Menurut pengakuannya, dia bersama bapaknya ikut menggali lubang tiang bendera yang dikibarkan sesaat setelah pembacaan teks proklamasi itu.
“Waktu itu ramai sekali, ada ratusan orang,” kenang Arsilan yang ketika ditemui Intisari pada medio 2015 lalu tinggal di pondokan kecil yang menempel persis di tembok bagian timur Monumen Proklamasi, Menteng, Jakarta Pusat.
Kesederhanaan si Bung Besar
Sebelum bekerja sebagai tukang kebun di rumah Bung Karno, Arsilan sempat ikut berjuang melawan penjajah.
Terlebih pada zaman penjajahan Jepang.
Hal itu dibuktikannya dengan status anggota Tentara Perintis Kemerdekaan Republik Indonesia (PKRI) yang dulu lebih dikenal sebagai Laskar Rakyat.
Setelah Proklamasi 1945 Arsilan memutuskan bekerja menjadi tukang kebun di rumah Bung Karno setelah sebelumnya ditunjuk sebagai tukang jaga bola di lapangan tenis di halaman belakang rumah Bung Karno.
Pekerjaan Arsilan sebagai tukang kebun sejatinya adalah pekerjaan turun-temurun.
Bapaknya juga bekerja sebagai tukang kebun di rumah Bung Karno di Pegangsaan Timur 56, begitu juga dengan kakak-kakaknya.
Sementara saudara-saudaranya yang lain ada yang bekerja sebagai tukang cuci di tempat yang sama.
Meski hanya tukang kebun, Arsilan cukup memahami kehidupan Bung Karno pada waktu itu.
Majikannya hidup sangat sederhana dan bersahaja.