Suar.ID -Ramelan, warga RT 7/RW 6 Dusun Berokan, Kecamatan Bawen, Kabupaten Semarang harus berjuang pontang-panting demi anak-anaknya.
Terlebih anak ketiganya, Dimas Andre Kurniawan hanya bisa tergoleh lemah.
Usia Dimas 12 tahun dan seharunya sudah kelas 1 SMP.
Dimas dulu terlahir preamtur kala usia kandungan istrinya baru 5 bulan.
"Saat itu, istri saya kerja di pabrik. Waktu di kamar mandi terpeleset, sehingga bayinya harus dikeluarkan," jelasnya, Senin (2/12/2019).
Saat lahir, Dimas, dinyatakan ada gangguan di syaraf punggung dan kepala.
Selain itu ada tenggorokannya pun sempit dan menganggu pita suaranya.
Ramelan yang bekerja sebagai tenaga serabutan telah mengupayakan berbagai cara demi kesembuhan Dimas.
Mulai dari cara medis hingga tradisional.
Baca Juga: BREAKING NEWS: Ledakan Terjadi di Monas, Dua Anggota TNI Terluka
"Dia menjalani terapi selama empat tahun. Hasilnya, kepala Dimas bisa digerakkan. Tapi terapi tidak saya lanjutkan karena tidak ada biaya," jelasnya.
Istri meninggal akibat kanker serviks
Derita Ramelan bertambah saat istrinya meninggal setahun lalu karena kanker serviks.
Sejak itu, Ramelan tidak bisa lagi bekerja karena Dimas tidak ada yang menjaga.
Menurut dia, Dimas tidak mau diajak orang yang belum begitu dikenalnya.
Selain itu perawatannya juga membutuhkan perhatian khusus. "Bahkan untuk mandi dan menggantikan baju pun harus saya.
Pernah saya titipkan ke kakak saya, tapi dia malah meng-kakukan diri saat ganti baju," ungkapnya.
Karena tak lagi bekerja, otomatis Ramelan tak ada pemasukan.
Akibatnya pembayaran biaya sekolah kakak Dimas yang bernama Melati Suryaningrum sempat tersendat.
Siswa kelas III sebuah SMK di Bawen tersebut menunggak pembayaran hingga lima bulan.
"Tapi saat ini sudah dibayarkan oleh komunitas relawan agar Melati bisa tetap sekolah.
Apalagi, sebentar lagi dia akan ujian jadi saya berusaha agar dia bisa lulus sekolah," kata Ramelan.
Kondisi ekonomi susah
Kondisi ekonomi yang susah tersebut, lanjutnya, sempat membuat Melati enggan melanjutkan sekolah dengan alasan ingin bekerja agar bisa membantu orangtua.
Tapi Ramelan menekankan pentingnya pendidikan bagi Melati meski harus menjual berbagai perabot di rumah.
Ramelan menuturkan, Dimas biasa tidur saat adzan Subuh dan bangun sekira pukul 11.00 hingga 13.00.
Saat malam, dia biasa mencuri-curi waktu untuk ngojek.
"Ngojek itu dapatnya hanya sekitar Rp 5 ribu hingga Rp 15 ribu, karena saya tidak bisa full kerja. Tapi yang penting bisa buat saku Melati sekolah," terangnya.
Sementara untuk makan sehari-hari, dia tidak terlalu memikirkan.
"Kalau makan saya dan kakaknya, gimana caranya pasti ada. Tapi kalau Dimas harus bubur sachet, dia sekali makan dua bungkus. Sementara minumnya maunya yang susu kental, karena kalau bubuk tidak mau," kata Ramelan.
Karena tak bisa meninggalkan Dimas sendirian, Ramelan berharap bisa membuka usaha di depan rumah.
Harapannya, dia bisa berjualan makanan kecil dan es untuk melayani warga sekitar.
(Kompas.com/Dian Ade Permana)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Kisah Sedih Dimas, Bocah 12 Tahun dengan Bobot 10 Kg: Lahir Prematur 5 Bulan, Ibu Meninggal karena Kanker Serviks"