Terbukti Berusaha Membatasi Kebebasan Berinternet di Wilayah Papua, Presiden Jokowi Divonis Bersalah oleh PTUN, Demokrat: Makanya, Hati-hati Ambil Keputusan

Jumat, 05 Juni 2020 | 10:00
via Kompas.com

Presiden Jokowi divonis bersalah usai terbukti membatasi kebebasan internet di Papua.

Suar.ID -Anggota Majelis Tinggi Partai Demokrat Syarief Hasan mengingatkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk berhati-hati dalam mengambil setiap keputusan.

Hal tersebut disampaikan Syarief menanggapi putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta yang menyatakan Presiden Joko Widodo dan Menteri Komunikasi dan Informatika melakukan perbuatan melawan hukum terkait pemblokiran atau pelambatan koneksi internet di Papua pada 2019.

"Pemerintah harus lebih berhati-hati mengambil keputusan, apalagi kalau hal yang berpengaruh langsung kepada rakyat," ujar Syarief saat dihubungi Tribunews.com di Jakarta, Kamis (4/6/2020).

Menurutnya, keputusan pemerintah yang kerap digugat dan dinyatakan kalah oleh lembaga hukum, dapat menggerus tingkat kepercayaan masyarakat terhadap Presiden dan jajarannya.

Baca Juga: Baru Terungkap, Sosok yang Menolak Jabatan Staf Khusus Presiden Ini pernah Hampir Dibunuh karena Dukung Jokowi saat Pilpres 2019, Diduga Jenderal Ini yang Merencanakannya: Gue belum Pernah Ngomong Sebelumnya

"Kalau berulang kembali, kepercayaan rakyat semakin menurun, kalau itu yang terjadi, kinerja pemerintah semakin tidak efektif," kata Wakil Ketua MPR itu.

Diketahui, PTUN menyatakan Presiden Jokowi dan Menkominfo melakukan perbuatan melawan hukum terkait pemblokiran atau pelambatan koneksi internet di Papua pada 2019.

Sidang pembacaan putusan digelar di PTUN Jakarta, pada Rabu (3/6/2020).

Baca Juga: Peringati Hari Kelahiran Pancasila, Presiden Jokowi Mengajak Pemerintah Berpihak kepada Rakyat Susah: Tidak Henti-hentinya Saya Mengajak

"Mengabulkan gugatan para tergugat untuk seluruhnya."

"Menyatakan perbuatan para tergugat adalah perbuatan melanggar hukum oleh badan dan atau pemerintahan," kata Hakim PTUN, saat membacakan putusan, Rabu (3/6/2020).

Kebebasan internet warga Papua dan Papua Barat dibatasi dengan dalih meredam hoaks, sejak 19 Agustus 2019.

Semula, pemerintah melakukan throttling atau pelambatan akses/bandwidth di beberapa daerah.

Tribun Manado
Tribun Manado

Presiden Jokowi.

Baca Juga: Bukan hanya Pecatan TNI saja, Buruh dan Driver Ojol juga pernah Ditangkap karena Menghina Presiden Jokowi saat Pandemi Corona, Begini Perkaranya

Tindakan itu dikabarkan hanya melalui siaran pers.

Pelambatan akses internet berlanjut hingga pemutusan akses internet secara menyeluruh di Papua dan Papua Barat, pada 21 Agustus 2019.

Kebijakan pemblokiran internet di Papua dan Papua Barat pada Agustus 2019 digugat SAFEnet Indonesia dan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) dan terdaftar di PTUN dengan nomor 230/6/2019/PTUN-Jakarta.

Sebagai tergugat Menkominfo dan Presiden Joko Widodo.

Baca Juga: Rekaman Suaranya yang Minta Jokowi Mundur Viral, Oknum Pecatan TNI Ini Ditangkap: Sulit Diterima Akal Sehat

Pada putusan itu, hakim memerintahkan pemerintah untuk tidak mengulangi perbuatan tersebut.

"Menghukum para tergugat menghentikan dan tidak mengulangi seluruh perbuatan dan/atau tindakan pelambatan dan/atau pemutusan akses internet di seluruh wilayah Indonesia," tuturnya.

Selain itu, pemerintah diwajibkan memuat permintaan maaf atas kebijakan tersebut secara terbuka di tiga media massa, enam stasiun televisi nasional, tiga stasiun radio selama sepekan.

Kompas TV
Kompas TV

Menkominfo Johnny G. Plate.

Baca Juga: Berkah di Tengah Pandemi. Jokowi Siapkan 34 Triliun Subsidi Bunga Kredit yang Menguntungkan UMKM, Petani hingga Nelayan: Saya kira sudah Berjalan

Ini wajib dilakukan maksimal sebulan setelah putusan.

Permintaan maaf kepada seluruh pekerja pers dan enam stasiun televisi, Metro TV, RCTI, SCTV, TV ONE, TRANS TV dan Kompas TV, maksimal satu bulan setelah putusan. Kemudian tiga stasiun radio, Elshinta, KBR, dan RRI selama satu minggu.

"Dengan redaksi sebagai berikut, Kami Pemerintah Republik Indonesia dengan ini menyatakan: 'Meminta Maaf kepada Seluruh Pekerja Pers dan Warga Negara Indonesia atas tindakan Kami yang tidak profesional dalam melakukan pemblokiran layanan data untuk wilayah Papua dan Papua Barat," bunyi amar putusan.

(Tribunnews)

Editor : Ervananto Ekadilla

Sumber : Tribunnews

Baca Lainnya