyata bukan anak saya. Makanya saya turun subuh subuh itu,” jelas dia.
Dia ingat betul saat hari terakhir anaknya berpamitan untuk ikut kegiatan pramuka.
“Tumben, hari itu dia minta uang jajan dobel sambil merengek ke saya. Tapi bukan dia suka maksa lho, biasa itu manja-manja dia kalau sama saya, sambil ketawa-tawa kok kalau merengek itu, sama Ibunya juga,” kenangya.
“Pas berangkat, dia pakai jilbab, terus ditutup topi Pramuka. Sudah lama dia nggak pakai anting-anting, dia copotin titip ke ibunya. Sebelah sepatunya bolong bekas terbakar waktu kegiatan minggu lalunya, tapi masih dipakai dulu,” kenangnya lagi.
Kini semua keceriaan Yasinta hanya akan menjadi kenangan bagi kedua orangtuanya.
Penemuan dua siswi SMPN 1 Turi Sleman, termasuk Yasinta menjadi penutup pencarian tim SAR gabungan tiga hari ini.
Total ada 10 korban tewas yang merupakan siswi SMPN 1 Turi Sleman yang hanyut saat mengikuti kegiatan susur sungai.(Tribun Style/Tribun Jogja)