Sementara itu, 50.000 warga Kanada meninggal, 300.000 orang Brasil juga meninggal termasuk presidennya kala itu Coleues Alves.
Di Inggris 250.000 orang meninggal, sementara Prancis lebih dari 400.000 jiwa, di Jepang 300.000 orang orang meninggal dan di Indonesia 1.5 juta.
Sedangkan di India mungkin terbanyak karena sebanyak 17 juta orang meninggal, akibat flu Spanyol tersebut.
Pada 1919 ketika antibiotik dan vaksin belum lahir, banyak yang percaya bahwa flu Spanyol akan menhancurkan umat manusia.
Flu ini memiliki tingkat infeksi yang sangat tinggi, rata-rata korban yang meninggal berusia 20-40 tahun.
Penyakit ini menyebabkan pendarahan di hidung, lambung dan usus, kemudian pendarahan dan efusi pleura menyebabkan pasien tenggelam oleh cairan tubuh mereka sendiri.
Pada 2007, para ilmuwan menguji virus flu Spanyol pada monyet yang menunjukkan gejala khas pandemi 1918.
Monyet ini mati karena badai sitokin (sistem kekebalan tubuh bereaksi berlebihan).
Memantul dari invasi virus, memproduksi terlalu banyak sel darah putih dan sitokin untuk membunuh virus.