Suar.ID -Pada 25 November 2019 lalu kita baru saja merayakan Hari Guru Nasional.
Meski sering dirayakan, namun masih saja banyak guru yang belum bisa mendapatkan kesejahteraan yang setara.
Terutama kesejahteraan para guru honorer, sepertiyang dialami guru honorer di Sumatra Utara ini.
Dilansir Tribun Medan, guru honorer tersebut bernama Musri (46) tahun.
Ia mengaku kalau dirinya hanya dibayar uang sebesar Rp 700 ribu sebulan.
Diketahui Musri adalah seorang guru kelas VI di SD Negeri 105364 di Desa Lubuk Rotan, Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdangbedagai.
Ia sebenarnya sudah 20 tahun mengabdi menjadi seorang guru honorer, namun tetap saja ia hanya digaji Rp 700 ribu per bulan.
Gaji yang terbilang sedikit ini pun diterimanya tiap tiga bulan sekali.
Musri pun banyak melakukan hal lain untuk memenuhi kebutuhannnya sehari-hari.
Salah satunya adalah menjadi 'hantu'.
Ia sudah melakukan hal tersebut sejak 10 tahun belakangan ini.
Hantu yang dimaksut disini adalah hantu penghibur dalam rombongan keyboard (organ tunggal) yang biasa diundang dalam pesta khitanan ataupun pernikahan di kampung-kampung.
Di Kabupaten Serdang Bedagai, hiburan tersebut sering disebut sebagai Keyboard Mak Lampir.
"Gaji cuma Rp 700 ribu per bulan, ya harus pintar-pintarlah cari tambahan. Job-nya itulah, jadi sundel bolong atau pocong.
Nge-job-nya sama kawan-kawan dan sebulan minimal bisa tampil empat sampai enam kali."
"Sekali tampil bisa bergaji Rp100 ribu sampai Rp 125 ribu per orang tergantung jauh dekatnya lokasi acara," kata Musri Senin, (25/11).
Untuk keperluan panggung, Musri mengaku merias dirinya sediri.
Ia dan kelompoknya telah menghibur sampai ke Balam, Pekanbaru.
Ia juga mengaku kalau dirinya tak malu melakoni pekerjaanya ini.
Meski profesi guru dan penghibur Keyboard Mak Lampir sangat jauh, namun ini semua ia lakukan demi sesuap nasi.
Guru honorer yang tinggal di Desa Kesatuan, kecamatan Perbaungan ini merasa bahwa pekerjaanya in sangat berguna karena bisa menghibur banyak orang.
"Terkadang saya pun ikut nyanyi di keyboard.
Tapi jaranglah karena lebih banyak job jadi hantu.
Walaupun pulang jadi hantu malam tapi saya usahakan jangan sampai mengganggu kerjaan jadi guru.
Job jadi hantu itu biasanya Sabtu dan Minggu."
"Kadang kalau tidak ada job jadi hantu ya jadi badut.
Lumayan juga bisa dapat Rp150 ribu sekali manggung.
Aku enggak mencuri jadi enggak perlu malu karena aku menganggap apa yang kulakukan ini hanya sebatas menghibur dan membuat orang ketawa saja," kata Musri.
Musri sendiri mengaku masih tidak mengetahui sampai kapan ia akan melakukan pekerjaanya sebagai penghibur ini.
Meski begitu, selama menjalani perkerjaan ini atasan ataupun rekan-rekannya sesama guru tak pernah mempermasalahkannya.
Bahkan atasan dan rekan-rekan guru malah memakluminya karena sama-sama tahu kalau gaji guru honorer itu sangat kecil.
Tak hanya itu, bahkan murid dan wali murid juga sudah menerima pekerjaan penghibur yang ia tekuni.
Tak jarang juga mereka malah menanyakan apakah ada pekerjaan manggung untuk mereka.
Keluarga pun tak ada yang mempermasalahkan hal ini.
"Saya dan istri sudah lama pisah.
Kalau anak saya ada satu, tapi dia ikut dengan mamaknya di Medan," katanya.
Pada Hari Guru kemarin, ia berharap agar pemerintah daerah bisa lebih memperhatikan kesejahteraan guru honorer.
Musri sempat menyebutkan bahwa ia pernah mencoba seleksi KII danPegawai Pemerintah dengn Perjanjian Kerja (P3K).
Sayangnya saat itu ia sedang tidak beruntung.