Suar.ID -Modus Korupsi Pengadaan Lahan di Era Anies Baswedan Disebut Mirip Kasus di Zaman Ahok karena Hal Ini.
Ada kesamaan modus korupsi yang dilakukan oleh pelaku.
Direktur Eksekutif Lokataru Foundation, Haris Azhar menilai ada kemiripan pola dalam kasus pengadaan lahan Pemprov DKI di masa kepemimpinan Gubernur Anies Baswedan dengan Gubernur Basuki Tjahaja Purnama (BTP) alias Ahok.
Haris mengatakan, jika melihat dari sisi pelaku, siapapun Gubernur DKI yang menjabat, kemungkinan korupsi pengadaan tanah yang menimbulkan kerugian negara bisa tetap terjadi.
"Padahal kalau dilihat pelakunya, sebetulnya siapapun gubernurnya mereka tetap running the business," kata Haris Azhar dalam acara Aiman di Kompas TV.
Haris mengatakan, skema kasus pengadaan lahan memiliki modus pemain yang berulang dan para pelaku yang tidak tersentuh hukum.
Padahal, kata Haris, mekanisme pengadaan lahan atau barang dan jasa sudah memiliki runtutan yang jelas.
"Misalnya, soal harga yang ditentukan lewat tafsiran harga pasarnya, itu dilihat rentetan dari siapa dibeli dan sebelumnya tanahnya dari siapa juga, itu kurun waktunya berapa lama," kata Haris.
Kebanyakan dari kasus makelar tanah di DKI Jakarta, ketika ada oknum yang beraksi di tengah-tengah proses pengadaan untuk mendapatkan keuntungan dari pengadaan lahan.
Haris Azhar kemudian mempertanyakan fungsi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang semestinya bisa menemukan kejanggalan-kejanggalan dari kasus pengadaan lahan.
Bukan seperti saat ini yang menunggu ada orang-orang yang berani melaporkan terkait dengan kasus pengadaan lahan.
"Laporan BPK selama ini tiap tahun kenapa nggak bunyi?"
"Kenapa harus ada orang yang memberanikan diri," kata Haris.

:quality(100)/photo/2020/11/19/2961271748.jpg)
Ahok
Sebagaimana diketahui, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat ini sedang mendalami dugaan korupsi pengadaan lahan oleh Perumda Sarana Jaya di Munjul, Pondok Ranggon, Jakarta Timur.
Direktur Utama Pembangunan Sarana Jaya Yoory C Pinontoang ditetapkan sebagai tersangka pada Jumat (5/3/2021) lalu atas dua alat bukti dan laporan yang diterima KPK.
Laporan dugaan korupsi tersebut dibuat oleh lima orang bawahan Yoory yang saat ini juga ikut diperkarakan ke Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta oleh pimpinan Perumda Sarana Jaya.
Proyek Beli Lahan Rumah DP 0 Rupiah Anies Baswedan Tersandung Skandal Korupsi, Begini Reaksi Eko Kuntadhi
Pegiat media sosial, Eko Kuntadhi kembali menyoroti program yang diumbar Anies Baswedan saat kampanye Pilgub DKI Jakarta 2017 lalu.
Salah satunya program Rumah DP 0 % yang kini tersandung kasus korupsi.
"Semua program Anies yang diumbar saat kampanye ambyar!
Proyek rumah DP 0% malah kesandung korupsi," tulis Eko Kuntadhi lewat cuitan di Twitter @eko_kuntadhi.
Cuitan Eko Kuntadhi disertai link YouTube berjudul Eko Kuntadhi: MENGULITI KEGAGALAN PROGRAM ANIES.
Anies Baswedan pamer penghargaan baru.
Berikut isi ulasan Eko Kuntadhi dari video tersebut:
"Program unggulan Anies Baswedan yang dulu digembar-gemborkan saat kampanye kini mulai dikuliti satu-satu.
Sejak awal, saya sih nggak terlalu percaya program-program itu bisa berjalan.
Isinya mirip bungkus chiki, tampilan doang yang gede, isinya kebanyakan angin.
Program rumah DP 0% misalnya.
Dari target 232 ribu unit rumah yang akan dibangun Anies 2017 sampai 2022, mau tahu nggak, yang baru terealisasi hanya 1000 unit.
Gak sampai 1%, padahal sekarang sudah 2021.
Bahkan, dari 1000 unit yang sudah ada, yang dihuni paling cuma 200-an unit.
Coba lihat deh apartemen Pondok Kelapa, kini mirip rumah hantu, kosong melompong.
Kegagalan program ini ditambah lagi dengan kasus korupsi.
KPK sudah menjadikan direktur Sarana Jaya sebagai tersangka.
Duit Rp 270 miliar untuk pengadaan tanah, gak jelas juntrungannya.
Pemiliknya belum sepakat, duitnya sudah dibayarkan oleh Sarana Jaya ke calo.
Sarana Jaya sebagai BUMD milik Pemda DKI memang bertugas menyediakan tanah untuk proyek rumah DP 0%.
Yang baru kebongkar memang cuma kasus pembelian tanah di Pondok Ranggon, Cipayung, Jakarta Timur.
Padahal, kabarnya ada 9 bidang tanah yang diperuntukan buat program bungkus Chiki ini," tulis Eko Kuntadhi.