Suar.ID -Di kantor Isaac Larian di Los Angeles, ada rak yang penuh dengan pecahan 1 dolar, 5 dolar, dan 100 dolar.
Yang menarik, di permukaan uang-uang itu terdapat tanda tangan orang-orang yang kalah bertaruh dengan Larian atas kesuksesan produknya.
“Kami telah kehabisan uang,” candanya, seperti dilaporkan CNN, Rabu (21/11) kemarin.
Pendiri dan CEO perusahaan mainan MGA Entertainment yang kini berusia 64 tahun itu telah meraih beberapa kemenangan besar selama bertahun-tahun.
Termasuk peluncuran boneka Bratz yang sangat populer pada 2001 lalu, akuisi merek mainan Little Tikes pada 2006, dan lebih banyak lagi yang lainnya.
Baca Juga : Pengakuan Seorang Pria, Saat Umurnya 11 Tahun Dipaksa Ayahnya Berhubungan Intim dengan Ibu Tirinya
Tapi Larian juga pernah merasakan kekalahan, tapi kekalahan itu telah memukulnya lebih keras lagi.
Itu terjadi pada Mei lalu ketika Larian kehilangan tawaran 675 juta dolar (sekitar Rp9,8 triliun) untuk mengakuisisi 200 gerai mainan Toys ‘R’ Us yang tersisa di Amerika Serikat.
Larian berharap bisa menyelamatkan apa yang tersisa.
Tapi kreditur Toys ‘R’ Us, yang akhirnya memegang kendali perusahaan, menolak tawarannya, dan memaksa Larian untuk mundur.
Sementara spesifik dari keputusan itu tidak diungkapkan, kreditur kemudian mengatakan dalam pengarsipan bahwa mereka percaya perusahaan itu bernilai lebih dari harga penawaran.
“Itu benar-benar membuat say sedih, saya depresi,” kata Larian.
“Kami sangat serius dengan tawaran itu dan telah menghabiskan ribuan dolar saat proses negosiasi.”
Jika kesepakatan dengan Toys ‘R’ Us deal, Larian berencana mengubah toko itu menjadi “wahana mini mirip Disneyland”.
“Ketika anak-anak saya masih muda, kami akan mengajak mereka ke Toys ‘R’ Us di akhir pekan dan bersenang-senang,” kata Larian, yang belum lama ini telah menjadi kakek untuk pertama kalinya.
“Orangtua tidak perlu membeli sesuatu untuk berada di sana.”
Baca Juga : Pilot Jet Tempur Inggris Diganjar Penghargaan Prestisius, Ledakkan 4 Truk ISIS Sekaligus dari Jarak 6,5 Km
Tapi Larian tidak sepenuhnya menyerah dengan ambisi itu.
“Siapa yang tahu? Mungkin saya akan melakukannya sendiri,” katanya. “Sekarang ada peluang besar di sana bagi orang lain untuk datang dan mengisi kekosongan ini yang ditinggalkan oleh Toys R Us.”
***
Larian tumbuh di sebuah daerah kumuh di Teheran, Iran. Di sana dia tidak punya banyak pengalaman yang dapat ia ciptakan untuk anak-anak saat ini.
Ayahnya punya sebuah toko kecil yang menjual barang-barang tekstil dan Larian kerap membantu ayahnya di toko itu.
“Saya bekerja sejak berusa sembilan tahun. Saya pergi ke sekolah, lalu ke toko, lalu mengerjakan pekerjaan rumah, lalu tidur. Saya benar-benar tidak merasakan masa kecil selain itu,” kenang Larian.
Satu-satunya pelariannya saat itu adalah menonton film-film Hollywood. Dari situlah dia tahu Amerika.
Ketika berusia 17 tahun, dia meyakinkan orangtuanya untuk mengirimnya ke Amerika Serikat untuk mendapatkan peluang lebih besar.
Ayahnya lalu meminjam uang sebesar 753 dolar dari saudara-saudaranya dan membelikan tiket satu arah ke Los Angeles.
Baca Juga : Dari Bos Facebook hingga Pendiri Google, Begini Penampilan 7 Miliarder Dunia Sebelum Tajir
Saat itu tahun 1971 dan Larian tiba di Amerika sendirian dengan koper dan selimut kuning yang diberikan ibunya.
“Saya takut, saya masih anak-anak ketika berusia 17 tahun,” ujarnya.
Dia tidak bisa berbahasa Inggris dan tidak punya tempat jujukan. Ia kerap keliling kota sembari menangis karena kehabisan uang dan tak segera mendapatkan pekerjaan.
Dengan bantuan seorang teman, dia menemukan sebuah apartemen. Tak lama berselang, dia mendapatkan pekerjaan sebagai tukang pencuci piring di sebuah kedai kopi dengan penghasilan 1,65 dolar per jam.
Dia lalu menjadi busboy, dan jadi seorang pelayan.
Setelah menabung selama hampir setahun, Larian mendaftar di Los Angeles Southwest College, sebuah perguruan tinggi setempat, sebelum ditransfer ke California State University.
Larian lulus pada 1978 dengan gelar insinyur sipil, tetapi ia segera menyadari bahwa dirinya punya ambisi lain.
“Saya tahu bahwa saya ditakdirkan menjadi seorang pengusaha. Itu yang saya pelajari saat bekerja di toko ayah di Iran,” katanya.
Larian lalu membuka bisnis berbasis order via surat bernama Surprise Gift Wagon yang menjual produk kuningan dekoratif impor dari Asia.
Baca Juga : Terkenal Karena Bak Barbie Hidup, Wanita Ini Perlihatkan Wajah Aslinya
Tak lama setelah itu, ia mulai menjual barang-barang elektronik impor, seperti video gim genggam.
Pada akhir 1980-an, perusahaan ini resmi menjadi distributor utama Game-Watch Nintendo dan videogame genggam di AS.
Larian lalu mengubah nama perusahaannya menjadi Micro Games of America (MGA).
Pada akhir 1990-an, portofolio produk perusahaan ini telah berkembang lebih jauh dan nama perusahaannya diubah lagi menjadi MGA Entertainment.
Saat itu, seorang penemu mainan bernama Joe Trushus menunjukkan prototipe boneka berbicara kepada Larian.
Pada 1997, boneka Singing Bouncy Baby menjadi mainan pertama yang diproduksi perusahaan itu.
Tapi terobosan terbesar Larian terjadi pada 2001 ketika meluncurkan boneka Bratz.
Hanya dalam lima tahun, boneka itu berubah menjadi fenomena global bernilai miliaran dolar. Yang lucu, para penggemar boneka ini meneriakkan diri sebagai “anti-Barbie”.
Pada puncaknya, Bratz menyumbang sebanyak 75 persen dari total penjualan MGA.
Tapi, keberhasilan Bratz dihadapkan pada pertempuran hukum dengan Mattel ikhwal siapa yang punya mereka tersebut.
Mattel mengklaim, penemunya, Carter Bryant, mengembangkan ide untuk Bratz ketika masih menjadi karyawan Mattel.
Selama pertempuran hukum yang berlarut-larut ini pengadilan mengatakan MGA tidak diizinkan menjual boneka.
Keputusan ini tentu merugikan penjualan perusahaan.
Juri akhirnya memutuskan memenangkan MGA pada 2011 dan perusahaan mulai menjual Bratz lagi.
Sejak urusan hukum dengan Mattel rampung, MGA telah memperluas portofolionya.
Saat ini MGA disebut sebagai perusahaan mainan swasta terbesar di AS dan menghasilkan penjualan tahunan lebih dari 1 miliar dolar.