“Saya bekerja sejak berusa sembilan tahun. Saya pergi ke sekolah, lalu ke toko, lalu mengerjakan pekerjaan rumah, lalu tidur. Saya benar-benar tidak merasakan masa kecil selain itu,” kenang Larian.
Satu-satunya pelariannya saat itu adalah menonton film-film Hollywood. Dari situlah dia tahu Amerika.
Ketika berusia 17 tahun, dia meyakinkan orangtuanya untuk mengirimnya ke Amerika Serikat untuk mendapatkan peluang lebih besar.
Ayahnya lalu meminjam uang sebesar 753 dolar dari saudara-saudaranya dan membelikan tiket satu arah ke Los Angeles.
Baca Juga : Dari Bos Facebook hingga Pendiri Google, Begini Penampilan 7 Miliarder Dunia Sebelum Tajir
Saat itu tahun 1971 dan Larian tiba di Amerika sendirian dengan koper dan selimut kuning yang diberikan ibunya.
“Saya takut, saya masih anak-anak ketika berusia 17 tahun,” ujarnya.
Dia tidak bisa berbahasa Inggris dan tidak punya tempat jujukan. Ia kerap keliling kota sembari menangis karena kehabisan uang dan tak segera mendapatkan pekerjaan.
Dengan bantuan seorang teman, dia menemukan sebuah apartemen. Tak lama berselang, dia mendapatkan pekerjaan sebagai tukang pencuci piring di sebuah kedai kopi dengan penghasilan 1,65 dolar per jam.
Dia lalu menjadi busboy, dan jadi seorang pelayan.
Setelah menabung selama hampir setahun, Larian mendaftar di Los Angeles Southwest College, sebuah perguruan tinggi setempat, sebelum ditransfer ke California State University.
Larian lulus pada 1978 dengan gelar insinyur sipil, tetapi ia segera menyadari bahwa dirinya punya ambisi lain.