Suar.ID -Setiap rumah makan pasti memiliki bumbu rahasia sendiri.
Karena bumbu rahasia inilah, banyak orang jadi menjadi sering balik ke rumah makan tersebut.
Namun tempat makan yang satu ini punya bumbu rahasia yang berbeda dari biasanya.
Dilansir Sin Chew Daily pada Sabtu (21/12), seorang pemilik warung bakmi di Guangxi, China terpaksa ditangkap karena memberikan bumbu rahasia tak biasa kepada pelanggannya.
Pemilik warung bakmi ini menggunakan opium/morfim (sejenis narkoba) agar pelanggannya kembali.
Untungnya kelakuan pemilik warung bakmi ini akhirnya terbongkar.
Hal ini diketahui setelah salah seorang pelanggannya positif memakai morfin saat pemeriksaan yang dilakukan oleh polisi.
Pelanggan ini pun tak merasa telah mengkonsumsi obat-obatan apapun.
Saat ditanyai lebih lanjut, pelanggan ini mengatakan kalau ia hanya makan mie siput di sebuah warung bakmie.
Curiga dengan hal ini, polisi pun segera memeriksa warung bakmi yang dimaksut pelanggan ini.
Tak butuh waktu lama, polisi pun berhasil menyita sekatung bubuk siput yang setelah dites positif mengandung morfim.
Setelah berhasil menemukan bubuk tersebut, polisi meminta menutup warung bakmi ini.
Polisi pun kembali menemukan sekitar 76 bubuk biji poppy.
Temuan ini pun membuat pemilik warung ini langsung ditangkap oleh polisi.
Saat diinterogasi pemilik warung ini mengaku menggunakan obat-obatan terlarang ini untuk meningkatkan bisnisnya.
Karena dengan obat-obatan ini bisa membuat pelanggannnya kembali membeli dagangannya.
Sang pemilik warung ini juga mengatakan bahwa obat-obatan ini awalnya ditanam di kampung halamannya sekitar 4 tahun lalu.
Hingga kini kasus ini masih dalam proses pengadilan dan menunggu penyelidikan lebih lanjut.
Saat Inggris Jual 1.400 Ton Opium per Tahun ke China
Sepanjang sejarah, peradaban selalu memiliki berbagai alasan untuk memulai perang.
Perang itu tidak selalu disebabkan oleh aneksasi teritorial atau pengaruh budaya, tetapi juga terjadi karena perdagangan dan insiden diplomatik.
Begitulah kasus Kerajaan Inggris dan dinasti Qing Cina, yang memiliki sudut pandang dinamis, bergolak, dan saling bertentangan tentang bagaimana hubungan diplomatik dan perdagangan mereka.
Hingga akhirnya mengarah pada Perang Candu atau yang juga dikenal sebagai Perang Anglo-Cina.
Perang Candu Pertama berlangsung dari tahun 1839 hingga 1942 dan diikuti oleh yang kedua mulai tahun 1856 dan berakhir pada 1858.
Konflik-konflik terjadi setelah neraca perdagangan hilang di antara kekuatan Eropa dan kekuatan Asia pada abad ke-17 dan 18 saat terjadi permintaan barang dari China.
Impor sutra dan porselen semakin populer di barat, dan itu dibarengi dengan permintaan yang mendesak dari tradisi minum teh di Inggris.
Selama ini, bagi Cina, pasar hampir tidak ada.
Negara itu mencukupi diri sendiri dan beberapa pernyataan resmi mereka adalah bahwa "tidak ada yang bisa dibawa kapal Eropa melintasi lautan".
Namun, abad ke-18 adalah masa ketika sebagian besar kerajaan Eropa secara berangsur-angsur meluas ke seluruh dunia.
Mereka memberlakukan ekonomi mereka berkat perdagangan maritim, dan di sana ada banyak permainan untuk dimainkan.
Pada akhirnya China mengembangkan konsep baru tentang bagaimana bertahan dalam permainan ini dan menjadi bagian dari sistem dan jaringan perdagangan internasional yang cukup signifikan.
Itu mengarah pada pembentukan Sistem Canton pada tahun 1757 yang ternyata sangat menguntungkan bagi orang Cina, serta bagi para pedagang Eropa.
Sistem canton memungkinkan hak perdagangan monopoli untuk pedagang Cina swasta.
Perekonomian tidak lagi terpusat.
Itu adalah sistem dengan hak monopoli yang sama seperti dengan perusahaan British India atau perusahaan Belanda Timur.
Perubahan itu berarti aliran perak untuk pedagang Cina, karena perak adalah satu-satunya kompensasi yang mereka minta sebagai imbalan atas barang-barang mereka.
Semua baik-baik saja sampai Inggris menyadari pada 1817 bahwa mereka dapat mengurangi defisit perdagangannya dengan mengikutsertakan India dalam perdagangan candu.
Pemerintahan Qing awalnya akan menerima impor opium, karena ia menciptakan pajak tidak langsung atas rakyat Cina.
Namun kemudian perdagangan opium menjadi tidak terkendali.
Pada 1838, Inggris menjual sekitar 1.4000 ton opium per tahun ke China.
Apakah untuk melegalkan narkotika atau tidak, adalah perdebatan besar dan berkelanjutan di antara para pejabat Cina.
Opium itu berangsur-angsur tumbuh sebagai masalah, Situasi meningkat pada tahun 1839 ketika Kaisar Daoguang menolak untuk melegalkan opium atau candu.
Perdagangan kemudian ditutup dan dihapuskan.
Namun setelah China mencoba menegakkan kebijakan pasarnya, Inggris nampaknya merasa keberatan.
Tak lama kemudian, Inggris menunjukkan kemegahan angkatan lautnya yang menyiratkan ancaman perang dan supremasi.
Ketegangan dan kerusuhan antara kedua negara tidak berhenti sampai penandatanganan Perjanjian Nanking.
Perjanjian itu gagal untuk memperbaiki hubungan antara kedua negara dan menyebabkan Perang Candu kedua.