Emosi salah Satu Kadernya Terjaring OTT KPK, Mantan Presiden Indonesia Ini Hampir Mengeluarkan Kata-kata Kotor: Saya Ini Pernah jadi Presiden, Titik!

Jumat, 21 Februari 2020 | 14:15
Tribunnews

Suar.ID -Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Megawati Soekarnoputri memimpin pengumuman 49 calon kepala daerah yang akan diusung partainya dalam Pilkada serentak pada 2020.

Usaimengumumkan para kandidat tersebut, Megawati lalumemberikan arahan kepada para kadernya.

Para kader yangtelah mendapatkan tiket untuk maju dalam Pilkada 2020 diimbau agat tidak lupa diri.

Megawati lalubercerita tentang Pilkada 2018 lalu.

Baca Juga: Singgung Soal Politik 'Turun-menurun', Megawati: Kalau Anaknya Tak Bisa Jangan Dipaksa Maju di 2024, Jengkel Saya

Ia menyinggungmengenai penangkapan Bupati Ngada, Marianus Sae yang terjaring OTT (operasi tangkap tangan) KPK, menjelang pemilihan gubernur NTT (Nusa Tenggara Timur).

Presiden ke-5 RI ini mengaku insiden tersebut membuatnya jengkel dan trauma.

Pernyataan ini ia sampaikan saat memberikan sambutan dihadapan calon kepala daerah yang diusung PDIP di Kantor DPP PDIP, Jakarta Pusat, Rabu (19/2/2020).

"Saya menjadi trauma ketika kemarin Pilkada NTT," ujarnya yang dilansir dari YouTube Kompas tv, Kamis (20/2/2020).

"Coba bayangkan hanya tinggal beberapa hari, tahu-tahu yang namanya Marianus langsung dinyatakan (tersangka)," imbuhnya.

Baca Juga: Sosok Ini Sebut Jokowi Ingin Lepas dari Bayang-bayang Megawati! Hingga Sebut ada Tokoh yang tidak Diperlukan lagi di Istana

Megawati merasaterdapat ketidakadilan dalam kasus tersebut.

Ia menduga penangkapan yang dilakukan KPK tiga hari jelang Pilkada 2018 terhadap Marianus merupakan pesanan dari pihak tertentu.

"Saya sebagai ketua umum bicara dengan KPU (Komisi Pemilihan Umum), 'ini gimana sih ini sudah enggak fair!'" kata Megawati.

"Bagaimana tinggal tiga hari atau berapa hari langsung saja diangkut dan itu pesanan," tegasnya.

"Kalau memang mau anak-anak saya diambil, ya itu waktu sekarang ini (jauh sebelum hari pemilihan). Fair, tapi ya jangan ada pesanan," jelasnya.

Tribunnews
Tribunnews

Baca Juga: Pernah Nyatakan Nasdem akan Jadi Partai Oposisi Pemerintah, Beginilah Pidato Surya Paloh yang Membuat Presiden Jokowi dan Megawati Salah Tingkah

Kejengkelan Megawati ini semakin memuncak saat pihak KPU menyebut penggantian calon merupakan hal yang mudah untuk Ketum PDI-P tersebut.

"Terus enak saja bilang, 'kan masih bisa bu cari penggantinya' gitu," ujarnya.

"Tahu enggak, hampir dari mulut saya ini keluar, keluar kata-kata kotor, karena saking jengkelnya saya," kata Megawati.

"Dipikir cuma enak saja, nyari orang. Saya tahan saja," imbuhnya.

"Coba, jangan gitu lah, main yang fair lah. Katanya Pancasila," tegasnya.

Baca Juga: BERITA TERPOPULER: Manajer Minta Bertemu Orangtua Wanita Pelamar Kerja hingga Sosok Putra Megawati Soekarnoputri yang Dijuluki 'Man Behind the Scene'

Dalam kesempatan itu, Megawati meminta kadernya untuk tidak meremehkan nasihatnya.

"Jangan pikir, sering kali kalian underestimate saya sih," ungkapnya.

"Benar deh, yang jadi patokan itu gampang, gini saja, saya ini pernah jadi Presiden, titik!"

"Artinya seluruh kekuatan yang dapat saya pergunakan, itu ada," jelasnya.

"Sudah, saya enggak bisa bilang panjang lebar, jadi kalau saya bilang stop, dari ngomong stop-nya itu manis. Stop lah," tegasnya.

Tangkap layar Youtube Kompas TV
Tangkap layar Youtube Kompas TV

Baca Juga: Jarang Tersorot, Inilah Sosok Putra Megawati Soekarnoputri yang Dijuluki 'Man Behind the Scene', Dikenal Pendiam hingga Punya Hobi Bermusik yang Unik!

Ketum PDIP ini berharap agar tidak ada lagi kadernya yang terjaring OTT KPK, terlebih dalam waktu dekat menuju Pilkada seperti ini.

Diberitakan sebelumnya, Marianus Sae terkena OTT KPK pada 11 Februari 2018 lalu.

Satu hari kemudian KPK menetapkan Marianus sebagai tersangka kasus suap proyek jalan di Nusa Tenggara Timur (NTT).

Baca Juga: Disebut Punya Dendam kepada Anak Cucu SBY, Begini Sebenarnya Hubungan Megawati dan SBY Menurut Puan Maharani

Melansirdari Tribun Jatim, Marianus divonis 8 tahun penjara, dengan denda 300 juta subsider empat bulan dan pencabutan hak politik selama empat tahun karena kasus suap yang menjeratnya.

Vonis tersebut dibacakakan oleh majelis hakim di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Surabaya, Jumat (14/9/2018).

(Tribunnews dan Tribun Jatim)

Editor : Ervananto Ekadilla

Sumber : Tribun Jatim, Tribunnews

Baca Lainnya